Chapter 222: Kembali ke Azumi Bar

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Melihat Naomi yang mengangkat tinggi rok Kaori itu, barang milik Randika makin mengeras. Sepertinya Naomi benar-benar mengenal dirinya, teman seperti ini asyik juga.

"Lihat itu, pacarmu sudah siap menusukmu. Besok sepertinya kamu tidak bisa berjalan dengan benar, hahaha!" Naomi mulai tertawa keras.

Kaori hanya bisa tersipu malu dan menutupi bagian bawahnya.

Setelah bangkit berdiri, ketiganya berganti celana dan mulai bermain kartu bersama Randika. Namun, pikiran Randika masih ke mana-mana jadi dia sama sekali tidak fokus bermain.

Setelah beberapa saat, Randika memutuskan untuk kembali ke rumah amannya. Meskipun dirayu oleh Naomi dengan dijanjikan malam pertama yang menyenangkan, Randika harus fokus terlebih dahulu dengan Bulan Kegelapan dan Shadow. Dia juga keluar tanpa memberitahu anak buahnya itu, dia tidak ingin membuat mereka semua khawatir.

Sesampainya di rumah amannya, Randika memanggil Catherine dan yang lain untuk memeriksa keadaan mereka. Namun, sepertinya mereka tidak dapat menemukan apa-apa.

Setelah Shadow dan Bulan Kegelapan kabur dari rumah bangsawan Hiroyuki, mereka bersembunyi bagaikan tikus. Sangat susah menemukan keberadaan mereka.

Karena tidak ada informasi, Randika mau tidak mau kembali ke Azumi bar.

Setelah beberapa hari renovasi, bar milik Azumi ini telah kembali seperti sedia kala. Seakan-akan tidak pernah ada pertarungan yang mematikan pernah terjadi di sini.

Meskipun hari masih sore, sudah banyak orang berkumpul di bar ini. Musik tidak pernah berhenti bermain dan pengunjung bar ini tidak pernah berhenti menari sambil mabuk.

Randika sama sekali tidak berniat untuk menari ataupun mencari perempuan cantik. Dia langsung menuju tempat bartender berada. Ketika Akira melihat Randika, dia langsung menuangkan wine simpanannya.

Setelah menuangkannya, dia meletakan gelas wine itu dengan hati-hati di depan Randika.

Randika menyesapnya dan menyukai pilihan wine ini. Pada saat yang bersamaan, nada suara yang dingin terdengar dari belakang.

"Kamu tahu kan wine itu tidak gratis."

Azumi dengan pakaian sexy dan ketatnya itu menghampiri Randika, perempuan ini benar-benar menawan!

Akira dengan cepat menuangkan wine tersebut kembali dan memberikannya pada atasannya.

Randika menggelengkan kepalanya. "Akhir-akhir ini aku tidak punya uang, bukannya ada metode lain selain membayar dengan uang?"

"Baiklah." Azumi tiba-tiba tersenyum. "Sepertinya kamu tidak lupa bahwa kamu masih harus memuaskanku di ranjang."

Randika tersenyum pahit dan mengulurkan tangannya ke pinggang Azumi. Tetapi, Azumi menampar tangan Randika dan tersenyum. "Kamu itu tidak lebih dari sekedar dildo bagiku, jangan bertindak keterlaluan."

"Jadi maksudmu aku ini tidak lebih dari sekedar pemuas nafsumu?"

"Tentu saja." Azumi duduk di sebelah Randika dan tersenyum. "Hubungan kita tidak lebih dari bisnis, kalau kamu tidak bisa membayarku dengan uang maka bayarlah dengan tubuhmu itu. Kalau aku membutuhkan jasamu maka jangan coba-coba kamu lari."

Randika tidak bisa berkata apa-apa untuk sementara waktu, Azumi menganggap dirinya sama seperti anak buahnya?

"Lupakan saja." Randika menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin membayar dengan cara seperti itu, aku akan memberikan cek padamu ketika kita bertemu lagi."

Azumi menggigit bibirnya dan menatap Randika dengan perasaan bingung. Sangat disayangkan pria ini tidak mau menuruti dirinya.

"Jangan menatapku seperti itu kecuali..." Randika menempelkan tangannya di paha Azumi. "Kecuali kamu benar-benar ingin tidur denganku."

Azumi sudah merasa jijik, namun ekspresinya berubah menjadi sebuah senyuman. "Sayangnya aku sudah tidak tertarik denganmu."

Azumi lalu berdiri dan meninggalkan meja bar sambil berkata pada Akira. "Tagihkan botol wine itu padanya dengan harga 10 juta yen."

Akira jelas terkejut. Apa dia tidak salah dengar? Bukankah seharusnya nona Azumi memiliki hubungan yang baik dengan Ares?

Namun, Akira sama sekali tidak berani membantah perintah nona Azumi. Mau bagaimanapun juga, dia adalah anak buahnya.

Randika hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sifat Azumi bisa berubah lebih cepat dari membalikan telapak tangan. Terlepas dari penampilan sexynya itu, perempuan seperti dirinya sudah terbiasa membuat para pria menari di atas tangannya.

Perempuan seperti Azumi bisa dikatakan sangat berbahaya. Setiap harinya dia harus bertahan hidup di dunia gelap Tokyo yang berbahaya dan kacau, belum lagi tempat barnya ini merupakan tempat netral dan tempatnya menjual informasi pada penawar tertinggi.

