Chapter 109 - 109. Resepsi Pernikahan bag 6

"Sayang, Apa kamu tahu.. Wajahmu mirip seperti marmut yang kelaparan kalau seperti ini?". Ledek Ludius.

Silvia melepas pelukan dari Ludius, dia memanyunkan bibirnya yang merah dengan ekspresi kesal. "Kalau aku seperti marmut, berarti kamu seperti rubah yang licik dengan sejuta tipu daya memikat wanita. Kalau tidak, mana mungkin ada wanita yang mau dengan pria sepertimu! ".

"Sayang, kamu memang pandai dalam memuji suami sendiri. Kalau aku bukan rubah yang licik, tentu saja aku tidak mungkin bisa mendapatkan Istri bermulut pedas sepertimu". Balas Ludius dengan senyum jahilnya.

"Rubah bermulut manis seperti suamiku ini memang pandai membuat orang lain kagum dan juga kesal. Berhentilah menggodaku suamiku.., tipu dayamu sudah tidak mempan lagi padaku". Silvia memalingkan wajahnya  yang kesal.

"Nyonya Lu, ingatlah.. Malam nanti rubah ini tidak akan melepaskanmu ". Bisik Ludius membuat Silvia terduduk kaku dengan perkataan Ludius.

Wajah Silvia memerah dan memanas seperti cerobong asap yang sedang terbakar. Silvia kembali mengingat bahwa dia memang sudah menjadi istri dari Pria rubah disampingnya itu. Silvia terus menyembunyikan wajahnya dari Ludius, Silvia tidak ingin Ludius melihat wajah yang sedang memanas karena perkataannya.

Ludius sedikit tenang, melihat sikap Silvia sudah kembali seperti dirinya yang biasanya.

'Sayang.. Sikapmu terlalu mudah di tebak. Ingin sekali aku melihat wajah imutmu itu.. Jika saja kita tidak sedang dirumah sakit, aku pasti tidak akan melepaskanmu'.

1 jam kemudian, Dari dalam Dokter keluar, Silvia yang sedang panas dingin karena perkataan Ludius tersadar dengan keadaan LiThian. Dia bergegas menemui Dokter yang masih di ambang pintu.

"Bagaimana keadaan Dok?". Tanya Silvia cemas.

"Pasien tidak dalam keadaan bahaya, beruntung peluru dia menembus tulang bagian dalam dan hanya melukai bagian luar lengan saja. Dalam beberapa jam kedepan, pasien akan segera siuman. Kalau begitu saya permisi". Dokter pergi meninggalkan ruang Operasi.

"Syukurlah, dia tidak terluka parah. Kalau terjadi sesuatu padanya, aku tidak tahu lagi harus bagaimana ".

Dari dalam pintu terbuka dan suster membawa LiThian keluar untuk dipindahkan ke ruang rawat. "Permisi, kami akan memindahkan pasien ke ruang rawat". Kata Suster yang melihat Silvia berdiri didepan pintu.

Silvia segera menepi dan mengikuti Suster yang membawa LiThian ke ruang rawat yang telah di persiapkan. Ludius beranjak dari tempat duduk nya dan menghampiri Silvia yang mengikuti kemana Suster pergi.

"Tunggu Sayang, kamu tidak bisa berkeliaran di Rumah sakit dengan Gaun mu yang seperti ini". Ludius melepas jasnya untuk menutupi tubuh Silvia yang sedang memakai Gaun dengan bekas bercak darah.

Ludius merangkul Silvia dan menemaninya ke ruang rawat LiThian. Ruang rawat LiThian cukup jauh dari ruang Operasi dan sedikit membuat Silvia kehilangan jejak Suster yang membawanya. Setelah bertanya pada bagian resepsionis, akhirnya Silvia dan Ludius sampai di depan ruang rawat LiThian.

"Permisi.. ". Sapa Silvia, dia membuka pintu yang setengah terbuka.

Setelah pintu terbuka, ternyata sudah ada seorang wanita yang baru saja datang dan duduk disamping LiThian.

Melihat Silvia datang dia segera berdiri dan mundur. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk lancang duduk di sini. Aku Shella.. salam kenal". Kata wanita yang ada didalam ruangan. Dia terlihat ragu dan sungkan melihat Silvia datang.

"Aku Silvia, salam kenal. Mengapa kamu berdiri? Bukankah kamu datang untuk menemani LiThian?". Tanya Silvia.

