Chapter 462 - Berakhir Di Rumah Sakit

Name:Perceraian Ke-99 Author:Wan Lili
Cheng You mendengar kata-kata ibunya, tersenyum dingin dan berjalan ke dalam kamarnya dengan raut wajah jengkel. Dia memperingatkan, "Jika kejadian seperti semalam terjadi lagi, Nyonya Cheng, aku tidak akan mengakuimu." Setelah mengatakan itu, Cheng You membanting pintunya, membuat sebuah suara yang keras!

Merasakan gelagat buruk, ibu Cheng You segera menghubungi Rong Rui untuk menanyakan situasinya.

——————————

Di malam hari, setelah makan malam.

Mobil Li Sicheng sedang menunggu di pintu masuk Teluk Yijing. Rong Rui sudah turun, tetapi Cheng You tidak datang. Bukan karena ibunya menolak, tetapi karena gadis itu tidak ingin bertemu Rong Rui. Pria itu takut jika Cheng You membencinya lebih dari sebelumnya. Dia mengetahui dengan pasti tentang hal itu, jadi ketika Nyonya Cheng menghubunginya, dirinya tidak mengatakan apa pun yang tidak seharusnya dikatakan.

Ketika mereka tiba di Kotaraja, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam lewat. Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Rong Rui, Li Sicheng langsung mengemudi kembali ke rumah tua. Namun, hal yang tidak diduganya adalah ketika mereka sampai di rumah itu, mereka disambut oleh sebuah pertengkaran besar.

"B*jingan! Jika supervisor-mu tidak menghubungiku, aku bahkan tidak akan mengetahui tentang hal itu!"

Su Qianci baru saja memasuki pintu rumah ketika dirinya mendengar suara marah Li Yao. Dia bergegas masuk. Suara itu berasal dari ruang kerja. Su Qianci berlari ke dalam dan langsung melihat Li Jinnan yang sedang berlutut di lantai dengan kepala tertunduk.

Memegang cambuk, Li Yao terlihat sangat marah. "Kau sudah dewasa, kan? Li Jinnan, kau baru berusia dua puluh lima tahun dan memiliki masa depan yang baik. Hanya ada segelintir orang saja yang bisa menjadi seorang mayor saat seusiamu. Kau …."

Saat Li Yao mengatakan itu, pria itu hendak mencambuk Li Jinnan. Merasa ketakutan, Su Qianci dengan cepat berteriak, "Ayah!" Cambuk itu selebar dua jari. Jika terkena ayunannya, daging Li Jinnan akan tercabik-cabik.

Ketika Li Yao melihat Su Qianci hendak masuk ke dalam ruang kerja itu, amarah pria itu sedikit mereda sembari bertanya, "Di mana Sicheng?"

Tepat pada saat itu, Li Sicheng berjalan masuk dan melihat pemandangan di dalamnya. Dia dengan lembut menarik istrinya dan berkata, "Tidurlah terlebih dulu."

Su Qianci berbalik untuk melihat ke dalam ruang kerja itu dan merasa ragu-ragu.

"Tidak apa-apa. Ayo kita pergi." Li Sicheng menarik istrinya ke kamar.

Meskipun merasa cemas, Su Qianci mengetahui bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang memerlukan campur tangannya. Setelah mandi, dia berbaring di tempat tidur sambil membolak-balikkan tubuhnya ketika suaminya masuk.

"Bagaimana?" Su Qianci bertanya.

Li Sicheng berjalan menghampiri dan duduk di tepi tempat tidur, dengan lembut menggelengkan kepalanya. "Jinnan dicambuk beberapa kali dan sekarang berada di rumah sakit. Dia lebih bugar daripada aku, dan seharusnya tidak ada masalah."

Su Qianci memiliki sebuah perasaan bahwa itu seharusnya lebih dari sekadar beberapa cambukan, tetapi dirinya tetap menghela napas lega dan berkata, "Cambuk semacam itu bisa membunuh seseorang."

"Jinnan adalah putranya, dan betapapun marahnya ayah, dia tidak akan membunuh Jinnan. Namun, ayah dan kakek keduanya merasa sangat kecewa."

"Ya, Jinnan punya cita-citanya sendiri. Namun, kamu harus memperingatkan dia untuk tidak melakukan sesuatu yang ilegal. Karena dia bukan lagi seorang prajurit, akan baik baginya untuk melakukan bisnis denganmu." Di kehidupan Su Qianci sebelumnya, Li Jinnan mempunyai terlalu banyak musuh, dan dia telah diburu beberapa kali. Setiap kali berita itu terdengar sampai ke rumah tua itu, kakek dan Li Yao merasa sangat marah dan teramat kecewa. Jika di kehidupan ini, Li Jinnan tidak lagi ikut serta dalam kegiatan-kegiatan itu, mungkin tidak ada begitu banyak kecelakaan.

