Chapter 317: Memanfaatkan Randika

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Supir taksi itu lalu melanjutkan. "Dari kata orang-orang, tidak ada anggota keluarga Alfred yang selamat kemarin. Jadi bisa dikatakan bahwa keluarga itu sudah hilang dari ibukota ini." Entah kenapa Randika merasakan suara supir taksi itu terdengar sedih sekaligus rindu.

"Aku tidak tahu siapa yang tega melakukan semua hal ini pada keluarga besar itu. Aku sendiri sudah mengenal lama keluarga itu, sejak aku kecil nama keluarga Alfred sudah menggema di kota ini!"

Mungkin keluarga Alfred di hati orang-orang awam adalah keluarga besar yang terhormat tetapi yang mereka tidak ketahui adalah betapa busuknya keluarga aristokrat tersebut.

Randika hanya bisa tertawa. "Wah bapak sepertinya sayang sekali sama keluarga Alfred, apa bapak jangan-jangan dulu pernah bekerja di sana?"

"Hahaha." Supir taksi itu hanya tertawa lalu terdiam.

"Yah terlepas dari sayang atau tidak, kejadian kemarin benar-benar membuat kota ini kacau. Lagipula, masalah ini juga sebenarnya tidak terlalu berpengaruh untuk rakyat kecil sepertiku. Jadi ada atau tidaknya keluarga Alfred di Jakarta, kita para rakyat kecil ini tetap meneruskan hidup mereka."

"Masuk akal." Randika lalu tersenyum, sepertinya kata-kata bapak ini benar. Namun pada saat ini, tiba-tiba supir taksi itu menambahkan.

"Tetapi menurutku teroris itu sudah tidak bisa kabur lagi, bahkan dia harusnya dieksekusi mati ketika tertangkap."

Hmm? Kenapa tiba-tiba dia berkata seperti itu? Sesuai dugaannya, ketika Inggrid mendengar hal ini, dia menggenggam erat tangan Randika.

Dia sudah bertekad dalam hatinya, bahkan jika Randika dieksekusi mati, dia akan mati bersama dengan dirinya.

Inggrid tidak ingin Randika kenapa-kenapa, tetapi kejadian ini terlalu luas pengaruhnya. Bagaimanapun juga, orang-orang telah mati dan pada akhirnya pihak kepolisian perlu seseorang untuk mempertanggung jawabkan hal ini.

Melihat wajah khawatir istrinya itu, Randika berkata padanya sambil tersenyum. "Bodoh, apa kamu pikir aku akan meninggalkanmu lagi?"

Inggrid terdiam dan membenamkan kepalanya di pundak Randika.

Di sisi lain, di sebuah markas militer tersembunyi di sebuah ruangan rapat.

"Hum." Seorang pria mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. "Orang ini berani sekali mengacak-ngacak ibukota negara, buat apa kita membahasnya lagi? Tangkap dan bunuh dia!"

Pemuda ini memang memakai baju sederhana tetapi semangatnya yang meluap-luap itu sungguh luar biasa! Namanya adalah John, rasa keadilannya tidak kalah tinggi dari Deviana.

Selain John, beberapa penatua duduk bersama dengannya di ruangan rapat ini. Mereka terlihat seperti umur 50-60, jabatan mereka di kepolisian sudah sangat tinggi.

Di antara mereka, terdapat seorang laki-laki muda yang mengenakan jas. Meskipun Dani ini adalah sekretaris, dia mewakili atasannya yang sangat berpengaruh.

Beberapa orang ini terlihat muram dan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Mereka hanya menghisap rokok mereka dengan diam ataupun meminum minuman mereka. Di hadapan mereka berbagai berkas tentang aksi Randika membantai keluarga Alfred tergeletak begitu saja.

Begitu John selesai berbicara, semua orang di ruangan ini terdiam bahkan beberapa dari mereka terlihat muram. Kejadian memalukan ini terjadi di wilayah kekuasaan mereka, bisa dikatakan bahwa masalah ini merupakan tamparan keras di wajah mereka.

"Bagaimana kondisi tersangka hari ini?" Seseorang bertanya.

