Chapter 243: Kecelakaan

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
"Kak, apa itu?" Hannah menatap jijik pada cairan hitam yang ada di mangkuk. Ketika mencium baunya yang aneh, dia serasa ingin muntah. Apa obat itu benar-benar bisa menyembuhkannya?

Randika tertawa. "Han, jangan lihat obat ini dari bentuknya. Semakin kental obatnya, semakin baik khasiatnya."

Randika menghampirinya dengan mangkuk obat itu di tangannya. Ketika dirinya semakin dekat dengan mangkuk itu, Hannah merasa isi dari mangkuk itu bergerak dan bentuknya benar-benar mirip dengan lumpur yang ada di got rumahnya.

Hannah sudah nyaris muntah. "Kak, aku tidak mau memakainya."

"Lho kenapa? Kamu mau sembuh atau tidak?" Randika mengerutkan dahinya. Dia lalu duduk di sofa dan menyuruh Hannah duduk di sampingnya. "Cepat duduk di sampingku."

"Kak, cairan hitam yang kamu sebut obat itu benar-benar bau! Aku hampir muntah tahu!" Hannah merasa takut melihat obat aneh itu. Tidak mungkin perempuan yang seumur hidupnya dimanja dan makan makanan enak setiap harinya mau obat aneh dioleskan di wajahnya bukan?

"Aku tidak peduli rengekanmu itu. Aku sudah susah payah membuatkan obat ini untukmu malah kamu merengek seperti ini. Lain kali aku tidak mau membantumu kalau kamu terus seperti ini." Kata Randika. "Obat ini sangat manjur ketika masih hangat, kalau sudah dingin efeknya malah kebalikan."

"Aku jamin jerawatmu itu akan hilang selamanya jadi tahanlah sebentar dengan baunya. Kamu memangnya mau selamanya seperti itu?"

Mendengar kata-kata kakak iparnya itu, Hannah menjadi bimbang dan akhirnya membulatkan tekadnya. "Baiklah, apa yang harus kulakukan?"

"Sudah berbaring saja dan serahkan padaku."

Hannah dengan patuh tiduran di sofa. Lalu Randika mulai menaruh tangannya di dalam mangkuk dan mengoleskan cairan hitam yang kental itu di wajah Hannah.

"Kak, obatnya sangat bau!"

"Sudah diam dulu."

Tidak lama kemudian, wajah Hannah sudah teroles dengan sempurna oleh racikan obat Randika.

Hannah terus menggigit bibirnya sambil menutup matanya. Dia tentu saja ingin menutup lubang hidungnya, tetapi dia masih harus bernapas.

Obat ini benar-benar bau, jauh lebih bau dari gabungan kaus kaki bapak-bapak yang basah yang tidak dicuci berminggu-minggu dan bau ketiak. Jika bukan dipaksa oleh kakak iparnya ini, Hannah tentu tidak ingin dekat-dekat dengan obat ini.

"Han, racun di tubuhmu itu menumpuk terlalu banyak jadi mereka mencari jalan keluar. Untung saja keluarnya di wajah, kalau di punggung bisa-bisa kamu tidak bisa tidur karena rasa sakitnya."

"Sekarang aku minta kamu jangan bergerak sedikit pun sebelum kusuruh." Kemudian Randika mengeluarkan jarum akupunturnya dan menusukannya di berbagai titik di wajah Hannah.

Dengan bantuan jarum ini, obat kental itu mulai bekerja. Jerawat yang terendam oleh cairan hitam ini sebenarnya adalah nanah. Akhirnya, nanah tersebut keluar dari dalam jerawat dan mengalir tanpa henti, benar-benar menjijikan.

Hannah merasa terjadi sesuatu di wajahnya dan rasa gatal mulai terasa di seluruh wajahnya. Dia merasa ingin menggaruk seluruh mukanya.

"Jangan bergerak atau usaha kita selama ini sia-sia. Kamu tidak ingin jerawatmu tambah lebih parah lagi kan?" Kata Randika dengan cepat, hal ini membuat Hannah ketakutan.

Melihat Hannah yang bersikeras melawan rasa gatalnya itu, Randika tidak bisa berhenti tertawa.

Setelah obatnya menyingkirkan nanah di dalam jerawat, Randika tinggal menunggu waktu. Sekarang tinggal menunggu obatnya itu meresap ke dalam pori-pori wajah Hannah dan menendang keluar racun berlebihan di wajahnya.

Seiring berjalannya waktu, jerawat di wajah Hannah hampir hilang semuanya. Pada saat yang sama pula, racun-racun berbentuk cairan itu ikut keluar.

Racun itu bercampur dengan obat yang kental dan mengalir turun bersama-sama.

"Kak, apa masih lama?" Hannah sudah merasa bosan berbaring terus, rasa gatalnya itu sudah mereda.

"Tunggu sebentar lagi, biarkan racunnya hilang sepenuhnya."

Setelah beberapa menit kemudian, ketika hampir selesai, Randika mencabut jarum akupuntur miliknya.

"Baiklah Han, kerja yang bagus. Sekarang kamu bisa mencuci mukamu."

Mendengar kata-kata Randika tersebut, Hannah langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia dengan cepat menuju kamar mandi dan membasuh mukanya.

Randika juga menyusul untuk mencuci tangannya. Bagaimanapun juga, bau dari obat lumpurnya itu benar-benar parah.

Hannah memakai sabun cuci muka yang sangat banyak untuk menghilangkan baunya. Ketika sesudah dibilas, dia terkejut ketika melihat wajahnya yang sudah bersih dari jerawat-jerawat. Terlebih, bagian yang tumbuh jerawat sebelumnya itu lebih putih dan mulus daripada bagian yang lain.

"Wah luar biasa!" Hannah benar-benar senang. Sepertinya obat yang dioleskan Randika memiliki efek memutihkan wajah, kulitnya juga menjadi lebih mulus.

"Kak Randika memang hebat!"

Saking senangnya Hannah, dia langsung melompat dan mencengkeram erat Randika bagaikan koala.

"Terima kasih kak, terima kasih!" Hannah benar-benar senang karena bisa terlepas dari penderitaan ini. Dia tidak menyangka kakak iparnya bisa menyembuhkannya secara total.

Randika dapat merasakan kedua dada besar milik Hannah itu di tubuhnya, belum lagi kaki panjang nan mulus milik adik iparnya itu mengunci pinggangnya.

Menikmati kenikmatan ini Randika tidak berkata apa-apa, dia hanya berdiri diam.

"Kak? Kenapa kok diam saja, apa ada yang salah?" Hannah bertanya pada Randika yang menutup matanya.

"Tidak apa-apa." Randika hanya tersenyum kecil. "Hanya saja… Kamu sedikit berat."

"Bisa-bisanya kak Randika berbicara seperti itu!" Senyuman Hannah dengan cepat menghilang. "Aku gemuk di mananya coba?"

Hannah yang tidak terima itu meronta-ronta, tubuhnya makin erat memeluk Randika.

Namun pada saat ini, sepertinya dia meronta terlalu keras sehingga belahan dadanya secara tidak sengaja mengenai wajah Randika. Bisa dikatakan bahwa kepala Randika terkubur di belahan dada adik iparnya.

Dalam sekejap wajah Hannah menjadi merah, dia merasa malu. Randika awalnya terkejut, tetapi dia tidak menolak hadiah seperti ini. Karena kepalanya terkubur cukup dalam, dia menghirup napas dalam-dalam dan membiarkan aroma tubuh adik iparnya itu terpaku di benaknya.

Wajah Hannah sudah merah padam, dia dengan cepat turun dan melepaskan pelukannya. Dengan canggung dia berkata pada Randika. "Kak, karena hari ini kamu telah membantuku jadi aku tidak akan menyeritakan kejadian ini ke kak Inggrid."

"Kalau begitu, apa boleh aku menikmatinya lagi sekarang? Baumu benar-benar wangi." Kata Randika dengan senyuman nakal.

"Jangan harap kak Randika bisa merasakannya lagi!" Namun, rasa kesalnya ini tidak bisa mengalahkan rasa bahagianya karena jerawat di wajahnya telah hilang. Dengan ini, dia bisa pergi keluar rumah lagi.

"Omong-omong kak, apa kakak tidak bisa membuat obat yang sama tetapi tidak bau seperti itu? Wajahku benar-benar menjadi putih berkat kak Randika." Kata Hannah sambil tersenyum.

"Oh? Berani bayar apa kamu?" Kata Randika dengan senyuman nakal.

Menatap senyuman itu, Hannah hanya berkata dengan senyuman yang tak kalah nakal. "Sebaiknya kakak pikir baik-baik masalah ini, kalau tidak tiap malam aku akan tidur sama kak Inggrid."

Mendengar kata-kata itu, wajah Randika menjadi panik. Dia sudah sebulan tidak bertemu dengan Inggrid, dia sudah mengatur rencana di benaknya untuk meluapkan semua kerinduan itu bersama istrinya nanti malam.