Chapter 292 episode 291 (S2)

Kevin sudah mengantarkan Menik ke rumahnya. Tidak ada candaan atau godaan kepada wanita itu. Dia lebih memilih diam selama perjalanan ke rumah Menik.

Di rumah sakit.

Zira masih saja diam. Air matanya seperti mengering.

" Sayang." Ucap Zira pelan.

" Iya." Ziko mengelus punggung tangan istrinya.

" Maafkan aku karena tidak mendengarkan nasehatmu." Ucap Zira pelan.

" Sudahlah tidak ada yang harus di salahkan dalam hal ini." Ucap Ziko menengahi masalah itu

" Kalau aku mengikuti nasehatmu untuk tetap di rumah pasti kejadian ini tidak akan terjadi." Ucap Zira lagi.

" Sayang ini semua sudah kehendak yang di Atas, jangan pernah kamu mengulangi itu lagi. Kamu harus mengikhlaskannya." Ucap Ziko pelan.

Zira memilih untuk diam. Dia memikirkan sesuatu tentang hubungannya dengan Ziko.

" Ceraikan aku." Ucap Zira lagi.

" Apa!" Ziko langsung berdiri dari kursi yang di dudukinya.

" Kamu ngomong apa sih?" Ucap Ziko dengan intonasi yang tinggi.

" Kamu ingat pada saat sebelum aku hamil, kamu pernah mengatakan akan menceraikan ku. Dan kamu kembali kepadaku ketika aku hamil. Sekarang aku sudah tidak hamil. Kamu bisa menceraikanku." Ucap Zira dengan pandangan jauh.

" Maksud kamu apa? Kamu menganggap kalau aku hanya mencintaimu karena ada bayi dalam perutmu? Kamu salah besar. Aku mencintaimu tulus, seperti kamu mencintaiku. Walaupun kamu tidak hamil sekalipun aku akan tetap mencintaimu dan tidak akan menceraikanmu." Ucap Ziko tegas.

Zira meneteskan air matanya. Dia tidak menyangka suaminya tetap mencintainya.

" Jangan pernah mengatakan kata cerai lagi. Karena aku tidak suka. Aku masih mencintaimu dan akan tetap mencintaimu sampai rambut kita memutih, sampai nyawa sudah tidak di raga lagi. Cintaku tidak akan pernah pudar." Ucap Ziko sambil mengecup punggung tangan Zira.

Ziko kembali duduk di kursi di samping tempat tidur.

Zira tambah meneteskan air matanya. Rasa cinta mereka berdua lebih besar di bandingkan dunia ini.

" Terimakasih telah mencintaiku." Ucap Zira mengelus tangan suaminya.

" Cinta kita seluas samudera dan sedalam lautan. Siapapun tidak akan bisa memisahkan kita. Hanya Tuhan yang bisa memisahkan kita. Dan aku berharap dan berdoa agar Tuhan selalu menjaga cinta kita untuk selamanya." Ucap Ziko.

" Kita adalah dua insan yang berbeda pemikiran tapi kita telah di satukan dalam suatu ikatan pernikahan." Ucap Zira.

" Penyatuan yang awalnya hanya sebuah ikatan, tapi sekarang telah di patri dengan cinta." Ucap Ziko.

" Terimakasih sayang telah mau menerima cintaku." Ucap Ziko.

Zira menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

" Tidurlah, hari sudah malam. Aku akan menjagamu di sini." Ucap Ziko.

Akhirnya Zira bisa menutup matanya, dan tidur dengan perasaan yang lega. Walaupun kehilangan anaknya sangat menyakitkan tapi dia sudah bisa merelakan bayi mungil ini. Perasaannya tenang, karena suaminya tetap mencintainya sepenuh hati.

Malam semakin ralut, tapi Ziko masih belum bisa memejamkan matanya. Dia terus memandangi wajah istrinya. Wajah yang pernah dia sakiti sekarang menjadi penyemangat untuk hidupnya. Wajah itulah yang akan selalu ada di dalam relung hatinya.

Di tempat lain.

Menik juga belum bisa memejamkan matanya. Perasaannya gundah gulana. Ucapannya kepada Kevin, menurutnya sungguh keterlaluan.

Dia keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu kamar adiknya.

Tok tok tok. Lama Menik didepan pintu, Bima belum juga membukakan pintunya.

Menik mengetuk pintu kamar itu lagi. Tidak berapa lama pintu di buka.

Bima membuka pintu sambil menguap.

" Apa sudah pagi." Ucap Bima pelan sambil tetap menguap.

" Belum, kakak mau curhat." Ucap Menik cepat sambil menarik tangan adiknya untuk duduk di kursi.

" Besok aja lah curhatnya. Aku ngantuk." Ucap Bima dengan mata sedikit tertutup.

