Chapter 276: Belanja

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Randika kemudian mengambil kembali lauk berwarna hitam yang seharusnya telur dadar itu.

Ketika dia menggigitnya, rasa asin yang begitu luar biasa langsung menggelegar, terlebih masih ada garam yang tidak larut dalam telur.

ASIN!

Benar-benar asin!

Apa Inggrid memakai 1 kg garam?

Randika hampir saja muntah, namun ketika dia mengangkat kepalanya, dia melihat wajah Inggrid yang sedang tersenyum dan bahagia.

GLEK!

Dengan susah Randika menelannya, setelah itu dia langsung meminum susu satu gelas dalam satu kali teguk.

Syukurlah susu yang diminumnya itu tidak diapa-apakan oleh Inggrid, kalau tidak dia sudah pasti mati sekarang.

Melihat Randika memakan makanannya, Inggrid tersenyum. "Makannya jangan cepat-cepat begitu, tersedak kan jadinya? Kalau kamu masih lapar, aku akan buatkan lagi kok."

Mendengar kata-kata ini, keringat dingin mulai membanjiri punggung Randika. Dia lalu tersenyum pahit. "Sayang, nanti malam kita makan apa?"

Inggrid berpikir sebentar lalu dia tersenyum. "Kamu mau apa? Tetapi kita harus belanja dulu ya, aku akan masak beberapa makanan buat kamu. Akhir-akhir ini aku semakin menyukai memasak, aku merasa tiap hari kemampuanku itu bertambah."

Setelah berkata demikian, Inggrid menatap Randika yang mulutnya menganga. Apakah ada yang salah dengan kata-katanya barusan?

"Sayang, kamu kenapa?" Wajah cantik Inggrid terlihat bingung.

Randika langsung menjawab. "Sayang, aku tidak mau membuat capek gara-gara memasak untukku. Bagaimana kalau kita jalan-jalan dan menonton film? Kita juga bisa ke mall dan berbelanja, aku juga dengar kebun binatang kota kita ini baru kedatangan singa dari Afrika yang gagah. Nanti malam kita juga bisa makan di restoran mewah yang romantis."

Randika dengan cepat mengalihkan topik pembicaraan, apa pun yang terjadi dia tidak ingin memakan makanan seperti ini lagi.

"Kamu tidak usah khawatir, aku suka memasak untuk orang spesial di hatiku." Inggrid tersenyum. Inggrid dan Hannah benar-benar berbeda. Hannah suka bermain sedangkan Inggrid lebih suka di rumah dan menyibukkan diri.

"Kalau begitu, aku akan menemanimu belanja nanti. Mungkin di tengah-tengah itu kita juga bisa beberapa cemilan." Randika sudah tidak bisa mengelak lagi, apalagi hatinya itu luluh ketika mendengar Inggrid senang memasak untuk orang yang dicintainya.

Setelah menganggukan kepalanya, Inggrid hendak mengambil sarapan untuknya. Namun, dia menyadari bahwa sudah tidak ada makanan tersisa di meja makan. Dia menatap tajam Randika yang sedang melahap seluruh lauk yang dibuatnya. Mulut suaminya itu mengunyah dengan cepat, terlihat rakus sekali.

"Sayang, jika kamu masih lapar aku akan memasakkannya untukmu lagi. Lain kali jangan sampai makan bagianku ya." Kata Inggrid sambil cemberut, tetapi hatinya sendiri masih senang melihat Randika menyukai masakannya.

Randika mengangkat kepalanya lalu memaksakan diri untuk tersenyum. Namun, sudut matanya sudah meneteskan air mata dan pahanya sudah merah karena dicubit olehnya. Dia harus menanggung semua penderitaan ini demi Inggrid.

Jika Inggrid sampai mencicipi makanannya, bukankah itu akan menghancurkan hatinya?

Oleh karena itu, untuk membuat Inggrid percaya bahwa masakannya enak, Randika hanya bisa menahan penderitaan ini seorang diri. Tentu saja, segala macam minuman yang ada di meja telah ludes terminum.

"Sayang, bagaimana kalau kita nyari makan buatmu ketika kita pergi nanti?" Kata Randika.

