Chapter 315: Pembantaian di Malam Hari

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Randika terdiam di tempatnya berdiri, matanya memperhatikan sekelilingnya dengan seksama.

Melihat wajah dingin Randika, semua orang makin ketakutan; hal ini termasuk para polisi yang bersenjatakan lengkap itu.

Mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana Randika membantai para anggota keluarga Alfred tanpa pandang bulu. Kejadian mengerikan ini akan selalu terekam di benak mereka.

Para tamu undangan itu berusaha tidak bergerak ataupun mengatakan apa-apa, meskipun mereka memiliki hubungan dengan keluarga Alfred mereka hanyalah rekan bisnis.

Di hadapan pilihan hidup atau mati, sifat busuk manusia akan keluar. Mereka yang awalnya mendukung dan memberikan bantuan pada Ivan, sekarang nyali mereka sudah menciut dan tidak berani menunjukan batang hidungnya.

Apa pun yang terjadi, mereka tidak boleh menyinggung Randika sama sekali.

Inggrid yang bersembunyi sepanjang waktu menatap wajah dingin Randika, wajah suaminya itu sedingin kutub utara.

Sambil tersenyum, Randika menghampiri Inggrid dan memegang tangannya. Meskipun Randika bersimbah darah di seluruh tubuhnya, Inggrid tetap terlihat tenang.

"Ayo kita pergi dari sini." Kata Randika dengan nada yang lembut. Wajahnya itu tersenyum lembut meskipun ada darah musuhnya yang mengering. Inggrid mengangguk pelan sambil meneteskan air mata. Keduanya lalu berjalan berdua sambil berpegangan tangan.

Inggrid merasa ini semua adalah salahnya. Darah yang tertumpah hari ini semuanya berawal dari penolakannya menikahi Hans. Seiring berjalannya waktu konflik itu berujung hingga hari ini. Namun ada satu hal yang pasti. Di segala cobaannya ini, Randika selalu mendukungnya bahkan rela membunuh Ivan agar keluarga Alfred tidak mengganggu mereka lagi. Hal ini membuat Inggrid bersumpah akan mengikuti Randika hingga akhir hayatnya.

Jika Randika berani melawan seluruh dunia untuknya, jelas Inggrid akan menemaninya untuk selamanya bahkan di dunia berikutnya.

Inggrid tidak peduli dengan keluarga Alfred, dia tidak peduli dengan identitas asli Randika. Yang hanya ingin dia mau adalah sosok Randika di sisinya, itu sudah cukup baginya.

Tidak peduli cobaan apa yang akan datang, Inggrid tidak akan pernah meninggalkan Randika.

Ini adalah sumpah yang dia buat di dalamnya, hidupnya ini adalah milik suaminya.

Sambil berpegangan tangan, keduanya saling bertatap-tatapan. Keduanya tersenyum dan berjalan menuju pintu keluar dari tempat ini.

Para polisi dan tamu undangan tidak ada yang berani mencegah mereka berdua. Mereka hanya berdiri dan melihat keduanya pergi sambil menahan napas mereka.

Mereka tidak berani menghalangi langkah dewa maut tersebut. Bahkan Bruno dan anggota Arwah Garuda lainnya juga terdiam. Menghentikan Randika berarti mencari mati!

Setelah memastikan sosok iblis tersebut menghilang, sekarang di halaman keluarga Alfred dilanda oleh kesunyian. Kemudian satu per satu tamu undangan pulang menuju kediaman mereka. Apa yang telah terjadi hari ini harus disampaikan pada seluruh anggota keluarga mereka.

Pada saat yang sama, sirene polisi masih berbunyi, suara baling-baling helikopter masih memenuhi langit tetapi para polisi itu hanya bisa tersenyum pahit dengan kejadian ini. Mereka sama sekali tidak berdaya.

Bruno juga menyampaikan informasi ini pada markasnya. Ketika dia ingin menyusul dan mengintai Randika dari jauh, dia mendapatkan pesan dari markasnya.

"Kembalilah ke markas secepat mungkin, masalah ini akan ditinjau oleh para pimpinan."

Melihat pesan ini, Bruno benar-benar tertegun. Jelas markasnya ini tidak mau berurusan dengan Randika untuk sekarang, sepertinya markasnya itu sudah tahu betul siapa lawan mereka kali ini.

Bruno lalu menatap langit dan berpikir, siapakah orang itu sebenarnya.

.....

Di sisi lain, Randika yang bersimbah darah itu membawa Inggrid ke sebuah hotel untuk beristirahat.

Meskipun ada sedikit kendala di lobi karena penampilan Randika, mereka akhirnya mendapatkan sebuah kamar.

Randika lalu mandi dan membuang bajunya sedangkan Inggrid bersiap untuk tidur.

"Jangan khawatir, beristirahatlah dengan tenang. Serahkan sisanya padaku." Randika membelai rambut Inggrid dengan lembut.

"Iya." Jawab Inggrid sambil tersenyum. Dia sama sekali tidak khawatir karena dia mempercayai Randika!

Ini bukan pertama kalinya Randika menyelamatkan hidupnya, dia sudah berkali-kali melakukannya. Yang paling diingatnya adalah hari di mana Randika menyelamatkan dirinya dari perjanjian nikah keluarganya. Dengan gagah berani Randika melawan kedua keluarga aristokrat Jakarta demi dirinya. Kedua adalah ketika dia diculik oleh Shadow, di tengah-tengah proses itu Randika menyelamatkannya ketika dia dilempar dari atas gedung. Dan terakhir adalah ketika Randika rela melompat dari atas tebing untuk menyelamatkan dirinya!

Sudah berkali-kali suaminya ini menyelamatkan dirinya dan membela dirinya, sebagai istri Inggrid tidak bisa meminta lebih dari ini.