" Enggak bisa, kakak mau dengar pendapat kamu." Ucap Menik cepat sambil memegang kedua bahu adiknya agar duduk di kursi.

Dengan susah payah akhirnya Bima duduk di kursi.

" Kakak tadi di antar Pak Kevin." Ucap Menik cepat.

Arggggghhhh Bima mendengkur.

" Di ajak ngobrol malah ngorok." Gerutu Menik langsung mencubit adiknya agar bangun.

" Aw." Ucap Bima sambil meringis kesakitan.

" Kenapa kakak mencubitku." Gerutu Bima.

" Kakak mau bicara, bukan mau dengar ngorokmu." Gerutu Menik balik.

" Kakak sih, ini sudah larut malam. Lebih baik kakak istirahat." Gerutu Bima.

" Kakak enggak bisa tidur kalau tidak mendengar pendapat kamu." Ucap Menik cepat.

" Memangnya kakak mau bicara apa?" Ucap Bima pelan sambil menguap.

" Di mobil tadi Pak Kevin berkata tentang pernikahan, dia bertanya tentang pendapat kakak mengenai idenya untuk melamar kakak." Ucap Menik.

" Terus."

" Kakak jawab, kalau kakak tidak suka dia membicarakan hal itu di depan kakak. Kamu kan tau kalau kakak pernah trauma." Ucap Menik sambil menggoyang lengan adiknya.

" Terus yang mau kakak tanyakan kepadaku apa." Tanya Bima.

" Apa kakak tidak keterlaluan bicara seperti itu kepadanya." Ucap Bima pelan.

" Menurutku sih enggak keterlaluan, cuma yang aku bingung itu, kenapa setelah kakak mengatakan itu kepadanya, baru kakak merasa bersalah?" Ucap Bima balik.

" Enggak tau, kakak rasa kata-kata kakak menyakiti perasaannya." Ucap Menik lagi.

" Sebenarnya kalau aku di posisi Bapak itu, sama saja kakak menolak dia mentah-mentah. Dan kalau aku jadi dia, pasti aku cari yang mau menerimaku. Untuk apa menunggu yang jelas-jelas sudah menolak." Ucap Bima.

" Jadi seperti itu pemikiran pria?" Ucap Menik bingung.

" Iya, kakak kenapa sih. Gusar banget." Bima memperhatikan Menik duduk di kursi dengan tidak tenang.

" Kakak bisulan." Ucap Menik asal.

" Kalau tidak ada yang mau di bicarakan lagi, aku kembali nih." Ucap Bima sambil beranjak dari kursinya.

Bima berjalan beberapa langkah menuju kamarnya, kemudian dia membalikkan lagi badannya melihat ke arah Menik.

" Kalau kakak memang tidak mempunyai perasaan kepadanya. Tidak perlu cemas, tindakan kakak sudah benar. Tapi kalau kakak ada punya rasa terhadap dirinya, tindakan kakak salah." Ucap Bima sambil berlalu meninggalkan kakaknya.

" Tunggu! Salahnya di mana?" Ucap Menik menahan adiknya untuk tidak meninggalkannya sendirian.

" Ya karena sudah kakak tolak, siap-siap saja dia mencari yang lain." Bima pergi dan berlalu meninggalkan kakaknya.

Menik bingung, dia tidak paham dengan perasaannya. Ketika adiknya mengatakan kalau Kevin bisa mencari wanita lain. Hatinya langsung perih.

Dia membenamkan wajahnya di dalam selimut kamarnya. Perkataan adiknya seperti mimpi buruk yang akan di alaminya.

" Apa yang harus aku lakukan?"

" Apakah aku juga mencintainya, Kalau memang rasa itu ada aku tidak tahan jika ada penolakan dari keluarganya."

" Apa harus merenung dan menjauh agar aku bisa paham arti hati ini." Menik melihat ke langit-langit kamarnya.

Dalam beberapa menit dia langsung masuk ke dalam alam mimpi. Dimana dia bermimpi sedang di dalam sebuah acara pernikahan. Pernikahan yang cukup mewah, dengan tema garden dan warna dress codenya putih. Di dalam mimpinya dia mengenakan gaun berwarna putih.

Ada sosok pria yang datang berjalan kearahnya, pria itu mengenakan setelan tuxedo putih senada dengannya. Dan pria itu tersenyum sambil terus berjalan kearahnya. Tapi Kevin tidak berhenti didepannya dia terus melangkah meninggalkan Menik dan berhenti pada satu wanita yang mengenakan gaun pengantin berwarna senada dengan Kevin. Wajah wanita itu tidak terlihat karena adanya pantulan cahaya yang menyinarinya.

" Tidak." Teriak Menik.

" Like komen dan vote yang banyak ya terimakasih."