Chapter 210: Saatnya Pembalasan!

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Penjaga yang membawa cambuk itu terkejut bukan main. Ketika para bawahan Randika ini melihat sosok Randika keluar dari balik asap, mereka semua terdiam.

Seluruh penjara bawah tanah ini menjadi hening seketika.

Polemos menatap tuannya lalu tersenyum lebar, dia tahu bahwa Randika pasti akan datang untuk mereka!

Semuanya kurang lebih tersenyum dan meneteskan air mata ketika sadar dari kelinglungan mereka. Spontan mereka semua berteriak satu nama.

"Ares!"

"Ares!"

"Ares!"

......…..

Suara seruan ini membuat suasana penjara bawah tanah ini menjadi riuh, sedangkan para penjaga menjadi panik.

Mereka tidak menyangka bahwa penjara bagian atas yang dikenal sangat ketat itu akan dibobol.

"Hei, aku tidak menyangka kamu akan secengeng itu." Kata Singa pada Jin.

"Sialan! Siapa memangnya yang menangis? Mataku cuma kelilipan tahu!"

Polemos hanya tertawa melihat kawannya itu.

"DIAM!" Penjaga itu mencambukan cambuknya pada ketiga tahanan tersebut.

Mereka bertiga sudah tidak peduli dengan rasa sakit ini, mereka sudah dipenuhi dengan rasa sukacita dan bahagia.

Randika berjalan maju ke depan, dia menuju ke sel penjara paling dalam. Di bawah tatapan para pengikutnya, Randika berhenti di depan sel milik Catherine. Mereka berdua saling tersenyum pada satu sama lain.

Serigala, Kyoko, Raihan dll membantai para penjaga yang ada dan melepaskan para pasukannya.

"HOI! Kyoko-ku yang manis, tolong lepaskan pangeranmu ini dulu. Aku sudah lama terikat dan tubuhku sudah gatal ingin memelukmu. Tolong lepaskan aku." Teriak Jin.

"Cih kau ini benar-benar menyedihkan, bisa-bisanya meminta tolong pada perempuan?" Kata Singa.

Kyoko yang mendengar seruan minta tolong itu hanya menatap Jin dengan dingin dan berjalan menuju sel lain.

"Ah…. Tatapan dingin itu benar-benar nikmat!" Nampaknya Jin adalah seorang masokis.

Satu per satu penjaga penjara bawah tanah ini dibunuh tanpa ampun. Mereka sama sekali tidak menyisakan satu orang pun untuk hidup.

Setelah melepaskan Catherine, Randika pergi menuju sel tempat Polemos, Singa dan Jin berada. Randika menatap kondisi para bawahan andalannya yang menyedihkan itu lalu tatapannya jatuh pada si penjaga yang membawa cambuk.

Penjaga ini sedikit gemetaran di dalam hatinya, dia sepertinya tahu bahwa hari ini adalah hari terakhirnya hidup. Dia meraung keras dan menerjang ke arah Randika. Tetapi kecepatan Randika benar-benar cepat, tinjunya sudah melayang dan penjaga itu hanya bisa merasakan rasa sakit menyelimuti dirinya dan kehilangan kesadarannya.

Randika tidak membunuhnya, aslinya dia ingin menangkap para bawahan Bulan Kegelepan ini dan berurusan dengan mereka apabila masalah ini sudah selesai. Mereka ini telah menyiksa orang-orangnya, Randika tidak ingin memberikan jalan mudah berupa kematian bagi mereka.

Melihat si penjaga yang sudah tidak sadarkan diri itu, Randika mengikatnya dengan cambuknya itu. Untuk memastikan dia tidak akan lari, Randika mematahkan salah satu kakinya.

"Tuan, Anda akhirnya datang juga." Jin sudah berurai air mata, wajahnya tersenyum lebar.

"Hei kau ini cewek apa cowok sih?" Singa merinding melihat Jin yang ganas di medan tempur itu menjadi cewek polos di depan tuannya itu. Dia bersumpah akan menjauhi Jin setelah keluar dari penjara ini.

Randika mengepalkan tangannya dan menghantamkannya pada rantai yang mengikat mereka bertiga. Tanpa rantai itu, ketiganya sekarang bisa berjalan dengan bebas.

"Bagaimana keadaan kalian?" Randika bertanya.

"Lumayan." Polemos mengangguk, meskipun tubuhnya penuh luka, kebanyakan luka itu hanya luka luar.

"Berapa orang yang tersisa?" Tanya Randika.

Mendengar pertanyaan ini, ketiganya langsung terdiam untuk beberapa saat. Lalu Polemos sebagai salah satu jenderal mengatakan. "Dari delapan letnan, hanya 5 yang tersisa. Pengkhianatan Harimau dan Bulan Kegelapan membuat sebagian pasukan kita mengikuti mereka. Yuna masih menghilang dan Gilbert terbunuh."

Randika hening sejenak. Meskipun dia tahu situasi pasukannya itu, mendengar hal ini masih membuatnya tidak nyaman.

