Chapter 192 episode 192

" Bagaimana Pa? Apa papa mengerti dengan nomor plat itu." Ucap Nyonya Amel.

" Hemmm, sepertinya ini di pesan oleh seseorang, dan ini seperti inisial nama seseorang. Tapi biar lebih jelas kita akan bertanya kepada kepala polisi di kota ini." Ucap Tuan besar.

Tuan besar mengambil ponselnya dan membuka daftar kontak. Tuan besar menghubungi kepala kantor polisi. Panggilan terhubung beberapa saat.

" Selamat sore Bapak polisi." Ucap tuan besar

Bapak polisi menjawab sapaan tuan besar, mereka mengobrol tentang lain hal sebelum masuk ke pokok inti. Hampir semua orang penting di kantor polisi kenal dengan Keluarga Raharsya.

" Begini Pak saya mau minta bantuan sama Bapak." Ucap Tuan besar.

" Bantuan apa itu Pak?" Ucap Bapak kepala kepolisian.

Tuan besar menyebutkan nomor plat yang ada di ponsel Samin.

" Bapak mau saya mengecek pemiliknya atau yang lainnya?" Ucap Bapak Kepala kepolisian.

" Boleh juga Pak. Kalo bisa sama alamatnya." Ucap tuan besar lagi.

" Hemmm apakah Bapak ada masalah dengan nomor polisi itu?" Ucap Bapak Kepala kepolisian.

" Owh tidak, saya hanya ingin membeli mobilnya. Dan saya hanya ingin bertemu dengan pemilik aslinya." Ucap Tuan besar berbohong.

Panggilan terputus, Bapak kepala kepolisian meminta waktu untuk mengecek nomor polisi tersebut.

" Bagaimana pa?" Ucap Nyonya Amel penasaran.

" Bapak Kepolisian akan mengecek terlebih dahulu. Nanti beliau akan menghubungi kembali." Ucap Tuan besar lagi.

Dari luar datang seseorang yang mereka kenal. Yaitu Dokter Diki. Dia akan memeriksa pasiennya yaitu Ziko.

" Selamat sore tante, om." Ucap Dokter Diki menyapa pemilik mansion.

" Selamat Sore dokter." Ucap kedua orang tersebut secara bersamaan.

" Saya mau memeriksa Ziko." Ucap Dokter Diki .

Nyonya Amel mengantarkan Dokter Diki ke kamar anaknya.

" Silahkan." Ucap Nyonya Amel mempersilahkan masuk.

Nyonya Amel meninggalkan mereka. Di dalam kamar ada Ziko dan dua orang perawat jaga.

" Bagaimana keadaan kamu Ko?" Ucap Dokter Diki sambil memeriksa perut pasiennya dengan stateskop.

" Aku sudah baikan. Aku ingin benda ini di lepas." Ucap Ziko cepat.

Dokter Diki tidak menjawab permintaan temannya. Dia malah mengajukan beberapa pertanyaan kepada temannya. Pertanyaan umum yang sering di ajukan seorang dokter ketika hendak memeriksa pasiennya.

" Bagaimana perut kamu? Apa masih sakit?" Ucap Dokter Diki sambil menekan bagian perut pasiennya. Semua di periksa dokter Diki.

" Bagaimana aku sudah sembuh kan?" Ucap lagi.

Dokter Diki menganggukkan kepalanya. Dan memerintahkan perawat untuk membuka jarum infus. Dokter Diki memerintahkan dua orang perawat itu untuk kembali ke rumah sakit setelah membuka jarum infus.

" Ko, jangan bertindak bodoh lagi." Ucap Dokter Diki. Ziko sadar dia telah berbuat bodoh untuk dirinya. Ziko tidak menjawab ucapan temannya.

" Ki, aku mau periksa kesuburan." Ucap Ziko pelan.

" Maksud mu? cek mandul atau tidak seperti itu?" Ucap Dokter Diki lagi meyakinkan temannya. Ziko menganggukkan kepalanya.

" Baiklah, aku akan mengatur jadwalnya. Kenapa kamu tiba-tiba mau mengecek kesuburan?" Dokter Diki merasa penasaran karena sebelumnya dia sudah mengutarakan niatnya tapi di bantah dan di marahi oleh temannya. Tapi sekarang dengan sukarela Ziko menawarkan dirinya untuk melakukan pengecekan.

" Ko, Maaf sebelumnya. Apa kamu tetap akan bercerai dengan Zira." Ucap Dokter Diki pelan tanpa maksud menyinggung perasaan temannya.

" Ya aku akan bercerai dengannya." Ucap Ziko tegas sambil menatap langit-langit kamar.

" Tapi Ko kalo seandainya kamu yang mandul, bagaimana?" Dokter Diki khawatir kalo dirinya akan menjadi bahan amukan temannya.

" Tetap, aku akan tetap bercerai." Ucap Ziko cepat.

