Chapter 288 episode 287 (S2)

Di kantor.

Menik masih celingak-celinguk melihat keadaan di luar. Waktu sudah menunjukkan jam makan siang, tapi keberadaan Kevin juga belum ada.

Di meja pantry ada Nasik uduk yang sudah di belinya dari pagi. Siang ini Kevin berjanji akan makan nasi uduk itu. Tapi kenyataannya sampai waktu makan siang sudah mau selesai Kevin belum ada kabarnya.

Koko masuk ke pantry. Dia melihat wajah Menik sendu sambil melihat dua bungkus nasi di atas mejanya.

" Kamu sudah makan?" Ucap Koko sambil mencuci tangannya.

" Belum." Ucap Menik cepat.

" Kok belum makan, waktu makan siang udah mau habis loh." Ucap Koko sambil melihat bungkus nasi yang ada di meja.

" Kamu sudah makan?" Ucap Menik cepat.

" Sudah. Memangnya kenapa?" Ucap Koko cepat.

" Aku tadi pagi beli nasi uduk dua. Kalau kamu mau, makan aja satu. Sekalian temani aku makan siang." Ucap Menik menawarkan ke Koko.

" Baiklah, lambungku masih cukup satu porsi lagi." Ucap Koko cepat.

Mereka menikmati makan siang itu di pantry. Sambil bercengkrama satu sama lain.

" Bos besar sama bos Kevin pergi ya?" Ucap Menik.

" Iya, selesai meeting dengan para pemegang saham mereka pergi." Ucap Koko menikmati nasi uduknya.

" Hemmmmm, sepertinya ada urusan di luar ya." Ucap Menik lagi.

" Sepertinya begitu, mereka cukup serius. Kadang aku bingung dengan keduanya. Mereka bisa sangat dingin jika berhadapan dengan karyawannya. Tapi kalau mereka sudah kumpul berdua, mereka bisa tertawa bahkan membuat guyonan lucu." Ucap Koko.

Menik manggut-manggut.

" Kalau kamu tau, jika bercanda mereka tidak seperti bos sama sekali. Konyol habis pokoknya. Apalagi masuk nona Zira, tambah parah pokoknya." Ucap Koko lagi.

" Sepertinya kamu sudah cukup dekat dengan mereka." Timpal Menik.

" Dekat sih tidak, tapi tau aja sikap mereka di luar kantor seperti apa." Ucap Koko lagi.

Menik teringat sesuatu tentang peristiwa di rumah sakit. Yang mana Koko datang bersama Zelin.

" Ko, adiknya bos besar pacar kamu ya." Tanya Menik langsung.

" Uhuk-uhuk." Koko batuk karena tersedak.

Dia melegakan tenggorokannya dengan minum air putih. Setelah cukup lega dia mulai bicara lagi.

" Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Ucap Koko cepat.

" Ya aku perhatikan cara kamu memandang dia, dan caranya memandang kamu beda." Ucap Menik lagi.

" Seperti?"

" Ya seperti supir dan majikan." Ucap Menik asal.

Koko yang tadinya jantungnya berdebar agak lega, karena ucapan Menik tidak menjurus ke perasaannya.

" Kamu suka sama adiknya bos ya?" Ucap Menik lagi.

" Ti tidak." Ucap Koko gugup.

" Kok kamu gugup, berarti benar." Tebak Menik cepat.

Akhirnya Koko menceritakan perasaannya terhadap Zelin.

" Apa perasaan dia ke kamu sama?" Ucap Menik lagi.

" Ya, dia juga menyukaiku." Ucap Koko pelan dengan wajah lesu.

" Kenapa kamu lesu, seharusnya kamu bergembira kalau kamu sudah mengetahui perasaannya." Ucap Menik memberikan semangat.

" Aku belum mengatakannya." Ucap Koko lagi.

" Kenapa?"

" Aku takut masa lalu itu akan muncul dan jika Zelin tau, pasti dia akan meninggalkan ku. Lebih baik aku mengaguminya saja dalam jauh." Ucap Koko dengan wajah yang tetap lesu.

" Sebaiknya kamu berkata jujur, kalau dia mencintai kamu pasti dia akan menerimamu. Apa ada faktor lain yang menyebabkan kamu takut untuk mengungkapkan perasaanmu." Tanya Menik lagi.

" Bos besar masalahnya." Ucap Koko pelan.

" Apa! Jadi bos besar tau kalau kamu Cici." Ucap Menik sedikit teriak.

Koko langsung menutup mulut Menik dengan telapak tangannya. Dia khawatir masa lalunya akan terbongkar karena mulut Menik yang sembrono.

" Bukan seperti itu, beliau tidak tau kalau aku dulu berdandan ala perempuan, yang dia tau aku itu seperti banci tapi tidak berdandan layaknya seorang wanita. Dia berpikir kalau aku suka sama sejenis." Ucap Koko pelan.

" Hemmmmm, seperti itu ya. Urusan kamu rumit juga ya. Tapi ada baiknya kamu jujur kepada nona itu. Siapa namanya?"

" Zelin." Ucap Koko.