Inggrid mengangguk dan berjalan ke atas untuk berganti baju.

Randika sendiri setelah duduk sebentar, dia juga ganti baju dan menunggu Inggrid di bawah. Ketika istrinya itu turun, dia benar-benar terpukau.

Inggrid yang terkenal akan kesan dewasanya itu, sekarang memakai dress one piece berwarna putih dengan topi pantai dan sepatu sandal. Kesannya yang dewasa itu berubah menjadi terlihat segar, benar-benar berbeda dengan image yang dia miliki sehari-hari.

Baju memang menonjolkan kecantikan seseorang, tetapi untuk perempuan-perempuan cantik teori ini sama sekali tidak berlaku. Mau baju seperti apa pun yang mereka pakai, mereka tetap terlihat cantik.

"Benar-benar cantik." Randika menatap Inggrid yang menuruni tangga. Tanpa berkata apa-apa, Randika memeluknya dan memberinya ciuman yang sangat panjang.

Kemudian setelah keduanya selesai berciuman, mereka bergandengan tangan dan keluar dari rumah. Aksi ini seakan-akan menunjukan dunia bahwa perempuan tercantik di kota Cendrawasih ini telah menjadi miliknya.

Sepanjang jalan, keduanya tertawa dan terlihat bahagia. Ketika mereka melihat orang mengemis, Randika bahkan memberikannya 200 ratus ribu tanpa pikir panjang.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di suatu pasar modern.

Di pasar ini, bagian sayur, daging, ikan mempunyai areanya sendiri-sendiri. Tidak hanya itu, kebersihan tiap area juga sangat dijaga.

Banyak orang yang berbelanja untuk menyiapkan makan siang dan makan malam mereka. Bisa dikatakan bahwa salah satu momen yang berharga dari sebuah keluarga adalah makan bersama. Khususnya makan malam, momen di mana seluruh keluarga berkumpul setelah seharian bekerja ataupun bersekolah. Tidak ada yang bisa mengalahkan makanan enak dan senyuman keluarga saat menyantapnya bersama.

Randika memperhatikan sekelilingnya, sepertinya kebanyakan orang yang ada adalah ibu rumah tangga dan mereka sudah cukup berumur semua. Sepertinya tidak ada perempuan cantik yang bisa menjadi mangsanya.

Inggrid pertama-tama pergi menuju area sayur. Melihat-lihat sayuran yang ada, Inggrid ragu untuk membeli apa. Melihat keraguan itu, penjual sayur yang sudah berpuluh-puluh tahun berjualan ini mulai memasarkan barangnya. "Bagaimana kalau tauge ini? Kamu bisa menumisnya atau kamu bisa memasaknya dengan daging sapi. Ibu yakin pasangan muda kalian ingin segera mempunyai anak, jadi tauge ini sangat cocok untuk kalian."

Inggrid tersenyum lebar. "Baiklah, aku ambil tauge ini."

"Untuk istri secantik kamu, kamu juga harus menjaga kulitmu itu jadi ibu sarankan untuk memakan brokoli yang bagus untuk kulit ini."

Wajah Inggrid tersipu malu, dia menganggukan kepalanya. "Kalau begitu aku ambil juga brokolinya."

"Terus labu ini, kamu juga harus menjaga tulangmu itu sejak dini sehingga tua nanti kamu tidak membungkuk kayak ibu."

Inggrid mengangguk. "Baiklah aku juga ambil labunya."

"Terus untuk suamimu itu, ibu sarankan kamu untuk membeli ….. "

Randika sudah geleng-geleng dengan Inggrid, dia benar-benar tidak habis pikir kenapa Inggrid mudah percaya begitu. Di sisi lain, dia juga mengagumi kehebatan ibu-ibu penjual sayur itu. Dia mampu berkata manis dan menekankan bahwa semua jualannya adalah demi kelanggengan hubungannya.

Tapi Inggrid tidak bisa sepenuhnya disalahkan, kemampuan ibu itu benar-benar luar biasa!

Di bawah serangan ibu-ibu itu, Randika sekarang harus membawa dua kresek berat berisikan sayur-sayuran.

