Chapter 266 episode 265 (S2)

Kevin sudah menyalakan mesin mobil dan meninggalkan salon. Dia masih menyunggingkan senyum di bibirnya. Menik memperhatikan dari ujung matanya.

" Pak tetangga saya kemaren ada yang meninggal." Ucap Menik asal.

" Kenapa meninggalnya?" Ucap Kevin penasaran.

" Mulutnya tidak bisa tertutup karena giginya kaku." Ucap Menik asal.

Kevin memicingkan matanya, melihat sekilas ke arah Menik. Dia kurang percaya dengan omongan Menik. Tapi dia teringat sesuatu tentang sinetron di salah satu Chanel tv yang membuat cerita tentang orang-orang yang meninggal mendadak karena sesuatu hal yang ganjil. Contohnya meninggal karena tidak bisa bayar hutang dan meninggal karena suka bergunjing.

Kevin fokus dengan mobilnya. Sekilas-sekilas dia melirik Menik. Menurutnya Menik sangat cantik.

" Kenapa Bapak melirik saya terus?" Ucap Menik penuh selidik.

" Hemmm, kamu seperti Cinderella." Ucap Kevin memuji Menik.

Menik merasa senang ketika dia di puji oleh seorang pria.

" Biasanya di negeri dongeng, Cinderella pakai sepatu kaca, tapi kamu Cinderella pakai sepatu bola." Ucap Kevin sambil tertawa kecil.

Menik melihat kearah kakinya yang terbalut sepatu bola berwarna hijau.

" Apa nanti jam dua belas tengah malam akan berubah menjadi Upik abu?" Ucap Kevin bercanda.

" Ya saya akan berubah menjadi Upik abu. Dan akan meninggalkan sesuatu nanti di sana." Ucap Menik lagi.

" Hahaha, paling sepatu bola yang kamu tinggalkan." Ucap Kevin mengejek Menik.

" Salah, saya akan meninggalkan kaos kaki saya di sana." Ucap Menik sambil cekikikan.

Kevin melirik sambil memicingkan matanya seperti orang jijik.

" Agar penampilan kamu lebih maksimal, kita pergi ke toko sepatu." Ucap Kevin cepat.

" Jangan Pak, saya tidak ada uang untuk mengganti ini semua." Ucap Menik khawatir.

" Kamu cicil saja." Ucap Kevin asal sambil terus menatap ke arah depan.

" Cicil dengan apa? Uang saja tidak punya." Gerutu Menik.

" Dengan doa." Ucap Kevin sambil melirik Menik sekilas kemudian dia melirik ke arah depan lagi.

" Oh bisa ya seperti itu, baiklah saya akan mencicil dengan doa masuk WC." Ucap Menik semangat.

" Aih kenapa harus doa masuk WC? Apa kamu tidak hafal dengan doa yang lainnya?" Gerutu Kevin.

" Doakan saya agar bisa menikah tahun ini." Ucap Kevin pelan sambil menatap lembut Menik dengan sekilas.

Deg jantung Menik langsung berdetak kencang ketika mendengar perkataan bosnya. Menurutnya doa itu sangat menyentuh dirinya. Walaupun dia tidak tau siapa gadis itu tapi dia cukup deg-degan ketika Kevin mengatakan itu.

Mobil telah sampai di sebuah toko. Toko itu adalah yang menjual beraneka ragam merek sepatu branded. Kevin mengajak Menik untuk ikut keluar dengannya.

" Saya nunggu di sini saja." Ucap Menik menolak.

" Kenapa?" Ucap Kevin bingung.

" Sepatu saya licin. Nanti saya terpleset di sana. Tadi aja di salon saya menyeret sepatu ini." Ucap Menik khawatir.

Kevin yang tadi duduk di belakang kemudi, kini turun dari mobil dan memutari mobil dan membuka pintu mobil tersebut.

" Ayo turun, nanti saya pegangi." Ucap Kevin mengulurkan tangannya.

Menik ragu, tapi dia mengulurkan tangannya. Tangannya di genggam erat sama Kevin. Menik berjalan sedikit pelan sambil tetap di gandeng. Mungkin karena terlalu lama. Kevin langsung membopong Menik dan di letakkan di depan dadanya. Dengan gampang dia mengangkat tubuh Menik.

Semua orang melihat ke arah mereka berdua.

" Pak turunkan saya." Ucap Menik malu sambil memegang pundak Kevin.

Kevin tersenyum penuh kemenangan.

" Badan kamu ringan sekali. Seperti sekarung beras." Ucap Kevin melangkahkan kakinya ke dalam toko.

Menik malu dia tidak bisa menjawab gurau dari Kevin. Biasanya dia bisa menjawab telak omongan bosnya tapi kali ini tidak. Wajahnya merona merah.

" Kenapa wajah kamu merah seperti saus tomat." Canda Kevin lagi.

