Chapter 145 episode 145

Di gedung Rahasrya group.

Semua karyawan dan karyawati sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Suasana di gedung itu sangat sibuk. Banyak kaum ada yang datang ke gedung itu. Mereka adalah para pelamar kerja yang sedang mengadu nasibnya di gedung itu. Perusahaan yang sangat besar dan mempunyai fasilitas yang lebih di bandingkan dengan perusahaan lain. Mereka selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan pekerjaan di gedung itu.

Lowongan pekerjaan masih satu hari di buka tapi sudah ratusan yang melamar. Untuk mengantisipasinya pihak HRD langsung melakukan test untuk 100 orang pertama. Pihak HRD akan melakukan test lagi di hari kedua untuk 100 orang kedua dan sisanya akan di lakukan pada hari ketiga.

Semua para pelamar langsung memasuki ruang auditorium. Pihak HRD memberikan penjelasan tentang test tertulis, test tertulis di bagi menjadi empat yaitu test GAT (General aptitude test) test ini bertujuan untuk menguji kemampuan serta bakat dari pelamar kerja, test ini juga di lakukan untuk mengukur IQ peserta test. Test selanjutnya yang di jelas pihak HRD adalah test akademik tujuan untuk menguji kompetensi di bidang studi yang di kuasainya, test ini di gunakan untuk mengetahui pengetahuan di bidang job desc pekerjaan yang di lamar. Test selanjutnya yang di jelaskan pihak HRD adalah test psikotes dan test bahasa asing.

Para pelamar kerja sangat antusias mengerjakan berbagai test yang di berikan pihak HRD. Mereka semua berharap dapat di terima bekerja di perusahaan itu.

Di butik.

Zira melukis desainnya di atas kertas putih. Kertas yang selalu ada dan selalu setia menemani hari-harinya. Lina datang ke ruangan Zira, Lina menyerahkan beberapa kertas kepada Zira.

" Mbak ini ada beberapa berkas yang harus di tandatangani." Ucap Lina sambil menunjuk ke arah kertas yang berada di meja. Lina melihat ke atas meja Zira ada sebuah ponsel dengan keluaran terbaru.

" Wah ada yang punya ponsel baru nih." Goda Lina. Zira hanya melirik Lina tidak menjawab sama sekali. Zira lagi fokus dengan kertas yang di bawa Lina.

" Mbak berapa harga ponsel merek anggur ini?" Lina penasaran sambil memegang ponsel Zira. Zira mengangkat kedua bahunya memberikan isyarat kalo dia tidak tahu menahu mengenai harga ponsel tersebut.

" Mbak pinjam ya?" Ucap Lina sambil memegang ponsel Zira. Lina ingin mengabadikan dirinya melalui ponsel Zira. Lina berselfi ria dengan gaya sok imutnya.

" Wah memang kalo ponsel mehong kualitas gambarnya bagus ya. Beda banget dengan punyaku udah butut pecah lagi layarnya." Gerutu Lina kesal.

Zira merasa kasihan mendengar ucapan Lina. Dia berniat ingin membelikan ponsel baru untuk Lina.

" Nanti makan siang temanin aku ya." Ucap Zira cepat.

Lina langsung menganggukkan kepalanya. Lina tidak banyak tanya dia hanya berpikir pasti Zira akan membawanya makan siang.

Dari lantai bawah ada terdengar suara riuh. Zira dan Lina saling pandang mereka langsung berlari turun ke lantai bawah. Mereka mendapati karyawan Zira yang pingsan. Zira langsung meminta Pak supir membawa karyawan Zira ke rumah sakit terdekat. Zira duduk di samping Pak supir sedangkan Lina duduk di belakang menemani temannya yang pingsan. Pak supir langsung menekan pedal gas dengan kecepatan tinggi. Dalam beberapa menit mobil yang di tumpangi Zira sudah sampai di rumah sakit. Mobil berhenti di depan IGD para perawat memindahkan karyawan yang pingsan ke dalam ruang IGD.

Dokter jaga mengecek semuanya. Setelah dilakukan pemeriksaan dokter jaga menjelaskan kepada Zira.

" Maaf nona teman anda pingsan karena kecapekan." Ucap dokter jaga.

" Maaf dok apa ada sebab yang lainnya soalnya saya lihat dia pucat sekali." Ucap Zira cepat sambil melihat kearah karyawan yang bernama Susi.