Dari 8 letnan yang ada, hanya tersisa 5 orang. Jin, Singa, Yuna dan si kembar (Matthew dan Martin). Gilbert telah tewas dan yang paling menyedihkan adalah Harimau dan Bulan Kegelapan yang berkhianat.

"Di antara 5 jenderal, hanya Carlos yang tidak selamat." Polemos kembali melanjutkan. Di antara 5 jenderal, hanya tersisa 4 yaitu dirinya, Dion, Kyoko dan Serigala.

Pada saat ini, Catherine datang menghampirinya dan berkata dengan nada yang lembut. "Jatuhnya istana kita adalah kesalahanku, tolong tuan menghukumku. Aku telah mempermalukan nama Anda."

"Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi, hal yang paling kita perlukan adalah rencana untuk merebut tempat kita kembali." Randika mengelus kepala Catherine yang lembut itu.

Memang hari ini dia telah kalah, namanya sebagai yang tidak terkalahkan di dunia bawah tanah telah tercoreng berkat Bulan Kegelapan dan Shadow. Tetapi mereka akan merebut kembali kehormatan mereka!

Matthew dan Martin bagai pinang dibelah dua, wajah mereka benar-benar mirip. Ketika Randika melihat wajah semangatnya, dia semakin yakin bahwa mengambil alih istananya bukanlah impian.

............

Randika keluar dari penjara terkutuk itu bersama dengan para bawahannya. Tidak butuh waktu lama untuk media mengabarkan berita mengejutkan ini pada dunia. Tajuk utama setiap berita adalah hancurnya penjara terketat di dunia oleh serangan teroris. Tidak ada saksi yang bisa menjelaskan apa yang telah terjadi di penjara di pinggiran kota Tokyo tersebut. Total 200 penjaga telah mati mengenaskan.

Sesuai apa yang diramalkan oleh Randika, hari ini tidak akan ada lagi yang namanya penjara Shinra!

Di sebuah rumah, yang cukup jauh dari lokasi penjara, Randika duduk di depan meja dan semua bawahannya berkumpul dan menghadap padanya.

"Kita tidak punya informasi mengenai Bulan Kegelapan." Catherine mulai diskusi kali ini. "Langkah pertama kita adalah mengetahui di mana markas utamanya."

"Untuk mendapatkan informasi tersebut, akan sangat sulit bagi kita mengingat Shadow membantu Bulan Kegelapan. Jadi menurutku kesempatan terbesar kita adalah mencari keberadaan Yuna." Catherine menyampaikan pendapatnya.

Frank mengangguk. "Apa yang dikatakannya itu benar. Aku melihat sendiri bahwa Bulan Kegelapan mengirim orangnya untuk menangkap Yuna. Jika kita berhasil menemukan Yuna, kita bisa mendapatkan lokasi Bulan Kegelapan."

"Bagaimana menurutmu tuan?" Catherine menoleh ke arah Randika. Semua tatapan mata sekarang menuju Randika.

"Keselamatan Yuna adalah yang terpenting." Kata Randika dengan tegas.

Semua orang membungkuk dan menerima perintah tersebut. Randika lalu berkata kepada empat letnan. "Bawa orang-orangmu dan cari keberadaan Yuna. Kalian juga bisa menginterogasi sipir yang kita bawa sebelumnya."

"Siap." Keempat letnan, Singa, Jin, Matthew dan Martin melangkah maju dan menerima perintahnya.

"Kita juga perlu mengamati pergerakan musuh di istana kita." Randika menoleh ke arah Polemos.

Polemos maju dan membungkuk, dia menerima misi ini dengan lapang dada.

Meskipun Randika sudah tidak sabar merebut istananya kembali, dia tidak bisa bertindak gegabah. Dengan mengetahui detail-detail kecil akan sangat berpengaruh dengan hasil akhir.

Perlu diingat bahwa kekuatan Bulan Kegelapan sudah merangkul Tokyo, hal ini benar-benar di luar dugaan Randika. Meskipun ada Raihan dan Frank di sisinya, mereka akan melawan sebuah pasukan jadi mereka harus benar-benar siap ketika menyerang.

Terlebih, pasukannya yang berhasil melarikan diri itu tidak cukup untuk menyerang sebuah benteng. Semua jenderal dan letnan hampir kehilangan 80% dari pasukannya, hanya Kyoko lah yang cuma kehilangan 30%.

Oleh karena itu, Randika mengirim Polemos yang pandai menyamar untuk menemukan pola penjagaan di istana bawah tanah itu.

"Tuan, sepertinya kita perlu mengisi kekosongan pasukan kita ini." Catherine menambahkan.

"Masalah itu bisa diurus nanti." Kata Randika. "Jika kita berhasil membunuh Bulan Kegelapan, kekuatannya akan berpindah tangan pada kita. Aku sekarang ingin kalian fokus mencari informasi dan mengumpulkan senjata yang ada."

Catherine mengangguk.

Randika lalu menatap ke arah awan yang ada di jendela, seakan-akan dia bisa melihat wajah Bulan Kegelapan yang mengejek dirinya itu.

Aku sendiri yang akan membunuhmu dengan kedua tanganku atas nama saudara-saudaraku yang telah kau bunuh!