" Ya Zelin. Kalau kamu tidak pernah punya perasaan sama sejenis kenapa kamu harus takut. Aku yakin di saat cinta sudah berkobar ada api yang menyala." Ucap Menik layaknya membuat perumpamaan.

" Maksudnya?" Ucap Koko bingung.

" Enggak tau, kalimat itu terlontar saja dari mulutku." Ucap Menik cepat.

Saking gemesnya Koko langsung menoyor kepala Menik. Waktu jam makan siang telah usai. Koko beranjak dari kursinya, tiba-tiba suara ponselnya berdering.

Koko melihat layar ponselnya. Dia menjawab panggilan itu.

" Ya halo Pak." Ucap Koko cepat.

" Apa!" Koko berteriak.

Menik yang ada di dekat Koko langsung kaget mendengar teriakan pria itu.

" Baik Pak baik. Di rumah sakit mana Pak?" Ucap Koko.

Kemudian panggilan terputus.

" Kenapa harus teriak sih. Aku kaget tau." Ucap Menik sambil memukul lengan Koko.

" Nona Zira mengalami pendarahan." Ucap Koko lagi.

" Apa!" Sekarang Menik yang teriak.

Gantian Koko yang sekarang menepuk pundak Menik.

" Enggak usah ikut-ikutan teriak." Ucap Koko cepat.

" Sekarang ada di rumah sakit mana?" Ucap Menik penasaran.

Koko menyebutkan nama rumah sakit itu.

" Berarti mereka dari tadi keluar karena nona Zira mengalami pendarahan." Gumam Menik pelan.

" Apa saja kata Pak Kevin." Ucap Menik penasaran.

" Dia tadi mendonorkan darahnya untuk nona Zira. Sekarang dia masih pusing." Ucap Koko cepat.

" Apa, Pak Kevin di rawat juga?" Ucap Menik khawatir.

" Tidak, dia hanya harus istirahat dulu." Ucap Koko sambil berjalan meninggalkan pantry.

Koko mengambil beberapa berkas yang ada di meja Kevin, dan mengambil foto semua berkas, kemudian mengirimkannya kembali ke Kevin.

Kemudian dia keluar lagi dari ruangan itu, dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Menik datang menghampirinya.

" Ko, sepulang kerja kita ke rumah sakit ya." Ucap Menik.

" Ok." Ucap Koko.

Menik kembali ke pantry membersihkan ruangan itu.

Di rumah sakit.

Kevin terbaring lemah, karena darahnya baru saja di donorkan kepada Zira. Dia masih di tempat tidur rumah sakit.

Dia mengingat sesuatu yang ada di meja kerjanya, kemudian dia mengambil ponselnya dan menghubungi Koko.

Panggilan terhubung.

" Halo Koko." Ucap Kevin cepat.

" Ya halo." Jawab Koko.

" Saya dan tuan muda tidak kembali ke kantor, tolong kamu kirim berkas yang ada di meja kerja saya. Nona Zira sedang mengalami pendarahan. Saya baru selesai mendonorkan darah untuknya." Ucap Kevin menjelaskan.

" Apa!" Koko teriak.

" Baik Pak baik, di rawat di rumah sakit mana." Tanya Koko.

Kevin memberitahukan nama rumah sakit tempat Zira di rawat. Kemudian dia menutup panggilannya.

Kevin belum tau keadaan Zira dan bayinya. Yang dia tau isteri bosnya mengalami pendarahan. Kabar meninggalnya anak Ziko belum sampai ketelinganya.

Dia masih berasumsi kalau Zira dan bayinya dalam keadaan sehat. Dan donor darah yang di berikannya dapat membantu proses pemulihan Zira itu pikirnya.

Zira sudah selesai di operasi tubuhnya sudah di pindahkan ke ruang rawat inap. Dia belum sadarkan diri. Nyonya Amel dan Zelin masih setia menunggunya siuman.

Mereka tidak bisa membayangkan ketika Zira sadar, dan mendapati anaknya sudah meninggal. Nyonya Amel tidak tau harus mengatakan apa kalau menantunya sadar.

Lina masih ikut menemani Zira di ruang rawat inap.

" Kamu kelihatan sangat letih. Lebih baik kamu berisitirahat, biarkan kami yang menemani Zira di sini." Ucap Nyonya Amel kepada Lina.

" Saya ingin di sini bersama mbak Zira." Ucap Lina lagi.

" Dari pagi kamu sudah di sini. Pulanglah dan istirahatlah. Kalau kamu sakit siapa yang akan mengurus butik." Ucap Nyonya Amel lagi.

Dengan penuh pertimbangan Lina akhirnya pulang. Dia memang harus dalam keadaan sehat, agar bisa mengurus butik.

" Baiklah saya pulang Nyonya." Ucap Lina.

" Terimakasih banyak." Ucap Nyonya Amel sambil memegang tangan Lina.

" Sama-sama. Ini tas mbak Zira." Ucap Lina sambil menyerahkan tas jinjing bosnya kepada Nyonya Amel.

Kemudian dia keluar dari ruangan itu dan pergi meninggalkan rumah sakit.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."