" Dia lagi hamil muda. Nanti dokter kandungan yang akan menjelaskan lebih lanjut. Untuk sementara teman anda kami rawat dulu di sini." Ucap dokter jaga menjelaskan.

Setelah mengisi beberapa berkas dari pihak rumah sakit. Karyawan yang bernama Susi di pindahkan ke ruang rawat inap. Seorang perawat mendorong hospital bed menuju lift khusus pasien, Zira dan Lina mengikuti perawat tadi masuk ke dalam lift. Setelah sampai di lantai dua, perawat tadi keluar dari lift dan mendorong hospital bed menuju ruangan melati. Zira dan Lina mengikuti dari belakang. Tubuh Susi sudah di pindahkan ke atas dipan rumah sakit.

" Ini resep obatnya silahkan tebus di apotek." Ucap perawat tadi memberikan copy resep kepada Zira. Perawat tadi pergi meninggalkan ruangan melati.

" Aku akan menebus obat ini, kalo Susi sudah sadar kamu tanya nomor ponsel suaminya segera hubungi secepat mungkin." Ucap Zira menjelaskan kepada Lina. Lina menemani Susi di ruang rawat inap sedangkan Zira pergi menuju lantai dasar untuk menebus obat.

Zira memberikan Copy resep kepada apoteker. Zira duduk di sofa sambil menunggu obat siap diracik. Zira memandangi sekeliling rumah sakit itu. Ada banyak orang yang berlalu-lalang di rumah sakit itu. Ada yang menjenguk pasien dan ada juga yang berobat ke poli sesuai dengan keluhan sakitnya.

Tidak jauh dari tempat Zira duduk, ada seseorang yang Zira cukup kenal yang tidak lain adalah Fiko. Zira masih ragu dengan penglihatannya. Zira mencoba mendekati pria tersebut dan setelah yakin itu Fiko, Zira memberanikan diri untuk menyapa Fiko.

" Fiko kamu Fiko kan?" Ucap Zira meyakinkan.

Fiko yang namanya disebut langsung berbalik melihat sosok yang menyebut namanya. Fiko merasa takjub melihat ada sosok Zira berada didepannya.

" Zira kamu apa kabar?" Ucap Fiko antusias.

" Aku baik, kamu ngapain disini?" Ucap Zira penasaran.

Fiko tertunduk sedih, dia menatap Zira sekilas kemudian tertunduk lagi. Zira menjadi penasaran dengan tingkah Fiko seperti itu.

" Siapa yang sakit." Ucap Zira sambil menggoyangkan lengan Fiko.

" Naura sakit." Ucap Fiko pelan sambil masih tertunduk.

" Sakit apa?" Ucap Zira lagi.

" Naura sakit kanker darah." Ucap Fiko sedih.

Zira langsung mundur teratur mendengar ucapan Fiko. Zira merasa kakinya lemas, dia tidak sanggup untuk berdiri. Zira duduk di sofa menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh. Zira tidak bisa berkata-kata, cobaan Fiko sangat berat. Ingin rasanya Zira memeluk Fiko memberikan semangat kepadanya. Tapi Zira masih ingat statusnya sebagai istri sah dari Ziko.

" Maafkan aku." Ucap Zira pelan sambil tertunduk.

" Kamu tidak salah Zira." Tidak berapa lama seorang apoteker memanggil nama Susi, obat Susi sudah di racik. Zira menerima obat tersebut, sebelum dia pergi ke ruang melati Zira menanyakan terlebih dahulu kepada Fiko ruangan Naura di rawat. Zira berlari menuju lift meninggalkan Fiko yang masih antri menunggu resep obat di apotek. Zira hendak memasuki lift tapi dia ketemu dengan dokter Diki.

" Dokter." Ucap Zira menyapa sopan.

" Nona Zira? Siapa yang sakit?" Dokter Diki penasaran.

" Karyawan saya lagi sakit sekarang di rawat di ruang melati." Ucap Zira cepat sambil berlari menuju lift. Zira tidak mau berlama-lama ngobrol dengan Dokter Diki. Karena Zira harus menyerahkan Obat Susi kepada perawat jaga di ruang melati. Dokter Diki melihat Zira memasuki lift dengan buru-buru. Dokter Diki ingin menanyakan hal-hal yang lainnya tapi di urungkan niatnya karena melihat Zira terburu-buru.

" like komen dan vote yang banyak ya terimakasih."