Chapter 334: Apa Kamu Pikir Aku Tidak Bisa Membunuhmu?

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Randika menggelengkan kepalanya. "Jangan khawatir. Jika mereka mati, mereka tidak pantas bekerja di bawah perintahku."

Sesudahnya Randika berkata seperti itu, tiba-tiba, satu per satu ruangan terdengar jeritan tragis. Dapat terdengar bahwa teriakan itu terbatas pada meminta tolong ataupun memohon ampun atas nyawa mereka.

"Ran, suara apa itu!" Deviana yang cemas itu segera menggenggam baju Randika dan menarik-nariknya. Dia akhirnya sudah tidak tahan lagi dan menyuruh anak buahnya untuk bersiap menerobos masuk. "Bersiap untuk masuk!"

"Sudah santai saja, tunggu 5 menit lagi." Randika menghentikan Deviana. "Kamu boleh memukulku jika aku berbohong."

"Ran, ini bukan masalah kecil." Deviana merasa jengkel dengan Randika yang terus terlihat tenang itu. Bagaimanapun juga, kasus ini sendiri cukup besar dan bisa mempengaruhi kariernya.

"Sudah tidak usah khawatir, orang-orang yang masuk itu orang-orangku." Randika tersenyum kecil. Suasana hatinya yang jenuh itu kembali membaik sedikit.

Para polisi ini tidak sependapat dengan Randika. Mendengar jeritan-jeritan tragis dan suara tembakan, keenam orang itu pasti sudah disiksa habis oleh para kriminal. Mereka berpikir bahwa orang ini sungguh bodoh.

Pada saat ini, dari apartemen terdengar suara teriakan panik. "Ah tidak!! Jangan ke sini!"

Setelah teriakan itu, suasana hening kembali. Ketika mendengar teriakan itu tadi, para polisi dan Deviana sudah terkejut bukan main. Mereka merasa bahwa pernah mendengar suara orang itu, bukankah itu suara target mereka?

Kalau begitu, teriakan-teriakan tragis tadi berasal dari para penjahat?

Memikirkan hal ini, ekspresi para polisi berubah semua. Ketika mereka melihat sosok Randika, wajah mereka tampak bingung.

Beberapa saat berikutnya, Serigala dan anak buahnya keluar dari dalam gedung. Ekspresi anak buah Serigala sudah bagaikan zombie, benar-benar terlihat kosong.

Melihat orang-orang bersimbah darah ini, semua polisi merinding bersamaan.

Wajah Serigala masih tetap terlihat tenang meskipun darah telah memenuhi wajahnya, dia terlihat bagaikan binatang buas yang baru saja memakan mangsanya.

Ketika Serigala datang ke hadapan Randika, dia sedikit merasa malu. "Tuan, kami di dalam lepas kendali untuk sesaat. Kami tidak sengaja membunuh mereka semua, apakah kita seharusnya menangkap mereka hidup-hidup?"

Semua telah dibunuh?

Deviana dan bawahannya jelas terkejut ketika mendengarnya. Mereka telah di sini semalaman mengepung dan bertempur susah payah dengan mereka.

Dan sekarang Randika dan orangnya masuk cuma 10 menit dan mereka telah membunuh mereka semua? Mereka dengan gampangnya mengatakan bahwa 6 orang ini berhasil membunuh sebuah organisasi penyelundup? Sulit untuk dipercaya!

Di saat semuanya masih bingung, Randika mengangguk dan menoleh ke arah Deviana. "Targetmu telah mati semua, apakah tidak apa-apa?"

Deviana mengangguk sambil tidak tahu harus berkata apa. Dia dengan cepat memberi sinyal pada bawahannya dan menyuruh mereka masuk ke dalam gedung untuk memeriksa keadaan lebih lanjut.

Setelah masuk, para polisi ini menemukan bahwa para pengedar narkoba ini sudah tergeletak di mana-mana dan berlumuran darah. Terlebih lagi, wajah mereka terlihat ketakutan dan senjata mereka sudah kosong tidak berpeluru.

"Mereka benar-benar telah mati."

Semuanya saling memandang satu sama lain, kejadian ini benar-benar tidak masuk akal.

Para polisi ini segera menyebar ke seluruh lantai. Pada saat ini, seorang polisi menyadari bahwa korban yang ada di hadapannya ini mati seperti orang yang lehernya telah dipatahkan.