" Tapi kenapa Ko? Apa begitu kuat keinginanmu untuk bercerai."

Ziko menatap temannya. Dia tidak bisa mengatakan apakah dia yakin dengan keputusannya atau tidak.

" Kalo aku mandul, tidak mungkin aku melanjutkan pernikahan ini. Karena kepala rumah tangga tidak bisa memberikan keturunan merupakan hal yang memalukan bagiku."

" Kalo seandainya kalian berdua tidak mandul, apa kamu tetap mau bercerai?" Ziko tidak bisa menjawab. Dia juga tidak bisa melihat kemungkinan yang terjadi di depannya.

" Entahlah." Ucap Ziko ragu.

" Saran ku ada baiknya kamu bicara ini lagi dengan Zira. Seandainya kalian pun ingin berpisah tapi berpisahlah secara baik-baik, jangan ada permusuhan di antara kalian berdua.

Ucapan Dokter Diki semuanya benar. Seharusnya dia membicarakan hal ini baik-baik dengan Zira. Dia masih ingat di dalam benaknya ketika Zira menyiramkan minuman ke wajahnya. Dari situ Ziko mengambil keputusan kalo perang di antara mereka telah di mulai dan semua karena ulahnya.

Dokter Diki kembali ke rumah sakit setelah berbincang-bincang dengan temannya.

Zira turun dari lantai atas. Dia melihat asisten Kevin tertidur di sofa ruang tamu. Zira menghampiri pria yang tidur di sofa. Zira pura-pura batuk agar Kevin terbangun. Dan betul sekali, dengan sekali batuk asisten Kevin sudah terbangun.

" Maaf nona saya ketiduran." Ucap Kevin dengan suara serak bangun tidur sambil menurunkan kakinya dari sofa.

" Tidak apa-apa." Zira duduk di seberang Kevin.

" Nona, semua barang sudah di ambil. Tapi tadi ada sedikit masalah." Ucap Kevin cepat.

" Masalah apa?" Penasaran.

" Orang-oranga Raharsya sudah mengintai apartemen nona." Ucap Kevin cepat.

" Apa?" Ucap Zira kaget.

" Sepertinya nona harus mengganti plat nomor." Ucap Kevin cepat memberi saran. Karena dia yakin lambat laun pasti keberadaan Zira akan di ketahui oleh keluarga Raharsya.

Zira mondar mandir sambil memikirkan sesuatu.

" Saran kamu betul, tapi aku tidak akan mengganti nomor plat itu." Ucap Zira cepat.

" Tapi nona bagaimana kalo Keluarga Raharsya datang ke sini." Kevin sudah bisa membayangkan akan kedatangan Keluarga Raharsya ke kediaman Zira.

" Biakan mereka datang, akan aku ladeni." Ucap Zira yakin.

" Nona saya khawatir dengan anda." Ucap Kevin cepat.

" Tidak perlu kamu khawatirkan aku, apa kamu lupa kalo aku pasukan Avengers." Ucap Zira mantap.

" Iya nona saya yakin anda pasukan Avengers, tapi pasukan Avengers tidak ada yang hamil. Apa nona sudah minta izin cuti sama kapten Amerika." Ucap Kevin asal agar Zira terhibur.

Zira tertawa mendengar izin cuti. Kevin dapat menghiburnya, dia dapat tertawa lepas. Setelah beberapa hari penuh air mata hari ini dia bisa tertawa lebar.

Zira tiba-tiba merasa mual. Dia berjalan cepat ke kamar mandi sambil menutup mulutnya. Dan Kevin mengikutinya dari belakang. Dari luar Kevin dapat mendengar suara mual Zira. Setelah beberapa saat muntah Zira keluar dengan wajah yang pucat. Tanpa sadar Kevin memapah Zira untuk duduk di sofa. Kevin tersadar dan langsung melepaskan pegangannya dari lengan dan bahu Zira.

" Nona apa mau saya ambilkan sesuatu?" Ucap Kevin cepat.

" Hemmmmm, aku pengen mangga muda." Ucap Zira cepat.

" Baiklah saya akan membelinya di super market." Ucap Kevin cepat hendak pergi. Dia memilih super market karena pasar jam-jam sore seperti ini sudah banyak tutup. Menurutnya di supermarket dia bisa memilih beranekaragam buah.

" Hahaha." Zira kembali tertawa.

" Kenapa anda tertawa." Ucap Kevin bingung.

" Aku enggak mau mangga yang di beli, aku mau mangga yang langsung di petik dari pohonnya." Kevin membelalakkan matanya tidak percaya. Di dalam benaknya kemauan orang hamil sangat susah di nalar akal sehatnya. Dia tidak tau harus mencari pohon mangga di mana.

Tuan muda kenapa bukan anda saja yang berada di posisi ini. Aku ingin menyerah, lebih baik aku memukuli penjahat dari pada memenuhi permintaan istri anda.

" Like komen dan vote yang banyak ya terimakasih."