Chapter 206 episode 206

" Maaf ma, jangan paksakan aku untuk kembali dengannya, biarkan hakim pengadilan yang akan memutuskan nasib pernikahan kami." Ucap Zira tegas.

Nyonya Amel hanya bisa memandang wajah menantunya. Wajah yang selama ini menghiasi hari-hari anaknya, wajah ini juga yang akan pergi meninggalkan anaknya.

" Terimakasih Zira telah mengizinkan mama untuk datang ke sini. Jaga kandungan dan jaga kesehatan." Ucap Nyonya Amel sebelum pergi meninggalkan rumah Zira.

Mama mertua sudah pergi dari kediamannya. Entah kenapa ketika Zira melihat orang-orang yang pernah menjadi bagian hidupnya membuat dirinya langsung meneteskan air mata.

" Maaf nona jangan anda sandingkan ego anda dengan perasaan anda, jika anda ingin balik dengan tuan muda, maka anda bisa membatalkannya dengan segera." Ucap Kevin cepat.

" Apa maksud kamu?" Ucap Zira menghapus air matanya.

" Saya tau sebenarnya anda bimbang dengan semuanya. Kembalilah kepadanya kasihan anak anda." Ucap Kevin lagi.

" Diam kamu, tau apa kamu dengan perasaanku." Ucap Zira marah.

" Maaf nona saya hanya menyampaikan pendapat saya mengenai ekspresi anda." Ucap Kevin lagi.

" Ya memang aku bimbang dengan ini semua, ketika aku semangat untuk berpisah dengannya ketika itu juga dia datang kepadaku. Apa salah kalau aku bimbang."

Ucap Zira sedikit teriak.

" Anda tidak salah nona, tapi ada baiknya anda mempertimbangkannya lagi jangan sampai hakim sudah mengetuk palu mengambil keputusan, di saat itu juga anda menyesal." Ucap Kevin menjelaskan.

" Aku sudah yakin dengan pendirianku." Ucap Zira tegas.

" Kalau anda yakin kenapa anda masih menangis. Jangan jadi wanita cengeng nona, mana pasukan Avengers yang pernah saya kenal. Semua hilang dan lenyap dalam sekejap hanya masalah perasaan." Ucap Kevin cepat. Dia tidak ingin melihat Zira menagis lagi. Air matanya sudah banyak keluar ketika bertemu dengan keluarga itu. Sebagai orang luar memang Kevin tidak berhak untuk ikut campur, dia hanya bisa mengutarakan pendapatnya yang menurutnya benar.

Zira hening diam sekejap dalam lamunannya. Lamunan ketika dia diberi cobaan berturut-turut, dari meninggalnya kedua orang terkasihnya yaitu ayah dan ibunya, kemudian di susul meninggalnya kakek dan neneknya dan terakhir meninggalnya kedua eyangnya. Cobaan ini memang tidak terlalu berat dibandingkan dengan meninggalnya orang terkasih. Dan Zira semakin mantap mengahadapi cobaan ini dengan bersikap tegar seperti sebuah karang di lautan.

" Terimakasih telah mengingatkan aku." Ucap Zira cepat.

" Sama-sama nona."

" Persiapkan diri kamu, aku mau makan sesuatu di luar." Ucap Zira cepat sambil meninggalkan Kevin. Zira berganti pakaian setelah berganti pakaian dia langsung menuju ke lantai bawah. Tempat Kevin berada.

" Kita mau kemana nona." Ucap Kevin penasaran.

" Nanti kita bicara di mobil." Ucap Zira cepat keluar dari rumah.

Kevin duduk di belakang setir mobil miliknya. Dan Zira duduk di sebelahnya.

" Kenapa naik mobil kamu?" Ucap Zira yang sedang duduk di kursi mobil.

" Mobil anda terlalu mewah nona. Tidak pantas saya menggunakan mobil tersebut." Ucap Kevin merendah.

" Cih jangan sok merendah deh. Semua mobil sama saja. Jangan pernah merasa minder ketika kamu menaiki mobil mewah orang lain bisa saja suatu saat kamu memiliki mobil mewah juga." Ucap Zira agar Kevin tidak merendahkan dirinya.

" Baik nona, tapi untuk sekarang karena kita sudah di mobil saya lebih baik kita naik mobil ini." Ucap Kevin cepat.

" Ok deh lanjut." Ucap Zira semangat. Dia sudah membayangkan makan sesuatu yang ada di warung di pusat kota, namanya warung rujak wenak. Entah kenapa bisa terlintas rujak itu di dalam benaknya. Mungkin itu yang dinamakan ngidam. Ketika dia pengen sesuatu maka harus di lakukannya.

Mobil sudah sampai di warung rujak wenak. Kevin membukakan pintu mobil untuk Zira. Walaupun dia tidak mau tapi Kevin merasa tetap wajib melakukannya.

" Jangan kamu bertingkah seperti ini lagi, ingat aku bukan majikanmu." Ucap Zira cepat.

" Kalo bukan majikan jadi anda siapanya saya."

" Anggap saja aku adik kamu." Ucap Zira cepat.