Yang lainnya menemukan bahwa para penjahat ini ada yang dihajar sampai babak belur hingga mati dan ada yang sampai tangan dan kakinya remuk semua!

Jika dilihat baik-baik, semua penjahat ini mati oleh tangan kosong.

Memikirkan hal ini, para polisi ini menghirup udara dalam-dalam.

Monster seperti apa mereka sebenarnya?

Keahlian bela diri pasukan Ares benar-benar mengerikan.

Pada saat ini, Randika sudah kembali menuju markas sementara pasukannya. Berkat perintahnya, seluruh dunia bawah tanah Cendrawasih kembali bekerja. Di bawah ancaman pasukan Ares, para gangster yang masih bertahan telah mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk mencari Anna.

Di bandara, stasiun kereta api, pangkalan bemo, pangkalan bis, semua orang terlihat memegang foto Anna di tangan mereka. Bisa dikatakan bahwa hampir semua titik transportasi di Cendrawasih telah dikepung oleh pasukan Ares.

Ketika Randika pulang ke rumah, Inggrid menghampirinya. "Ran, ini tadi pagi ada paket untukmu. Aku taruh di meja makan."

Paket?

Randika belum pernah mendapatkan paket seperti ini sebelumnya, hati Randika langsung menjadi waspada. Dia mengangguk ke arah Inggrid dan berjalan menuju paket tersebut.

Paket itu terbungkus dengan rapi dan duduk manis di atas meja. Menurut penglihatannya, itu tidak mungkin sebuah bom.

Ketika dia membukanya, tidak disangka-sangka ternyata itu adalah sebuah kaset CD; Randika terlihat bingung.

Kemudian dia memutar kaset tersebut di DVD player yang ada di ruang tamu. Tidak lama kemudian, sosok Anna muncul di balik layar!

Dalam sekejap aura membunuh Randika keluar dengan hebat.

Jelas ini merupakan rekaman yang dibuat oleh Anna sendiri. Pada saat ini, wajah Anna terlihat sedang mengejek dan puas.

"Bagaimana hadiah yang kupersiapkan untukmu Randika? Apakah itu menyenangkan?"

Wajah Anna benar-benar bengis, nada suaranya mengandung kebencian yang sangat mendalam. Setelah itu ekspresinya berubah menjadi sedih. "Tetapi sayang sekali, aku tidak bisa membunuh pelacur yang kamu sebut istri itu. Lain kali aku akan memastikan bahwa Inggrid akan menemani adikku di liang kuburnya."

Suara TV yang diputar ini lumayan keras sehingga Inggrid yang ada di dapur penasaran dengan apa yang sedang dilihat oleh Randika. Meskipun wajah suaminya itu terlihat tenang, tubuhnya benar-benar kaku. Ketika matanya tertuju pada TV, Inggrid terkejut bukan main. "Anna?"

Anna merupakan kakak dari Hans dan merupakan anak keempat dari Ivan. Sebelumnya Inggrid pernah bertemu dengannya karena keluarga Alfred dan keluarga Laibahas adalah teman lama.

Randika tidak berbicara sama sekali, Anna yang terlihat sedih itu kembali tersenyum.

"Tapi itu tidak masalah, aku masih punya banyak waktu untuk bermain dengan kalian semua. Aku hanya penasaran saja, apa sebaiknya aku bunuh Inggrid pakai bom lagi atau perlu aku menyewa orang untuk memperkosanya baru membunuhnya?"

Anna lalu tertawa dengan liar, ekspresinya sudah mirip orang gila. Bila diperhatikan baik-baik, kegilaannya ini sudah mirip Shadow.

Inggrid hanya berdiri dengan tubuh yang gemetar, dalam sekejap dia langsung memeluk Randika.

Melihat istrinya yang ketakutan itu, Randika dengan lembut mengelus kepalanya dan berkata dengan nada yang menenangkan. "Jangan khawatir, aku ada di sini."

"Baiklah." Inggrid mengangguk dan memejamkan matanya, dia tidak berani menatap sosok perempuan yang ada di TV itu lagi.

Wajah Randika benar-benar terlihat dingin. Seekor semut berani menantang sang raja hutan? Dia bodoh atau gila?

Aku sudah membunuh hampir semua anggota keluargamu, apa kamu pikir aku tidak bisa membunuhmu?