Mereka sudah masuk ke dalam toko sepatu. Pelayan tersenyum melihat mereka berdua. Apalagi melihat kaki Menik yang terbalut dengan sepatu bola, semua pelayan tertawa kecil melihat tontonan itu.

" Ada yang bisa di bantu?" Ucap salah seorang pelayan toko sambil tersenyum tipis.

" Carikan sepatu yang cocok untuk nona ini?" Ucap Kevin cepat sambil tetap membopong tubuh Menik.

" Sepatu model apa?" Ucap pelayan lagi ramah.

" Carikan yang paling bagus, yang jelas bukan sepatu seperti ini." Ucap Kevin sambil menunjuk sepatu bola Menik dengan tatapannya.

" Baik, silahkan ikut saya." Ucap pelayan.

Menik masih berada di depan dadanya Kevin.

" Pak turunkan saya." Ucap Menik berbisik.

Kevin menurunkan Menik dan meletakkan tubuh wanita itu di atas sofa. Pelayan datang satu persatu membawa berbagai model sepatu dari berbagai merek terkenal.

Mereka membantu Menik memakai sepatu itu. Kevin duduk di sebelahnya sambil memperhatikannya.

Semua sepatu yang di antarkan pelayan bertumit. Menik membisikkan sesuatu ke telinga Kevin.

" Pak saya tidak bisa pakai sepatu ini. Saya takut jatuh. Lebih baik saya pakai egrang dari pada pakai ini." Ucap Menik sambil berbisik.

Kevin mengernyitkan dahinya. Menurutnya Menik orangnya polos dan apa adanya.

" Enggak usah aneh-aneh. Mana ada orang pergi pengajian pakai egrang." Ucap Kevin komplain.

" Memang belum ada tapi saya akan melakukan kalau anda menyuruh saya memakai sepatu bertumit tinggi ini." Ucap Menik sambil menunjuk sepatu yang di pegangnya.

Kevin melihat sekilas ke arah Menik dan kembali ke pelayan.

" Carikan sepatu yang tidak terlalu tinggi." Ucap Kevin memerintahkan pelayan lagi.

Pelayan berhamburan pergi sambil membawa sepatu yang tadi dan kembali ke rak sepatu. Mereka mencari sepatu sesuai permintaan Kevin. Dalam beberapa menit mereka sudah sampai di depan pengunjung tokonya dengan membawa box sepatu di tangannya.

Mereka membuka box sepatu tersebut dan menunjukkan di depan Menik. Wanita itu memperhatikan dan mencoba satu persatu. Dia menjatuhkan pilihannya pada sepatu berwarna moka. Dan bagian depan terbuka dengan model tali di belakangnya.

" Bagaimana? Bagus tidak Pak?" Ucap Menik sambil berjalan mondar mandir di depan Kevin.

" Bagus." Ucap Kevin cepat.

Kevin beranjak dari sofa dan menggandeng tangan Menik layaknya kekasihnya.

" Pak kenapa tangan saya masih di gandeng, saya sudah bisa jalan sendiri." Ucap Menik cepat sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Kevin.

Kevin tidak menghiraukan, dia menggandeng tangan Menik sampai ke meja kasir.

" Totalnya 15 juta." Ucap seorang wanita yang bekerja di bagian kasir.

Menik membelalakkan matanya, dan membuka mulutnya. Dia tidak percaya dengan harga sepatu yang di pakainya. Kevin menyerahkan kartunya ke pelayan toko. Pelayan toko menggesek kartu tersebut.

" Tutup mulutmu, nanti masuk nyamuk ke situ." Ucap Kevin sambil berbisik melihat Menik yang terus menganga.

" Pak mahal banget?" Ucap Menik berbisik.

Kevin hanya melirik dan menyelesaikan pembayaran itu. Kemudian menggandeng tangan Menik kembali. Mereka berjalan menuju parkiran.

Kevin seperti tidak ingin melepaskan tangan Menik. Dia menekan remote mobilnya, dan membukakan pintu mobil. Setelah Menik duduk, tidak lupa dia memakaikan wanita itu sabuk pengaman.

Kevin sudah duduk di belakang kemudi. Dan menyala mesin mobilnya, meninggalkan pertokoan.

" Pak, jawab saya? Kenapa beli sepatu seharga motor?" Ucap Menik protes.

" Sudahlah anggap saja itu sebagai hadiah buat kamu." Ucap Kevin cepat.

" Tapi ini terlalu mahal." Rengek Menik.

" Aku tidak minta kamu menggantinya. Kenapa kamu harus memusingkannya." Ucap Kevin lagi.

" Saya tidak mau berhutang Budi sama Bapak." Ucap Menik pelan.

" Saya bernama Kevin bukan Budi." Ucap Kevin mengalihkan pembicaraan.

" Ahhhh Bapak." Rengek Menik.

Kevin merasa gemas melihat rengekan Menik. Dia memegang kepala Menik dengan lembut.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."