Ibu penjual sayur itu senang ketika melihat kedua pasangan ini, dia lalu tersenyum pada Inggrid. "Terima kasih telah belanja di sini, aku berharap kita bisa bertemu lagi."

Keduanya lalu pergi dan menuju tempat ikan.

"Dipilih, dipilih, ikan-ikan masih pada segar bos."

"Ah! Kakak cantik yang di situ, apa ada yang bisa saya bantu? Coba lihat salmonnya ini dulu, benar-benar segar!"

"Sepertinya salmonnya ini terlihat enak, aku ambil potongan ini." Kata Inggrid.

Randika terlihat bingung, dia lalu bertanya. "Kenapa beli ikan yang mahal? Kenapa tidak beli ikan tongkol saja? Lebih murah."

"Tapi itu kan untuk kamu…" Inggrid menatap Randika dengan tatapan penuh makna. Ketika dia ingin menjelaskannya, Inggrid tidak bisa menahan malunya. Randika memang tidak peka dengan hal-hal seperti ini. Bukankah mereka sudah main terlalu banyak kemarin dan hari ini? Apa vitalitasnya itu tidak bermasalah?

Setelah dipikir-pikir, akhirnya Randika mengerti kenapa Inggrid berusaha membeli salmon.

Namun setelah melihat perbandingan harganya, Randika berkata pada Inggrid. "Tetapi kamu tidak pernah memasak ikan salmon sebelumnya."

"Tidak masalah, aku akan mencarinya di internet nanti." Kata Inggrid sambil tersenyum.

Mendengar ini, Randika kembali berpikir. Sepertinya dia dijadikan tikus percobaan lagi oleh istrinya.

Mengingat rasa telur dadar tadi pagi, dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya ikan yang akan dimakannya nanti itu.

Tidak, dia tidak mau merasakannya lagi!

Kepala Randika berputar dengan cepat, setelah beberapa saat matanya terlihat berbinar-binar.

Karena dia tidak bisa menghilangkan rasa antusias Inggrid untuk memasak, bukankah solusinya adalah membantunya secara diam-diam dan mengawasi rasa masakannya itu dari jarak dekat? Dengan begitu dia bisa makan dengan tenang dan tidak membuat Inggrid curiga.

Randika merasa dirinya jenius, tetapi dia sepertinya lupa bahwa dia juga tidak bisa memasak. Tetapi, setidaknya dia tahu dari sebuah rasa dan masakan itu masih mentah atau tidak.

Setelah mengambil potongan ikan salmon itu, keduanya menuju area daging. Di sana mereka membeli beberapa ayam, daging iga dll.

Sekarang yang tersisa adalah bahan-bahan dapur, Inggrid mulai mencari-cari. Sedangkan Randika, kedua tangannya sudah penuh oleh bahan makanan.

Setelah membeli bahan-bahan dapur seperti kecap, garam dll, mereka akhirnya pulang ke rumah naik taksi karena barang bawaannya terlalu berat.

Sekarang waktu menunjukan pukul 12 siang, wajah Inggrid sudah semangat. "Sayang, aku masak dulu ya."

"Ah! Biarkan aku membantumu, kamu tidak mungkin bisa memasak semua ini sendirian."

Randika dengan cepat menawarkan bantuannya, dia tidak bisa membiarkan Inggrid memasak sendirian lagi. Kalau tidak, makan apa dia untuk siang ini?

Demi perutnya dan hati istrinya, Randika harus ikut memasak.

Inggrid mengangguk dan menaruh bahan-bahan di dapur. Ketika mereka bersiap untuk memasak, Inggrid tiba-tiba berkata pada Randika. "Tunggu sebentar."

Inggrid kemudian naik ke kamarnya dan turun membawa sebuah laptop.

Wajah Randika terlihat bingung. "Sayang, kenapa kamu bawa laptop?"

Wajah Inggrid terlihat malu. "Aku ingin melihat caranya memotong ayam seperti apa."

"….."

Randika menghela napas di dalam hatinya. Bahkan memotong ayam saja istrinya ini belum pernah, sepertinya pertempuran ini akan berjalan dengan lama.