Jadi keberadaan Azumi di Tokyo benar-benar kuat, informasi yang dijualnya merupakan salah satu bukti betapa luas pengaruhnya di Tokyo.

Oleh karena itu, berurusan dengan perempuan seperti ini Randika sama sekali tidak ingin diremehkan. Dia tidak akan pernah mau menari di telapak tangan seseorang!

Karena dia sudah membayar mahal untuk botol wine ini, Randika terus meminumnya. Memang rasanya enak tetapi dia tidak boleh meminumnya banyak-banyak. Berdasarkan instruksi kakek ketiga, dia tidak diperbolehkan menegak alkohol ketika ingin meminum obat buatannya itu.

Setelah beberapa saat, datang seorang pria Amerika berbadan besar. Dia terlihat sangat kuat, lebih kuat dari siapapun yang ada di bar ini.

Pria dari Amerika ini datang ke bar dan meminta bir dengan Bahasa Jepangnya yang fasih. Kemudian matanya terlihat berbinar-binar ketika melihat sosok Azumi yang menggoda!

Mulutnya tersenyum dan matanya sudah ke mana-mana, perempuan satu itu benar-benar cantik.

"Maukah kamu minum denganku?" Pria itu menghampiri Azumi dengan tatapan mesumnya. Dia suka perempuan dengan tubuh seperti ini, dia tidak sabar mencicipinya di ranjang.

Azumi yang suasana hatinya sedang buruk itu berkata sambil tersenyum. "Boleh saja, tapi kau harus mengalahkan mereka dulu."

Azumi lalu menepuk tangannya dan muncul 2 pengawalnya yang berbadan besar dari arah belakangnya.

Pria itu tersenyum dan menyanggupi persyaratan Azumi. Bisa dibilang dia ini adalah atlit tinju dunia yang pernah menjadi juara dunia, buat apa dia takut sama pengawal dari bar?

Pria Amerika ini jelas pertama kali pergi ke Tokyo karena dia sama sekali tidak mengetahui reputasi Azumi bar.

Azumi masih meminum winenya dengan santai, namun dia berhenti minum ketika melihat anak buahnya itu dihajar dengan mudah.

Dia awalnya mengira pria itu hanya besar di badannya dan tidak terlalu kuat, bisa dikatakan bahwa dia bukanlah tandingan pengawalnya yang sudah terlatih. Tanpa diduganya, ternyata pria Amerika itu dapat menghajar anak buahnya dengan mudah. Situasi Azumi benar-benar canggung sekarang.

Pria itu lalu menoleh ke arah Azumi sambil tersenyum!

Meskipun dua pengawal itu kuat, mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dirinya.

Pria itu menghampiri Azumi, tersenyum, menuangkan wine ke gelasnya dan memberikannya pada Azumi.

"Minum."

Pria itu menatap Azumi lekat-lekat. Azumi hanya tersenyum, mendorong gelasnya itu dan mengatakan. "Kamu bukan orang sini ya?"

"Asalku bukan hal yang penting." Kata pria itu. "Yang paling penting adalah janjimu tadi."

"Aku tidak masalah meminum wine yang bagus." Kata Azumi dengan santai. "Tapi aku kurang senang meminumnya dengan orang yang tidak aku kenal."

"Jadi kamu akan mengingkari janjimu tadi?" Pria itu mengerutkan dahinya. "Aku tidak mengira kamu adalah pembohong."

"Aku tidak pernah melanggar kata-kataku." Kata Azumi sambil tersenyum. Dia lalu mengambil gelasnya dan meminumnya dalam satu kali teguk.

"Dengan ini janjiku sudah terpenuhi. Aku ada urusan jadi aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi." Azumi langsung berdiri dan hendak pergi.

Pada saat ini, pria itu juga berdiri dan menangkap tangan Azumi.

"Wow, ngapain buru-buru?" Kata pria itu sambil tersenyum. "Aku saja belum minum sama sekali. Lagipula, bukankah kita ini pasangan yang cocok?"

"Oh? Benarkah? Aku tidak merasa seperti itu." Suara Azumi terdengar dingin, pria ini benar-benar tidak tahu diri.

"Kita lihat saja nanti." Pria itu tertawa. "Aku tidak ingin berbasa-basi, aku menyukaimu dan malam ini kita akan bersenang-senang hingga pagi nanti, bagaimana?"

Azumi membalasnya dengan senyuman sinis. "Maaf, aku tidak tertarik dengan pria sepertimu."

"Kata-katamu itu tidak cukup untuk mengusirku." Ketika Azumi hendak pergi, lagi-lagi pria ini menangkapnya. "Kamu belum mengenalku, kalau kamu mengenalku mungkin kita bisa menjadi pasangan suami istri yang bahagia."

Azumi menjadi marah. Kenapa pria ini begitu percaya diri? Apa dia tidak mengerti bahwa suasana hatinya sedang buruk? Lebih baik dia mati saja!

Randika masih meminum winenya dengan santai. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang meskipun dia tahu situasi Azumi. Bukankah barusan Azumi mengatakan bahwa hubungan mereka tidak lebih dari sekedar bisnis? Oleh karena itu, buat apa dia meladeni urusan pribadi orang lain?