Chapter 76 - Pertanyaan Bulan

Name:Nuansa Author:Sihansiregar
Neptunus dan Nuansa akhirnya sampai di rumah Neptunus. Sebisa mungkin Nuansa tidak berubah sikap di hadapan orang-orang di rumah Neptunus.

Ya, keputusan Neptunus untuk mengakhiri kontrak mereka secepat ini tadi membuatnya merasa lemas dan sedih, bukan karena dirinya tidak akan mendapatkan gaji besar lagi, namun karena ia kemungkinan besar benar-benar tidak akan pernah bertemu dengan pria itu lagi, dan Nuansa tidak mau hal yang mempengaruhi pikirannya itu membuat ada perubahan sikap di dalam dirinya yang bisa terbaca oleh orang-orang di rumah Neptunus.

Tidak, itu tidak boleh terjadi, karena itu akan mengacaukan segalanya.

Nuansa dan Neptunus lantas keluar dari dalam mobil Neptunus yang sudah terparkir di garasi, mereka kemudian berjalan menuju pintu depan rumah ini.

"Jadi ... ternyata baru satu minggu, ya?" ucap Nuansa.

"Hm? Apanya?" tanya Neptunus.

"Hubungan kita. Maksudku ... kontrak kita, karena aku merasa seperti satu tahun, rasanya sangat lama, namun tidak terasa, tunggu dulu, apa yang sebenarnya aku katakan? Lupakan saja, intinya, kau tahulah, kita telah pergi ke Korea bersama, aku belajar mengendarai mobil, mengacaukan pesta Emma, berduet di studio musikmu, mengubah penampilanku sebelum datang ke pesta Emma, wow, hal-hal itu rasanya terjadi bukan baru-baru ini, dan sulit rasanya dipercaya kalau semua itu terjadi hanya dalam waktu satu minggu. Maksudku, wow, hal-hal gila itu terjadi hanya dalam satu minggu ternyata."

"Hahaha, tampaknya kau benar-benar akan sangat merindukan masa-masa disaat kau menjadi pacar sewaanku."

"Sebenarnya aku tidak membicarakannya agar aku tidak merindukanmu nanti, itu murni karena aku ingin mengingat-ingat lagi apa saja yang telah aku lalui hanya dalam waktu satu minggu. Bisa dibilang, ini adalah satu minggu paling gila di kehidupanku."

"Hei, hei, hei, sudahlah, tidak usah diingat-ingat, lebih baik fokus saja dengan usaha apa yang akan kau buat nanti setelah kontrak kita selesai?"

"Hmm, aku belum memikirkannya, ada saran?"

"Aku ragu, tapi kurasa kau bisa mencoba untuk bermitra dengan Ibuku."

"Bermitra? Maksudmu ..."

"Ya, kau menanam saham di perusahaannya."

"Tunggu, itu adalah ide yang bagus, tapi kurasa aku tidak akan bisa melakukannya, maksudku ... aku hanya pedagang kecil, seorang penjual keripik singkong keliling, dan tiba-tiba aku berbisnis ala Pengusaha kaya raya, apa itu tidak akan membuatku sedikit terkejut badan?"

"Awalnya aku juga sedikit ragu, tapi sekarang aku seratus persen yakin kau akan bisa."

"Kenapa?"

"Kau gadis yang berbakat, percayalah."

Nuansa lantas tersenyum.

"Tapi ... setelah kontrak kita selesai, Ibumu pasti tahunya kalau kita putus, kan? Maksudku, kalau di otaknya aku adalah mantanmu, apa dia mau bermitra denganku?" tanya Nuansa.

"Ibuku mau bermitra dengan siapa saja, asalkan orang itu baik, jujur, dan tidak perhitungan, dan semua itu ada padamu," ujar Neptunus.

"Aku? Hahaha, kau pasti bercanda, aku minus besar di poin terakhir itu."

"Jadi kau menyadarinya, hahaha. Maaf, mungkin memang hanya itu kekuranganmu, tapi aku rasa itu bukan masalah besar darimu, kau bukannya orang yang perhitungan dalam artian yang benar-benar pahit, kau mengerti msksudku?"

"Ya."

"Begitulah, secara keseluruhan, kau sangat baik, dan Ibuku sangat menyukaimu, dia tidak akan peduli sekalipun kau adalah 'mantanku', itu bukan urusannya, kan? Begitulah pola pikir dia, apa lagi kalau yang dia tahu jika 'kita pisah secara baik-baik', dia pasti akan sangat mau bermitra denganmu, percayalah."

"Benarkah?"

"Iya."

"Tapi aku begitu minim pengalaman, aku pasti akan sangat merepotkan jika menjadi mitra, apa itu tidak akan apa-apa?"

"Minim pengalaman? Kau sudah menjadi seorang pengusaha sejak usiamu masih tiga belas tahun, sudah satu windu kau menjadi seorang pengusaha, Nuansa. Pengalamanmu sudah lebih dari cukup, kau pasti sudah paham tentang pangsa pasar dan yang lain-lain. Ingat kata-kataku ini baik-baik, tidak peduli sekecil apapun daganganmu, jika kau adalah bosnya, maka kau sangat bisa disebut sebagai seorang pengusaha, kau tidak ada bedanya dengan pengusaha besar seperti orangtuaku, yang membedakan kalian hanya cara bermain kalian, itu saja."