Kepala Inggrid berada di dada Randika, suara detak jantungnya itu membuat Inggrid merasa aman.

Ketika Inggrid memejamkan matanya, Randika tidak berhenti mengelus rambutnya. Randika sama sekali tidak berbicara, dia menunggu Inggrid tertidur dengan tenang.

Setelah beberapa saat, Inggrid tertidur dengan wajah yang tersenyum. Dia sepertinya senang tidur di pelukannya Randika, dia benar-benar merasa nyaman. Bahkan ketika dia tertidur sekalipun, perasaan nyaman itu sama sekali tidak hilang.

Setelah emindahkan kepala Inggrid ke atas bantal, Randika mencium keningnya lalu keluar dari kamar!

Masalahnya dengan keluarga Alfred masih jauh dari kata selesai.

Karena sudah berpuluh-puluh tahun mengakar di ibukota ini, kekuatan keluarga Alfred tersebar di seluruh Jakarta. Kekuatan ini tidak bisa dia abaikan begitu saja. Meskipun mereka sekarang seperti ayam tanpa kepala, bisa gawat nanti jika ada keluarga Alfred yang tiba-tiba mengambil alih kekuatan ini dan menciptakan masalah baru bagi dirinya.

Oleh karena itu, Randika harus segera memotong kaki-kaki ini agar keluarga Alfred tidak bisa berdiri kembali.

Setelah keluar dari gedung, sosok Randika menyatu dengan kegelapan dan menghilang.

Jalan Kalibata, Jakarta Selatan, di sebuah gang.

Gang ini merupakan markas dari geng Black Dragon. Geng yang berisikan para penjahat ini sangat terkenal di Jakarta bahkan mereka berani bertindak di siang bolong.

Kenapa mereka begitu berani? Karena orang-orang tidak tahu bahwa di belakang mereka berdiri keluarga Alfred. Bahkan salah satu keturunan keluarga Alfred merupakan salah satu pemimpin dari geng ini!

Seorang pria dengan tato naga di wajahnya terlihat suram. Di hadapannya sekarang ada perempuan cantik berdiri di depannya. Perempuan ini adalah Anna, anak keempat dari Ivan.

"Orang itu membunuh seluruh anggota keluargaku seorang diri dan bahkan membunuh ayahku. Lebih dari 100 orang telah meninggal hari ini gara-gara ulahnya itu." Ketika memikirkan kejadian tadi sore, wajah Anna dipenuhi dengan kebencian dan kemarahan.

"Berani sekali bocah itu!" Darah dari pemimpin dari Black Dragon ini ikut mendidih. "Jika ada yang berani menyerang keluarga Alfred, mereka juga musuh dari Black Dragon!"

"Perintahkan anak buah kita untuk mencari pria bernama Randika itu, aku mau semuanya berhenti mabuk-mabukan dan mencari lelaki biadab itu. Siapa yang berhasil menemukannya akan diberi hadiah 50 juta dan bagi siapapun yang berhasil membunuhnya akan kuberi 1 miliar!"

Pemimpin Black Dragon ini langsung menyampaikan pesan Anna pada anak buahnya.

"Nona Anna tolong bersabar dan beristirahatlah dulu. Apabila ada kabar nanti akan kusampaikan sendiri secara langsung." Pemimpin Black Dragon yang bernama Reimon ini menatap Anna denan lembut.

Kesempatan ini sangat bagus untuk gengnya. Jika dia berhasil memasukan gengnya ke fondasi keluarga Alfred, gengnya ini akan makit kuat. Karena petinggi-petinggi keluarga Alfred sudah mati semua, bisa dikatakan bahwa hanya Anna lah yang memiliki kekuasaan di keluarga Alfred. Jika dia berhasil memikat hatinya, impiannya akan tercapai.

Pikiran Reimon sudah ke mana-mana, tetapi pada saat ini, terdengar suara jeritan para bawahannya dari luar.

Ada apa?

Reimon dan anak buahnya di dalam ruangan itu langsung bergegas keluar dan bermaksud melihat keadaan.

Anna masih duduk sambil meminum minumannya. Ketika dia melihat ke arah pintu, tatapan matanya itu langsung dipenuhi dengan perasaan ketakutan sekaligus kebencian.

Meskipun sekilas, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat, di markas Black Dragon ini, Randika sedang menggenggam erat sebuah pedang yang bersimbah darah. Di belakangnya sudah ada puluhan anggota Black Dragon yang mati mengenaskan.

Ketika Reimon melihat kejadian ini, hatinya langsung mengepal. Tatapan membunuh Randika benar-benar mengerikan, Reimon sampai tidak bisa bernapas. Randika lalu berkata pada Reimon dkk. "Hanya segini kekuatan geng terkenal di Jakarta?"

Ketika Randika selesai berbicara, dia sudah menerjang maju. Pedang merahnya itu kembali mandi darah ketika membelah dua salah satu anak buah Reimon dengan sempurna. Ini adalah penghujung akhir dari geng ini.

Black Dragon adalah kekuatan ketiga belas yang sudah Randika bantai malam hari ini. Keluarga Alfred memiliki 22 kekuatan yang tersebar di seluruh Jakarta.

Setelah beberapa saat, seluruh markas Black Dragon ini hanya berisikan mayat manusia. Setelah membunuh Reimon, Randika bermaksud untuk pergi dan mengunjungi pasukan keluarga Alfred lainnya.

Di dalam ruangan, Anna yang bersembunyi sambil menahan napasnya itu sudah gemetar tanpa henti. Namun, hatinya yang dipenuhi dengan rasa benci itu kian menguat tiap detiknya.

Randika… Aku akan membunuhmu suatu saat nanti!

Aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri!