Chapter 135: Kejar-kejaran

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
"Ayo kak cepat! Keburu malam nanti!" Kata Hannah sambil menyeret Randika masuk.

Randika merasa tidak berdaya dan mulai membantu meletakan baju di etalase dan mengurus barang-barang yang lain.

Karena adik iparnya yang butuh bantuannya, meskipun ogah-ogahan Randika tidak punya banyak pilihan.

"Han, apa kamu terus yang akan menjaga toko ini?" Tanya Randika.

Sebagai mahasiswa, Hannah jelas punya kewajiban sebagai pelajar jadi mustahil dia akan menjaga toko ini setiap harinya.

"Tidak, tapi aku kenal banyak orang di sekolah ini. Aku akan meminta bantuan mereka untuk menyebarkan bahwa aku sedang mencari pekerja paruh waktu." Kata Hannah sambil tersenyum.

Randika mengangguk puas. "Kau harus mempercayai para karyawanmu nanti. Kalau sudah menyangkut masalah uang, banyak masalah yang bisa timbul."

Hannah lalu menjawab keraguan Randika dengan nada bangga. "Jangan khawatir, aku sudah memikirkan sistem di mana komunikasi berjalan dua arah dan aku juga akan memasang kamera."

Ketika mereka masih sibuk menyiapkan, terdengar suara orang dari pintu. "Permisi, siapa yang bertanggung jawab terhadap ruangan ini?"

Randika dan Hannah menoleh. Ternyata orang itu adalah mahasiswa yang berpakaian ala anak-anak nakal, dari kelakuannya itu Randika menyimpulkan bahwa mahasiswa itu sudah di semester akhir.

"Iya ada apa?" Hannah menghampirinya sambil tersenyum.

"Aku dengar ruangan ini bisa disewa?"

"Ah maaf, aku sudah menyewa tempat ini dari kak Amel." Kata Hannah sambil meminta maaf.

Melihat dada Hannah yang besar itu, mahasiswa akhir ini benar-benar terpukau. Sesuai dugaannya, adik kelasnya ini benar-benar menawan!

"Baiklah kalau begitu." Lelaki itu menghela napas. "Aku sebenarnya tertarik sama ruangan ini tetapi kalau kamu sudah menyewanya apa boleh buat."

"Terima kasih kak, sekali lagi aku minta maaf." Kata Hannah sambil tersenyum. Dia lalu kembali ke ruangan tengah.

"Ah, aku akan membantumu." Mahasiswa akhir ini langsung dengan sigap membantu Hannah mengangkat kardus. "Dari jurusan mana kamu?"

Randika geleng-geleng melihat hal ini. Dia merasa mahasiswa akhir ini hanya pura-pura tertarik sama ruangan ini untuk mendekati adik iparnya. Lebih parahnya lagi dia mencueki dirinya? Jangan harap kau akan mendapatkan restunya!

"Maaf, kami sedang tidak membutuhkan bantuanmu." Kata Randika sambil tersenyum.

Mahasiswa akhir itu menoleh dan menatap Randika. Dengan nada dingin dia mengatakan. "Aku tidak peduli kau siapa, tetapi kalau aku sedang berbicara dengan adik kelasku ini tolong jangan ganggu aku."

Arogan sekali?

Randika lalu menatap Hannah. "Han, karena kamu sedang belajar bagaimana lika-liku membangun usaha, tidak baik kamu menerima bantuan orang luar."

Mendengar kata-kata Randika, Hannah lalu menoleh ke kakak kelasnya itu. "Maaf kak, aku sedang tidak butuh bantuan pada saat ini."

Lelaki ini terlihat tersenyum tetapi kepalan tangannya semakin erat tiap detiknya. "Oh tidak apa-apa, kalau butuh apa-apa panggil aku saja."

Lalu mahasiswa akhir itu berjalan menghampiri Randika dan menabrak pundaknya. "Kau ingin mati?"

Randika hanya tersenyum. "Tidak, tidak, tidak, di luar sana masih banyak perempuan cantik. Kenapa kau terlihat sedih hanya karena satu orang menolakmu? Kau itu masih muda, hidupmu masih lama. Selama kau memiliki hati yang baik dan perilaku dewasa, maka para perempuan akan datang dengan sendirinya. Jangan terlalu memikirkan penolakan ini terlalu dalam."

Melihat Randika yang sok bijak, Hannah hanya bisa tertawa kecil. Kakak iparnya ini memang suka mempermalukan orang.

Mendengar hal ini, mahasiswa akhir itu menjadi marah. "Biarkan aku memberitahumu, jika kau tidak segera menghilang dari tempat ini maka akan kubuat wajahmu babak belur."

Randika lalu menjulurkan jari telunjuknya dan menggoyangkannya. "Kau salah teman. Pertama-tama, para perempuan yang aku kenal mencintaiku dengan sepenuh hati jadi meski wajahku tidak berbentuk mereka masih mencintaiku. Meskipun aku tahu kau tidak terima bahwa aku lebih tampan darimu dan lebih populer, cara kasar seperti itu tidak akan membuatmu populer di kalangan wanita. Jadi pikirkan baik-baik sebelum kau malu sendiri. Kedua, tidak mungkin kau bisa membuatku babak belur."

