Chapter 225: Pertempuran di Laut

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Kembalinya di rumah amannya, Randika antusias mendengar laporan mengenai Yuna. Informasi ini juga berkaitan dengan keberadaan Bulan Kegelapan dan Shadow.

Dari tiga crownless king, hanya Raihan yang ada di rumah ini dan sisa duanya masih meneruskan mengumpulkan informasi. Dari kelima jenderal, hanya Serigala yang masih melatih calon-calon prajurit yang baru bersama dengan Matthew dan Martin. Selain si kembar itu, para letnan yang lain sudah berkumpul bersama Randika.

Para pilar pasukan Ares kembali berkumpul atas perintah tuan mereka.

"Yuna disekap di sebuah pulau." Kata Randika. "Informasi ini dapat dipercaya."

"Kalau begitu tunggu apalagi tuan? Mari kita hajar mereka!" Singa yang paling sembrono itu langsung bersemangat dan berdiri dari kursinya. Semuanya menggelengkan kepalanya melihat sikap tidak sopannya itu.

Randika mengangguk dan membagikan informasi ini. Setelah beberapa persiapan, mereka semua berangkat menuju pulau tersebut.

Pertempuran kali ini berlokasi di sebuah pulau terpencil yang jauh dari ibukota. Butuh waktu sekitar 4 jam dari Tokyo untuk sampai di pinggiran pantainya. Di sana, kapal dan pesawat pengintai sudah siap menunggu mereka di sana.

Beberapa orang menaiki pesawat pengintai dan sisanya masuk ke dalam kapal.

Untuk pertempuran kali ini, selain para elite, kira-kira 100 orang siap bertempur hingga mati demi nama Ares. Pertempuran sebelumnya telah menelan korban yang begitu banyak dan Serigala belum selesai melatih para prajurit baru. Oleh karena itu, untuk menutupi celah jumlah ini, Randika membawa para jenderal dan letnannya bersamanya. Ketika Bulan Kegelapan berhasil dikalahkan, pasukannya ini akan terisi kembali pelan-pelan.

Laut mulai berkabut, Singa yang berada di buritan kapal mengerutkan dahinya. "Apa kalian tidak kepikiran kenapa kita bisa menemukan Bulan Kegelapan secepat ini? Apakah ini jebakan?"

"Mulutmu harimaumu." Jin yang ada di sisinya tiba-tiba menegurnya. "Jangan berpikiran negatif seperti itu, bagaimana mungkin Bulan Kegelapan bisa tahu gerakan kita ini?"

Mendengar kata-kata Singa tersebut, Randika mengerutkan dahinya. Memang dia mengirim orang untuk mencari keberadaan Bulan Kegelapan, yang jadi pertanyaan adalah apakah Bulan Kegelapan melakukan hal yang sama?

Jika iya maka Bulan Kegelapan akan mengerti setiap gerakannya, terlebih lagi mereka sekarang terjebak di laut dan apabila Bulan Kegelapan sudah siap dengan kedatangannya maka hal ini akan buruk bagi pasukannya.

Selain orang yang ada di pesawat, semuanya ada di kapal yang besar ini. Meskipun belayar dengan cepat, kabut di laut yang tebal ini menghalangi jarak pandang mereka. Tidak seperti kapal induk, kapal ini tidak mempunyai persenjantaan yang berat seperti misil ataupun senapan mesin yang terpasang. Jadi jika musuh datang dari atas, maka mereka akan dibombardir tanpa bisa membalas.

"Lihat di depan!" Kyoko menyadari sesuatu di teropongnya.

Ketika semua mendengar suara Kyoko, semua orang melihat ke arah yang ditunjuknya. Di depan mereka, terlihat kapal induk yang berlayar ke arah mereka. Meriam-meriam mereka sudah membidik ke arah mereka. Dengan jarak mereka sekarang, misil-misil itu bisa mengenai mereka dengan mudah.

"Seharusnya aku tidak berpikiran negatif tadi." Wajah Singa menjadi pucat pasi. Dia menggaruk rambutnya sambil mengatakan. "Sepertinya ada mata-mata Bulan Kegelapan di rumah aman kita."

Raihan yang berada di pesawat pengintai mengerutkan dahinya. Tempat pertempurannya kali ini adalah laut, jarak yang jauh ini tidak memungkinkan teknik pedangnya untuk membalas tembakan senjata api lawan.