"Menurut pengintaian kami, Randika sekarang sedang dalam perjalanan menuju bandara. Sedangkan untuk media, kami sudah memberikan klarifikasi bahwa masalah ini sudah ditangani dengan baik tetapi kami belum mengumumkan siapa pelakunya." Jawab seseorang.

"Kemampuan orang ini benar-benar luar biasa, kita bahkan tidak tahu siapa dia sebenarnya. Jika kita mengumumkan bahwa Randika adalah pelakunya, siapa tahu bahaya apa yang datang menyusulunya."

"Menurut pendapatku, bagaimana kalau kita meminta Arwah Garuda untuk menangkapnya?"

Semua orang terdiam, mereka berpikir dengan keras. Namun pada saat ini, tiba-tiba ada perempuan muda yang masuk ke dalam ruangan mereka. Di tangannya terlihat sebuah berkas.

Di bawah tatapan semua orang, perempuan itu membagikan berkas itu ke semua orang dan duduk. Dengan wajah serius dia berkata pada semuanya. "Berkas yang kalian semua pegang adalah informasi mengenai Randika, silahkan dibaca terlebih dahulu."

Perempuan muda ini adalah salah satu pemimpin dari Arwah Garuda!

Ketika mereka mulai membaca berkas tersebut, mata mereka terbelalak dan hampir copot dari wajahnya.

Untuk mendapatkan informasi mengenai Randika adalah pekerjaan mudah bagi Arwah Garuda. Lagipula Indonesia adalah wilayah kekuasaan mereka, tidak ada orang yang bisa lolos dari mata mereka.

"Kakek-kakek itu orang tuanya?" Salah satu dari mereka sudah gemetaran tanpa henti, melihat informasi mengenai keluarga Randika, dia menyadari nama-nama yang sangat familier baginya. Nama-nama itu benar-benar kabar buruk baginya!

Di zamannya masih muda, kakek-kakek itu sudah sangat menyusahkan dirinya dan sekarang dia berhadapan dengan anaknya? Siksaan macam apa ini?

Membaca informasi di tangan mereka, semua orang menjadi terdiam. Mereka tidak bisa mempercayai apa yang telah mereka baca ini.

Pertama-tama adalah kenyataan Randika memobilisasi seluruh polisi Jakarta untuk mengejarnya. Meskipun sudah mengerahkan seluruh kemampuan mereka, mereka sama sekali tidak berdaya di hadapan Randika. Belum lagi Randika menghancurkan keluarga Alfred bersama dengan para anteknya itu.

Informasi berikutnya adalah keempat kakek yang menjadi orang tua Randika itu. Bahkan para eselon negara ini akan tunduk ketika bertemu dengan keempat kakek tersebut. Jika mereka sampai menyinggung mereka, mereka harus siap-siap bunuh diri sebagai permintaan maaf.

Pada saat ini, Dani tiba-tiba berkata pada semuanya. "Kita bisa memanfaatkan orang ini."

Ketika kata-kata itu keluar, semua orang menjadi serius. Memanfaatkan orang itu? Gila apa kamu?

"Menurut pendapatku, jika kita tidak bisa membunuh orang ini maka jebloskan saja dia ke dalam penjara. Bagaimanapun juga, dia telah melanggar hukum dan memenjarakannya bukanlah suatu hal yang aneh." Kata seseorang, dia mengabaikan saran gila Dani tersebut.

"Sedangkan untuk keempat kakek itu, selama kita tidak membunuh anaknya itu maka mereka tidak punya alasan untuk mengamuk. Lagipula kita juga bergerak menurut hukum."

Setelah orang itu selesai menjelaskan, semua orang kembali berpikir.

Pemimpin dari Arwah Garuda juga angkat bicara.

"Kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Randika merupakan pemimpin dari dunia bawah tanah di Jepang. Pasukannya itu terdiri dari ratusan orang yang terlatih. Jika kita bergerak dan menangkap Randika, ini sama saja dengan menyatakan perang dengan mereka. Justru hal ini akan mendatangkan perang ke dalam negara kita."

