Chapter 322: Membeli Kebebasan si Monyet

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Pada saat ini para penonton sudah ketakutan setengah mati, monyet itu tidak berniat mencelakai mereka bukan?

Melihat wajah dan badan si pawang yang penuh luka di hadapanmu jelas jika monyet itu menangkapmu maka mereka akan bernasib sama.

Memikirkan kemungkinan seperti itu, para penonton ini sudah berlarian ke mana-mana. Si monyet yang sudah jengkel dengan penonton yang tidak menolong dan menertawai dirinya daritadi, mulai meraung dan menerjang ke arah para penonton!

"Awas!"

"Minggir!"

"Ah!"

Keadaan menjadi kacau dengan cepat. Semua orang lari berhamburan dan tidak memedulikan sesama mereka. Monyet tersebut berhasil mendarat di salah satu kepala seorang pria. Pria itu menjadi panik dan berusaha melempar monyet itu dengan keras.

"Jangan lempar monyet itu ke aku!" Temannya yang di sampingnya menyuruhnya untuk melemparnya ke arah yang lain.

"Awas! Monyet itu menyerang lagi." Seseorang menjadi panik ketika melihat monyet itu berlari menuju dirinya. Mulut dengan gigi yang tajam dan kuku tangannya yang tajam itu mengarah padanya.

Monyet itu kembali berteriak dan orang-orang saling mendorong. Di tengah kekacauan ini, beberapa orang terluka karena terjatuh dan juga ada yang menjadi korban kemarahan si monyet.

Tidak lama kemudian, orang-orang yang menonton aksi pawang monyet ini sudah berhasil kabur semua. Mereka berdiri di atas kursi ataupun masuk ke dalam mobil mereka sambil melihat monyet itu mengamuk dari jauh.

"Sialan monyet itu, aku sudah bayar mahal-mahal malah harus sembunyi seperti ini."

"Memangnya kamu masih mau lihat monyet itu? Silahkan mati sendiri saja, aku tidak mau menemanimu." Kata temannya.

Mungkin kemarahan orang ini cukup dimaklumi karena dia salah menaruh uang 100 ribu yang dikiranya 10 ribu itu.

Pada saat ini, seorang anak kecil yang sedang berlari dengan ibunya itu terjatuh karena didorong dari belakang oleh orang. Karena tidak bisa menemukan ibunya, dia mulai menangis.

Si monyet melihat anak kecil ini dan meraung seakan-akan bersiap untuk perang. Dengan keempat cakarnya yang tajam, dia berlari menuju anak kecil tersebut.

Melihat monyet itu berlari ke arahnya, tangisan anak kecil itu semakin menjadi-jadi.

Orang-orang yang berlarian itu awalnya ingin membantu si anak kecil itu. Tetapi melihat sosok bengis si monyet, kaki mereka tidak bisa bergerak.

Tamat sudah si riwayat anak kecil itu.

"Bodoh, kenapa mereka meninggalkan anak kecil itu!" Ucap salah satu orang yang sudah bersembunyi di dalam mobilnya.

Namun pada saat ini, sesosok pria berdiri di hadapan anak kecil tersebut. Tapi sayang sekali, sosok itu terlihat lemah dan kurus.

"Wow dia mengorbankan diri untuk anak kecil itu!"

"Sepertinya orang itu akan terluka parah sama dengan si pawang, aku harap ambulans segera datang."

"Hei, mau taruhan berapa lama orang itu bisa berdiri? Aku bertaruh 2 menit!"

Orang-orang tidak optimis Randika dapat mengatasi monyet bengis itu. Si monyet sendiri tidak peduli siapa yang dihadapinya, dengan kukunya dan giginya yang tajam dia melompat ke arah Randika.

Randika tidak bergerak dan ekspresinya tetap tenang, orang-orang yang melihat kejadian ini sudah menahan napas mereka. Mati sudah pria itu!

Namun, pada saat monyet itu dekat, Randika dengan santai mengulurkan tangan kanannya. Monyetnya yang awalnya berteriak tanpa henti dan mengayunkan cakarnya tiba-tiba sudah tidak bersuara.

Orang-orang terpana ketika melihat Randika dengan santai memegang si monyet yang sudah tidak sadarkan diri di tangannya.

Kenapa monyet itu tiba-tiba tidak sadarkan diri?

Mustahil!