Nuansa terdiam takjub mendengar hal itu, kemudian ia memejamkan matanya sembari tersenyum.

"Terima kasih," ujar Nuansa, Neptunus lalu ikut-ikutan tersenyum.

"Ngomong-ngomong, kau cantik," kata Neptunus.

"Huh?" Nuansa langsung membuka matanya begitu mendengar pujian itu.

"Eh?! Apa?!" Neptunus tiba-tiba panik.

"Kau bilang apa tadi?" tanya Nuansa.

"Ti-tidak ada, lupakan saja, ayo kita masuk."

Keduanya lantas masuk ke dalam, tepatnya masuk ke ruang tamu, sementara di ruang tamu sendiri, Bulan terlihat sedang bermain ponsel dengan tasnya yang berada di sebelahnya.

Haha memberikan secangkit kepada Bulan yang terlihat sangat fokus pada ponselnya, sampai-sampai ia sepertinya tidak sadar dengan kehadiran orang lain di ruangan tersebut.

"Bibi, ada kedelai goreng?" tanya Neptunus pada Haha, belum sempat Haha menjawab, Nuansa langsung memotong.

"Jangan macam-macam kau, Neptunus!" seru Nuansa.

"Oh, ayolah, aku sangat ingin kedelai goreng sekarang," ujar Neptunus.

"Tidak ada hari tanpa kedelai goreng di rumah ini, Tuan Neptunus, kau tahu sendiri, kan?" Haha menjawab pertanyaan Neptunus.

"Bibi, sudah berapa kali aku bilang? Cukup 'Neptunus' saja, tidak usah pakai 'Tuan', begitu juga dengan Vega," kata Neptunus.

"Ah, iya, lupa."

Neptunus kemudian tersenyum.

"Berarti kedelai gorengnya ada di dapur, ya?" tanya Neptunus.

"Iya, ada," jawab Haha.

"Ayo kita ke dapur," ajak Neptunus, ia dan Haha pun lalu pergi ke dapur, meninggalkan Nuansa dan Bulan di ruang tamu, dengan Bulan yang dari tadi tidak melepaskan pandangannya dari layar ponselnya.

Nuansa kemudian duduk dan memerhatikan Bulan.

'Apa bibi Bulan bermain game? Kenapa sampai segitu seriusnya?' batin Nuansa.

'Game? Yang benar saja, wanita karier seperti dia mana mungkin memiliki waktu untuk bermain game,' pikir Nuansa, ia terus memerhatikan ibu Neptunus dan Vega tersebut.

Dilihatnya jari-jari bulan yang bergereak lincah, dari situ Nuansa memahami bahwa Bulan sedang berkirim pesan dengan seseorang, dan tampaknya itu adalah urusan bisnis, makanya Bulan terlihat sangat serius, hingga akhirnya, sekitar 2 menit kemudian, Bulan selesai bermain ponsel dan terkejut dengan kehadiran Nuansa.

"Eh, Nuansa?" ucap Bulan.

"Engh, hai, Bibi," sapa Nuansa.

"Sejak kapan kau ada di sini?" tanya Bulan yang terlihat sangat terkejut.

"Sejak beberapa menit yang lalu, Bibi."

"Ya ampun, maafkan aku karena aku tidak menyadari keberadaanmu, aku benar-benar keterlaluan."

"Ahahaha, tidak apa-apa, Bibi, aku mewajarkannya. Bibi ada urusan bisnis, ya?"

"Iya, bahkan ketika aku ingin beristirahat sebentar di rumah sambil menikmati secangkir kopi, selalu ada saja urusan bisnis yang minta perhatian lebih."

"Hahaha."

"Yah, begitulah," ujar Bulan sembari menyeruput kopinya.

"Tapi bukannya sekarang paman Eugene membantu Bibi? Seharusnya hal itu semakin memperingan pekerjaan Bibi, kan?" tanya Nuansa.

"Tepat sekali, saat ini aku telah mendapatkan bantuannya, tapi aku masih sesibuk ini," ucap Bulan.

"Hahaha."

"Ya, pengaruhnya cukup kecil untuk saat ini, tapi kedepannya keberadaannya akan sangat membantuku, syukurlah."

"Bibi dan paman Eugene benar-benar saling melengkapi, ya."

"Itulah gunanya pasangan, Nuansa, sama halnya dengan kau dan Neptunus, kalian pasti saling melengkapi, kan?"

"Ahahaha, ya."

Bulan kemudian tersenyum.

"Ngomong-ngomong, apa kalian sudah pernah membicarakan tentang rencana pernikahan kalian?" tanya Bulan. Mendengar pertanyaan itu, sontak saja Nuansa terkejut.

"Huh? Pernikahan?" ucap Nuansa.

"Iya, pernikahan kalian, kalian berdua pasti akan menikah, kan? Aku yakin Neptunus sudah tidak sabar untuk menikahimu, kau adalah gadis yang baik, kami semua menyukaimu, jadi Neptunus pasti sudah kepikiran untuk melamarmu walaupun kalian sepertinya baru menjalin hubungan."

"Engh ..."