Ketika mendengar kata-katanya ini, John dan yang lain langsung terdiam. Meskipun mereka sangat ingin menangkap Randika, membahayakan keselamatan negara mereka sangat tidak sepadan.

Pada saat ini, Dani berdiri dan tersenyum. "Bapak dan Ibu sekalian, ijinkan aku untuk berbicara. Kita bisa memanfaatkan Randika untuk kepentingan kita. Apalagi dia memiliki keluarga yang mengerikan dan juga pasukan yang kuat!"

"Kita juga harus akui bahwa kita tidak bisa menyentuh Randika sama sekali. Oleh karena itu, kenapa kita tidak membiarkan Randika menjadi sekutu kita? Hal ini juga sangat bermanfaat bagi kita dan menguatkan negara kita."

"Hal yang paling penting kita lewatkan dari kejadian ini adalah alasan terjadinya pembantaian kemarin. Aku bisa pastikan bahwa tidak ada unsur politik di balik tindakan Randika kemarin. Randika membantai mereka karena pertikaian mereka yang melibatkan perjanjian lama keluarga Alfred dan keluarga Laibahas yaitu pernikahan Inggrid Elina dengan Hans. Jadi tindakan Randika kemarin itu sama sekali tidak merugikan negara, meskipun dia memang melanggar hukum dengan membunuh. Tetapi…."

Sekretaris Dani lalu menatap semua orang.

"Bukankah hancurnya keluarga Alfred ini menjadi sebuah kesempatan? Jika kita berhasil menghancurkan para keluarga aristokrat itu dari akarnya, bukankah pertarungan kuasa di negara ini akan dimenangkan oleh pemerintah?"

Setelah mendengarkan kata-kata Dani, salah satu dari mereka langsung berkomentar. "Ini pendapatmu atau pendapat atasanmu?"

Dani lalu tersenyum. "Aku telah membahas masalah ini dengan atasanku sebelumnya dan aku hanya menyampaikan kata-kata beliau."

Lalu pemimpin Arwah Garuda itu menambahkan.

"Arwah Garuda sudah membuat perkiraan. Jika kita ingin Randika mati maka organisasi kami harus siap kehilangan 30 orang terbaik kami, ratusan orang anggota elit dan 5000 anggota biasa."

"Jika kita ingin menangkap Randika, kita harus siap membayar 15 orang terbaik kami, ratusan anggota elit dan 3000 anggota biasa."

"Jadi kata-katanya itu cukup masuk akal, cara terbaik menghadapi Randika bukanlah membunuhnya ataupun menangkapnya."

Seseorang dari mereka menyelanya. "Apakah dia sekuat itu?"

Seorang pria paruh paruh baya yang daritadi terdiam mengatakan. "Jika Arwah Garuda berkata seperti itu maka kenyataannya adalah seperti itu. Jangan pernah memakai akal sehat ketika menghadapi orang seperti Randika ini. Kejadian kemarin saja sudah tidak masuk akal. Menurutku kata-kata sekretaris Dani ini masuk akal. Kita bisa memanfaatkan Randika untuk meruntuhkan keluarga aristokrat, dengan ini kita bisa mendapatkan manfaat darinya."

Pada saat ini semua orang dapat memahami alasan tersebut. Tetapi ada seseorang yang masih terlihat bingung. "Terus bagaimana dengan masyarakat?"

"Masalah ini bisa kita atur, yang terpenting adalah kita menggiring opini rakyat bahwa masalah ini sudah selesai. Kita juga bisa mengatakan bahwa kita sudah menembak mati tersangkanya dan menguburkannya secara diam-diam."

Orang tersebut mengangguk, di dalam hatinya dia sedikit lega. Selama masalah ini cepat selesai, dia bisa tidur dengan tenang.

"Kalau begitu pantau terus Randika dengan ketat. Dia memang lolos dari masalah ini tetapi jangan biarkan dia bertindak semena-mena."

"Kita juga harus menenangkan keresahan orang-orang terhadap masalah ini."

Setelah membahas hal-hal yang perlu mereka lakukan setelah ini, akhirnya rapat ini ditutup.