Semua orang terkejut dan tidak tahu harus berkata apa, sepertinya pria itu benar-benar kuat! Mereka bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya untuk membuat si monyet itu pingsan. Tahu-tahu monyet itu sudah bergelantungan tidak sadarkan diri di tangan Randika.

Randika lalu meletakan monyet itu di tanah lalu menggendong anak kecil yang masih menangis itu. Dengan wajah yang tersenyum Randika berkata padanya. "Jangan menangis lagi, tuh coba kamu lihat monyetnya yang tidur itu. Lucu bukan?"

Setelah berkata seperti itu, anak kecil itu melihat si monyet yang tertidur lelap dan tersenyum. Namun tiba-tiba monyet itu kembali sadar dan terlihat bingung, sepertinya ia tidak tahu apa yang telah terjadi. Ketika monyet itu melihat Randika, insting hewannya mengatakan bahwa orang itu bukan lawannya dan menjadi patuh olehnya.

Meskipun hanya merasakan sekali kekuatan Randika, monyet itu sudah sangat paham betapa berbahayanya Randika.

Ketika melihat monyet itu tiba-tiba bangun, anak kecil itu sedikit ketakutan dan bersembunyi di belakangnya Randika.

"Cepat minta maaf ke anak ini!" Randika mengerutkan dahinya dan monyet itu ketakutan. Ia lalu mengulurkan tangannya dan membungkuk ke arah anak kecil itu.

Ketika anak kecil tersebut melihat monyet ini berusaha meminta maaf, dia langsung tertawa. Orang-orang di sekitar mereka sudah terkagum-kagum melihat hal ini. Pria itu justru lebih hebat daripada si pawang. Hanya satu kata dan monyet itu patuh?

Orang-orang di sekitar Randika mulai bertepuk tangan, berkat Randika anak kecil itu bisa selamat.

"Hebat!"

"Hei, kenapa kamu tidak memeliharanya saja? Kamu bisa punya banyak uang nanti!" Teriak salah satu orang.

Tanpa monyet ini aku juga sudah kaya bro, pikir Randika.

Suasana kacau tadi dengan cepat menjadi tenang, monyet yang bengis tadi itu sekarang duduk di pundak Randika dengan tenang.

Ketika orang-orang mulai menolong mereka yang terluka, perut si monyet berbunyi. Sepertinya ia belum makan seharian ini.

Pada saat ini, si pawang monyet menghampiri Randika dengan keadaan compang-camping.

"Kembalikan monyetku, binatang itu milikku."

Ketika melihat si pawang, monyet itu memperlihatkan taringnya dan mendesis lalu bersembunyi di belakang Randika.

Jelas Randika tidak akan membiarkan pawang ini mengambil monyet ini lagi. Pawang ini benar-benar biadab dan kejam, monyet ini akan mati apabila dia kembali ke tangan pemiliknya itu.

Monyet itu terus menerus mendesis, seakan-akan sedang memprotes bahwa dirinya sudah keluar dari bisnis pawang monyet.

Randika memperhatikan monyet yang berdiri di belakangnya dan berkata pada si pawang. "Jika kamu menyiksa monyet ini berlebihan, ia tidak akan ikut lagi denganmu. Percuma kamu berharap dia patuh."

"Itu bukan urusanmu. Binatang itu milikku dan terserah aku bagaimana caraku mendidiknya." Wajah si pawang dengan cepat menjadi marah. "Kembalikan atau kulaporkan ke polisi jika kau mencurinya."

Randika dengan santai menjawab. "Aku tidak pernah mencuri, aku berniat untuk membeli monyet ini darimu."

Si pawang itu makin marah. "Monyet itu tidak untuk dijual!"

Bersamaan dengan ini, si pawang berniat menyeret monyetnya dan pergi dari tempat ini. Namun, tiba-tiba langkah si pawang terhenti ketika dia melihat tatapan tajam Randika.

Randika yang sekarang benar-benar terlihat menakutkan, jelas dia bukan orang awam.

Randika terlihat meraba-raba saku celananya, dia lalu tersenyum pahit ketika menyadari dia tidak membawa uang. Dia lalu berkata pada Christina yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Kamu bawa uang?"

Orang-orang tidak tahu apa yang sedang dibicarakan si pawang yang masih terluka itu dengan Randika. Mereka mengira bahwa pria itu berniat membalas dendam karena kekacauan yang ditimbulkan oleh si pawang tetapi mereka tidak akan mengira bahwa Randika sebenarnya ingin membeli kebebasan si monyet.