Zira sudah berjalan meninggalkan Kevin yang masih berdiri di samping mobilnya. Entah kenapa ketika Zira mengatakan kata adik kakak, hatinya Kevin terenyuh dia sendiri tidak mengerti akan hal itu.

Zira sudah mengambil kursi dengan satu meja. Dua kursi saling berhadapan-hadapan.

" Nona sudah pesan?" Ucap Kevin lagi.

" Vin tolong jangan panggil aku nona, panggil aku Zira, kan sudah aku sebutkan tadi di depan tidak ada bawahan dan majikan." Ucap Zira tegas.

" Baik nona, eh baik Zira." Ucap Kevin gugup.

" Sepertinya langsung pesan sendiri disana deh." Ucap Zira menunjuk beberapa orang yang sedang mengantri pesanan mereka di depan meja pesanan.

" Biar saya yang pesankan." Ucap Kevin cepat tapi tangannya sudah di tahan Zira. Kevin melihat tangan Zira memegang lembut tangannya.

" Biar aku yang pesan sendiri. Kamu mau pesan juga kan?" Ucap Zira lagi.

" Iya nona eh iya Zira, ingat punya kamu enggak boleh pakai nenas, dan mangga muda karena itu tidak baik buat kesehatan kamu." Ucap Kevin mengingatkan.

Zira menganggukkan kepalanya, dia pergi ke meja pesanan. Ada tiga orang di depan Zira. Zira mendapatkan antrian nomor empat. Dari belakang ada seseorang yang juga mengantri di belakang Zira. Zira tidak membalikkan badannya tapi dari ujung matanya, dia bisa melihat ada seseorang yang ikut ngantri di belakang dia.

Dari jauh Kevin melihat pria yang sedang mengantri di belakang Zira. Dia ingin memberitahu hal itu, tapi di tahannya. Menurutnya biarlah Zira tau sendiri. Zira mengenal wangi parfum orang yang berada di belakangnya. Wangi parfum itu seperti punya suaminya.

Apa mungkin si ubi kayu yang berada di belakangku. Atau hanya parfumnya saja yang sama.

Ziko sibuk dengan ponselnya, dia juga tidak menyadari kalau yang berdiri di depannya adalah Istrinya.

Zira maju satu langkah menuju meja pesanan. Pelayan warung menyapa ramah kepada calon pembelinya.

" Ada yang bisa saya bantu?" Ucap pelayan tersebut ramah.

" Saya mau pesan rujak dua porsi. Yang satu porsi komplit yang satu porsi lagi tidak pakai nenas sama mangga muda dan cabenya hanya 2." Ucap Zira cepat. Ziko yang sedang fokus dengan ponselnya langsung kaget ketika mendengar suara orang yang selalu terngiang di telinganya. Ziko langsung berdiri di samping Zira, untuk memastikan apa yang di lihatnya dan di dengarnya adalah benar.

" Zira." Ucap Ziko cepat sambil berdiri di samping istirnya.

Zira kaget ketika yang berdiri di sampingnya adalah partnernya sekaligus musuhnya.

Aih kenapa dia ada di sini sekarang, berarti yang berdiri di belakangku tadi dia.

" Kamu pesan apa?" Ucap Ziko membuka pembicaraan.

" Pesan mie goreng." Ucap Zira asal. Ziko melihat daftar menu yang tertempel di dinding tidak ada menu mie goreng yang ada hanya berbagai macam jenis rujak.

" Ah jangan bercanda, mana ada mie goreng di sini." Ucap Ziko cepat sambil terus menatap istrinya.

" Udah tau tanya." Ucap Zira ketus. Pelayan tadi masih berdiri di depan mereka berdua.

" Saya pesan yang sama dengan istri saya." Ucap Ziko cepat.

" Hey jangan ikut-ikutan." Ucap Zira cepat sambil menuding jarinya ke arah suaminya.

" Siapa yang ikut-ikutan, aku itu hanya mengikuti permintaan si jabang bayi kita." Ucap Ziko mengelus perut istrinya. Zira langsung menepis tangan suaminya yang masih menempel di perutnya.

Pelayan yang berada di depan mereka bingung. Tentang perdebatan dua pembeli tersebut.

Ini suaminya apa bukan ya, tapi kalau suaminya terus yang duduk sendiri di kursi itu siapa? Apa mbak ini punya suami dua.

Entah apa yang ada di pikiran pelayan tersebut. Dia berperang dengan pikirannya sendiri. Zira membayar pesanannya dengan uang cash. Tapi uangnya di geser Ziko.

" Ambil ini, uang yang ini palsu." Ucap Ziko cepat sambil menggeser uang Zira.

Zira melotot melihat ke arah suaminya. Dengan cepat Zira mencubit dan meninggalkan suaminya di situ.

" Mbak uangnya." Ucap pelayan tersebut.

" Ambil aja untuk kamu." Ucap Zira cepat sambil berjalan ke arah mejanya.

Pelayan tadi menerawang uang tersebut, untuk memastikan uang tersebut asli apa palsu.

" Like, komen dan Vote yang banyak ya terimakasih."