Situasi benar-benar buruk.

Wajah Raihan sudah benar-benar pucat pasi. Jika dia menerjang turun ke kapal lawan, persenjataan musuh akan membombardir dirinya. Jika dia tidak lincah dalam menghindar, maka itu sama saja dengan misi bunuh diri.

"Apa yang harus kita lakukan?" Dion bertanya pada rekan-rekannya, hampir semua orang sudah tidak tahu harus berbuat apa.

Pada saat ini, senapan mesin di kedua sisi kapal musuh juga mulai bergerak. Semua senjata mengarah pada kapal Randika yang sangat empuk itu.

DUAR!

DUAR!

DOR!

DOR!

Misil serta senapan mesin mulai ditembakan dan semua mengarah pada kapal dan pesawat Randika.

"MENGHINDAR!"

Randika berteriak dan seluruh awak kapal menjadi panik. Pesawat-pesawat pengintai milik mereka juga menghindari hujan peluru yang padat. Dalam sekejap pesawat-pesawat tersebut berpencar. Namun, sebagian pesawat terkena dan langsung terjun bebas ke dalam laut. Di tengah laut ini terdengar ledakan dan suara pesawat yang terjatuh, membuat laut yang tenang menjadi kacau.

Wajah Randika juga sama pucatnya. Meskipun tembakan putaran pertama ini belum dapat menenggelamkan kapalnya, kapalnya ini tidak bisa bertahan apabila ditembaki secara terus menerus.

"Kuatkan tekad kalian, padamkan api dan bersiap untuk menaiki kapal musuh." Polemos menguatkan tekad anak buahnya. Satu-satunya jalan adalah menaiki sekoci dan bergerak ke kapal musuh.

Di kapal induk musuh, kapten kapal yang bernama Aribano itu melihat kapal Randika yang masih mengapung. Dia memerintahkan anak buahnya untuk terus menembak.

Terlebih lagi, Bulan Kegelapan sudah menyiapkan senjata yang lengkap apabila lawan berhasil menaiki kapal mereka seperti senapan serbu, granat, peluncur roket dll.

Namun, pasukan Ares ini kalah persenjataan dan jarak mereka terlalu jauh. Para pesawat pengintai mereka pun tidak dilengkapi oleh senjata jadi mereka sama sekali tidak bisa menyerang.

"Sialan! Mereka benar-benar pengecut menyerang kita seperti ini!" Kata salah satu prajurit. Dia mengamuk karena tidak bisa membalas dendam temannya yang meninggal barusan terkena peluru.

Aribano yang melihat kepulan asap hitam mulai menjulang tinggi di kapal Randika itu terlihat tersenyum.

"Ternyata cuma segini kekuatan si Ares."

Aribano hanya menggelengkan kepalanya dan meminum kopinya.

Dengan kekuatan seperti itu mereka berharap menghadapi tuannya? Mimpi!

"Ambilkan senjataku." Kata Aribano pada bawahannya.

Seseorang lalu membawakan SSG 69 buatan Austria itu pada Aribano. Dia lalu membidik ke arah Randika yang berdiri diam di kejauhan.

Randika, yang menyadari dirinya diincar itu, untuk sesaat mengerutkan dahinya.

Melihat targetnya yang rapuh itu, Aribano tersenyum. Ares, kau akan mati olehku!

DOOOR!

Menekan pelatuknya, peluru dari senjata sniper itu melesat kencang ke arah kepala Randika.

Namun sayangnya, Randika tiba-tiba melompat ke dalam air. Setelah menarik napas sekali, seluruh badannya menghilang dari permukaan air.

Aribano yang melihat ini dari lensa teropongnya itu terkejut. Mustahil pelurunya mengenainya secepat itu, berarti seorang Ares itu kabur menyelamatkan dirinya?"

"Ternyata kau cuma seorang pengecut… Cepat tenggelamkan kapal musuh, aku ingin makan malam dengan santai hari ini." Kata Aribano sambil menyerahkan senapannya.

Dia tidak menyangka Ares akan menyelamatkan dirinya seperti itu dan mengorbankan teman-temannya. Nafsu membunuhnya langsung hilang karena lawannya ini tidak pantas bagi dirinya. Lagipula, hanya masalah waktu sebelum pasukannya menenggelamkan baik kapal ataupun pesawat musuh.