"Ah.. Itu.. Aku hanya temannya, dan kamu adalah orang yang penting baginya. Tentu lebih baik kamu yang menemaninya ". Kata Shella ragu. Dia menundukkan wajahnya seakan takut kalau Silvia akan mengatakan banyak hal padanya.

Shella adalah wanita yang cantik, polos dan dari raut wajahnya terlihat dia begitu mencintai LiThian. Silvia yang melihat Shella sungkan padanya tersenyum simpul.

"Shella, aku senang dengan kejujuranmu. Tapi sepertinya kamu salah paham, aku sudah mempunyai suami. Walau aku penting sekalipun, aku sudah tidak bisa duduk disampingnya sepanjang waktu, aku hanya bisa sebatas teman baginya, tapi kamu bisa menjalin hubungan dengannya. Aku tahu kamu memiliki perasaan pada LiThian. Jika kamu memang peduli bahkan mencintai LiThian, seharusnya kamu duduk disampingnya dan mendukungnya agar dia tahu perasaanmu yang sesungguhnya". Silvia berkata dengan lembut dan penuh kedewasaan.

Dalam hati Silvia dia sangat bersyukur, ada seseorang yang mencintai LiThian dengan tulus seperti Shella.

"Sayang, aku yang mendengar setiap perkataanmu membuatku semakin mencintaimu. Sepertinya Istriku ini sudah sedikit lebih dewasa. Lebih baik kita keluar, beri mereka ruang untuk saling dekat". Bisik Ludius.

"Shella, sepertinya aku dan Suamiku akan pulang terlebih dahulu, karena kami masih memiliki acara yang harus diselesaikan. Aku titip LiThian yah.. Aku percaya kamu akan menjaganya dengan baik". Kata Silvia dengan senyuman.

Silvia dan Ludius keluar dari Ruang rawat LiThian. Setelah melihat Gaun Silvia yang penuh bercak darah, Ludius berfikir untuk mampir ke sebuah butik yang searah dengan jalan menuju hotel. Bagaimanapun juga mereka telah meninggalkan tamu yang sudah hadir di acara mereka. Ludius dan Silvia kembali ke mobil dan pergi dari rumah sakit dengan perasaan tenang.

"Sayang, Bagaimana kamu bisa tahu kalau Shella mencintai LiThian? ". Tanya Ludius yang sedang memegang kemudi.

"Karena aku juga seorang wanita, terlihat jelas sikap Shella menunjukkan sebuah kasih sayang dan cinta yang tulus untuk LiThian. Jika aku di posisi Shella, mungkin aku juga akan memikirkan hal yang sama, dan membiarkan mu dengan wanita yang menurutku bisa membuatmu bahagia". Katanya lirih diakhir kalimatnya, dia berkata tanpa memandang Ludius dan hanya menatap kedepan dengan tatapan kosong.

"Sayang, Jika kamu rela melepasku begitu saja, Apa kamu fikir aku akan diam saja melihatmu menyerah semudah itu?. Aku menikahimu karena ingin berjalan disatu arah bersamamu. Jika kamu melepasku begitu saja. Mungkin suatu saat aku akan kehilangan arah, Dan berakhir dengan keputus asaan. Karena bagiku tidak ada jalan lain yang bisa ku tempuh selain bersamamu. Aku harap kamu mengerti itu".

"Aku tahu.. Tapi tidak ada hak bagiku untuk mempertahankan jika itu menyakiti seseorang. Ada saatnya buah dari kesalahan di masa lalu datang dan kamu harus membayarnya. Jika saat itu tiba, yang bisa aku lakukan hanya mendukungmu dan berbagi kepahitan bersamamu".

"Sayang.. Mengapa kamu mengatakan hal seperti itu?. Itu sama saja kamu menyiksa hatiku dalam diam. Tidak ada hal yang lebih penting selain dirimu Sayang ".

Silvia tidak membalas perkataan Ludius. Mobil terhenti, mereka sampai di sebuah butik untuk mencari Gaun pegganti. Ludius memarkirkan mobilnya dan mereka masuk bersama.

"Selamat Datang di Butik kami " sapa pegawai butik.

Ludius masuk bersama Silvia tanpa membalas sambutan dari pegawai, mereka bergegas masuk mencari Gaun yang baru untuk Silvia pakai.