Randika mengatakan semua hal itu dengan cepat, mahasiswa akhir itu hanya membiarkannya masuk ke telinga kiri dan keluar di telinga kanan.

Melihat Randika yang sudah diam, dia membunyikan tulang tangannya. "Kuberitahu, aku berlatih tinju dan sudah memenangkan beberapa kejuaraan. Pikir baik-baik kata-katamu berikutnya."

"Justru karena aku tidak berlatih bela diri sepertimu, aku memakai otakku secara sempurna. Jadi meskipun aku kalah kekar darimu, setidaknya aku lebih berkharisma dan cerdas."

Melihat senyuman di wajah Randika, mahasiswa akhir ini sudah tidak bisa menahan amarahnya. "Aku benar-benar ingin lihat apakah temanmu itu akan tetap mau bersamamu setelah wajahmu sudah tidak berbentuk."

"Oh? Kalau begitu kita lakukan ini di luar saja." Randika lalu berjalan ke arah pintu. "Aku tidak ingin ruangan yang susah payah aku bereskan malah menjadi berantakan."

Setelah itu Randika keluar dari ruangan dan menunggu mahasiswa itu untuk keluar.

Setelah mereka berdua di luar, Randika mulai memberikan bumbu agar musuhnya menyerang duluan. Randika mengacungkan jempolnya terbalik!

Melihat provokasi itu, mahasiswa akhir ini benar-benar sudah tidak tahan lagi.

"Kau sendiri yang memilih mati." Tatapan mata mahasiswa akhir ini sudah benar-benar dipenuhi api kebencian. Dia lalu menerjang dan melayangkan pukulannya.

Tapi di menghantam udara kosong dan pundaknya seakan telah dipegang oleh orang. Ketika dia menoleh, Randika sudah berdiri di belakangnya sambil tersenyum.

Bukankah orang itu ada di depannya? Kenapa dia bisa muncul di belakangnya?

Sedikit rasa ragu melintas di pikirannya, namun dia dengan cepat berusaha menangkap tangan Randika yang ada di pundaknya.

Lagi-lagi dia gagal dan Randika sudah berada di belakangnya lagi!

Sekarang tatapan mahasiswa akhir ini benar-benar bingung. Musuhnya ini bisa menghilang dengan cepat dan berada di belakangnya dalam sekejap. Gerakan apa itu?

"Hei, hei, aku di sini. Coba tangkap aku." Kata Randika sambil tertawa. Melihat bocah itu masih menerjangnya, Randika berlarian tanpa henti.

Randika sama sekali tidak melawan balik, dia terus mengajak mahasiswa itu berlarian ke sana kemari tanpa membuat dirinya tersentuh.

Setelah beberapa menit, dahi dan punggung mahasiswa itu sudah basah oleh keringat. Selama ini dia bahkan belum bisa menangkap ujung baju Randika.

"Ternyata bukan hanya kamu tidak sering memakai otakmu, kemampuan fisikmu ternyata lemah juga. Gimana caranya perempuan mau sama kamu kalau begitu?" Kata Randika sambil tertawa.

Mendengar ejekan itu, mahasiswa ini meraung keras dan berusaha menangkap Randika.

Kali ini, Randika tidak lari melainkan diam di tempatnya. Namun ketika mahasiswa itu berusaha menangkapnya, Randika hanya menghindarinya dengan gerakan sederhana.

"Aduh nyaris saja, ayo sedikit lagi."

Melihat kedua laki-laki ini sedang kejar-kejaran, Hannah hanya bisa menghela napas dan bekerja kembali tanpa banyak komentar.

Sedangkan para murid yang berjalan melewati mereka, hanya memandang mereka dengan tatapan bingung. Sudah gede tetapi masih main kejar-kejaran?

Setiap kali Randika hampir membuat dirinya tertangkap, dia berhasil menghindar dan membuat jarak di antara mereka. Mahasiswa itu sudah kecapekan bukan main, dia merasa lututnya sudah lemas.

"Kau…. Sebutkan namamu!"

Mahasiswa itu menatap Randika dengan tajam.

"Lho sudah selesai?" Randika lalu tersenyum. "Julukanku adalah pendekar tampan, tidak ada orang yang tidak mengenalku di jurusan bahasa inggris."

"Baiklah, lihat saja kau nanti!" Kata mahasiswa itu dengan nada dingin. Dia lalu pergi meninggalkan Randika.

Melihat lawannya kabur, Randika tertawa. Ketika dia menoleh, dia melihat Hannah sedang sibuk sendirian.

"Han, aku ada urusan jadi aku pulang dulu ya." Randika tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur!

Sukses mempermainkan laki-laki yang arogan dan berhasil kabur dari jeratan adik iparnya, hari ini benar-benar menyenangkan bagi Randika.