Li Sicheng mengangguk dan mengusap kepala istrinya, merasa sedikit cemburu. "Bocah itu sangat licik. Dia tentunya tidak akan mendengarkan aku. Jangan terlalu memikirkannya. Tidurlah sekarang."

——————————

Setelah beristirahat selama sehari di rumah dengan bermain catur bersama kakek, Su Qianci pergi tidur lebih awal. Pada hari berikutnya, dalam tidurnya, Su Qianci merasakan sebuah tangan besar bergerak di tubuhnya saat pagi hari. Dirinya mengerang dan melepaskan tangan suaminya. Namun, tangan itu menjadi lebih nakal dan mulai menggelitiki pinggangnya. Merasa geli, dirinya tidak bisa menahan tawa. Sambil memegang tangan suaminya, dia terkekeh-kekeh dan berkata dengan nada suara kekanak-kanakan, "Hentikan …."

Sambil tersenyum, Li Sicheng membantu Su Qianci berdiri dan mengenakan pakaian pada istrinya. "Bangunlah. Ada yang harus kita lakukan hari ini."

"Apa itu?" Su Qianci membuka matanya yang masih kabur ketika tiba-tiba pakaiannya ditanggalkan. Dirinya tidak memakai bra. Dia bergidik dan menutupi dadanya. "Tidak!"

Li Sicheng tertawa kecil dan menepuk hidung istrinya, menyerahkan pakaian yang sudah disiapkannya. "Apa yang kamu pikirkan? Kenakan pakaianmu." Merasa malu, Su Qianci mengambil bra dari suaminya dan menatap pria itu. Li Sicheng melihatnya, membungkuk dan berbisik, "Jika kamu mau, aku juga bisa …."

"Tidak!" Dia mendorongnya. "Kamu akan menyakiti bayinya."

"Apa yang kamu bicarakan? Aku akan mengatakan bahwa aku juga bisa membantumu berpakaian." Dia mengambil bra di tangan Su Qianci, membungkuk untuk membantu istrinya mengenakan bra-nya. Wajah Su Qianci memerah lagi. Bahkan lehernya pun merona merah. Terpesona, Li Sicheng berhenti bernapas sejenak. Alih-alih kembali membantunya, dia malah merengkuh Su Qianci ke dalam pelukannya dan dengan lembut mengisap daun telinga istrinya.

Su Qianci bergidik dan meletakkan tangannya di dada suaminya, membuat erangan ambigu. Tapi dia cepat-cepat menghentikan dirinya sendiri dan berbisik, "Bukankah kamu mengatakan kita memiliki sesuatu untuk dilakukan hari ini … ah, jangan menggigit!"

Li Sicheng mengambil gaun yang baru saja disiapkan untuk Su Qianci dan memakaikan gaun itu pada tubuh istrinya. Dengan sebuah senyum yang lebih lebar lagi, Su Qianci bergumam, "Aku hanyalah hamil, tidak lumpuh. Kamu memakaikan pakaian padaku setiap hari. Bagaimana jika aku tidak tahu cara berpakaian sendiri di masa yang akan datang?"

"Kalau begitu aku akan … membantumu berpakaian seumur hidupmu." Hidung Li Sicheng menyentuh hidung Su Qianci sebelum dia mencium bibir istrinya. "Sekarang, bisakah saya meminta Nyonya Li untuk mengangkat lengannya agar saya bisa memasukannya ke lengan baju?"

"Baiklah, Tuan Li."

Setelah Su Qianci berpakaian dan berjalan keluar, dia menemukan bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 11 pagi lewat. Tidak heran Li Sicheng datang untuk membangunkan dirinya. Setelah beberapa makanan pembuka, sudah waktunya untuk makan siang. Li Jinnan tinggal di rumah sakit pada hari sebelumnya, dan terlihat jauh lebih baik sekarang. Pria itu selalu mengenakan sebuah kemeja saja, jadi dia terlihat sangat buncit dan pucat hari ini. Ketika Li Jinnan melihat Su Qianci, Li Jinnan menyapa, "Kakak Ipar."

"Adik ipar, ini makan siang."

Li Jinnan tersenyum dan mengangkat tangannya. Sulit baginya untuk mengambil sumpit. Dia menghirup udara dingin sambil makan.

"Kenapa kau tidak tinggal di rumah sakit lebih lama? Para perawat akan merawatmu. Sangat tidak nyaman bagimu untuk pulang secepat ini."

Su Qianci mengambil sumpit Li Jinnan dan membantu adik iparnya mengambil makanan yang dicoba diambilnya. Ketika dia akan menyuapi Li Jinnan, Li Sicheng mengulurkan tangan, mengambil sumpit dari tangan istrinya, dan menjejalkan potongan makanan itu ke mulut adiknya. "Ayah ingin membiarkannya menderita, jadi dia tidak akan tinggal di rumah sakit. Lagipula dia tidak bisa mati."