Setelah Randika menyelam ke dalam air, dia mengumpulkan tenaga dalamnya di kaki dan tangannya. Dengan kecepatan berenang yang luar biasa, dia bergerak menuju kapal induk musuh. Jika dia tidak segera melumpuhkannya, lebih dari nyawa 100 orang bawahannya itu akan mati seketika.

Aribano sudah berniat masuk ke dalam kabinnya ketika melihat situasi pertempuran yang membosankan ini. Dia sudah berniat melaporkan kemenangannya ini pada Bulan Kegelapan.

"Panggil aku kalau kalian sudah selesai." Kata Aribano dengan santai. Situasi pertempuran ini sudah tidak membutuhkan komandonya jadi dia berniat bersantai di kabinnya.

Namun ketika dia hendak pergi, tiba-tiba terdengar teriakan seseorang memanggilnya. "Kapten! Kapten!"

Aribano menoleh dan mengerutkan dahinya. "Kenapa teriak-teriak?"

"Anu… Jadi begini…" Orang itu kehabisan napas dan terlihat panik.

Aribano merasakan firasat buruk ketika mendengar laporannya. Dia lalu melihat ke arah air dan melihat sosok Randika, yang dikiranya kabur, berenang dengan kecepatan yang luar biasa menuju kapalnya!

Bukan, itu tidak bisa dikatakan berenang. Itu seperti torpedo!

Apa orang itu punya roket di kakinya?

Aribano yang melihat hal ini menelan air ludahnya, kecepatan berenang Ares benar-benar abnormal!

"Tembak dia!"

Dengan cepat Aribano memberikan perintah. Ketika awak kapal mendengarnya, semua senjata mengarah pada Randika seorang. Tiba-tiba, ombak laut yang tenang mulai bergejolak di sekitar kapal induk ini. Namun, tidak ada satupun peluru ataupun misil yang mengenai Randika.

"Semuanya berkumpul dan bawa senapan serbu kalian!"

Suara Aribano sudah terdengar serak, tidak sebagus sebelumnya. Dia merasa bahwa ancaman yang dibawa Randika itu benar-benar buruk baginya, jadi dia harus membasminya sebelum dia mencapai kapalnya!

Di bawah barisan senapan serbu yang berbaris dengan rapat, semua awak kapal menembak ke arah Randika. Namun, Randika menyelam makin dalam untuk menghindari hujan peluru ini.

Melihat tidak ada sosok yang berenang di permukaan setelah beberapa saat, Aribano mencari-cari posisi Randika dengan teropong. Setelah menembakkan seluruh magasin mereka, para awak kapal juga mencari-cari target mereka. Mereka bertanya-tanya apakah mereka berhasil membunuhnya? Namun, tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukan sosok Randika yang mengambil napas dan berenang kembali.

Tidak kena!

Aribano yang baru saja merasakan rasa senang itu kembali tegang. "Tunggu apalagi? Tembak!"

Para awak kapal kembali menembakan senjata mereka, namun sosok Randika makin mendekati kapal mereka tiap detiknya.

Setelah satu putaran penuh magasin, para awak kapal ini mencari kembali sosok Randika yang menyelam ke dalam air.

Ketika Randika menyelam, para awak kapal ini merasakan firasat buruk. Permukaan air laut benar-benar tenang.

Ketika mereka sibuk mencari ke segala arah, sebuah sosok manusia melayang tinggi di hadapan mereka dan menutup sinar matahari yang cerah itu.

Semua awak kapal langsung membidikan senjata mereka kepada Randika yang baru saja mendarat di belakang mereka. Namun semuanya sudah terlambat. Randika dengan cepat sudah menerjang ke arah mereka dan membunuh mereka satu per satu!

"Tembak terus!" Aribano dengan cepat mengeluarkan pistolnya. Dia tidak menyangka bahwa Randika bisa menaiki kapalnya dengan cara seperti itu.

Namun, Randika sudah berhasil memotong jarak di antara mereka dan bertarung dengan jarak dekat. Para awak kapal ini ragu untuk menembakan senjata mereka, bisa-bisa tembakannya malah mengenai temannya sendiri.

Memanfaatkan hal ini, Randika menghajar mereka satu per satu.