Chapter 91: Bukan Urusanmu Aku Dekat dengan Siapa

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Ketika Randika menoleh kearah orang diseberangnya, 'bukankah itu Deviana?' benaknya.

"Wah kebetulan sekali bertemu denganmu." Kata Randika sambil tersenyum pada wanita itu.

Deviana dan petugas polisi lainnya langsung mengamankan lokasi. Mereka semua menatap Randika dengan penuh hormat. Dalam hati mereka, mereka sudah menganggap orang ini sekutu mereka. Para polisi yang sudah mengetahui kehebatan Randika di kejadian balapan liar di gunung kapan hari justru semakin hormat padanya.

"Tanpa bantuanmu hari ini, aku tidak tahu masalah buruk apa yang akan terjadi." Deviana menghampirinya sambil tersenyum.

Pada saat ini, Deviana memakai seragam polisinya dan rok pendek. Meskipun begitu, semua ini tidak bisa menutup kemolekan tubuhnya itu.

"Hahaha ini cuma masalah kecil." Randika lalu tersenyum. "Selama kau mengingat perjanjian kita."

"Janji? Janji apa?" Deviana bingung.

Randika lalu berbisik padanya. "Bukankah kau sudah berjanji kalau aku menolongmu sekali maka aku boleh merabamu sekali?"

Ketika mendengarnya, Deviana tersipu malu. Tetapi dia tidak bisa marah ataupun berkomentar di depan teman-temannya.

"Baiklah." Senyuman Deviana itu segera memenuhi mata Randika. Dia benar-benar terlihat cantik dengan baju apa pun.

"Kalau begitu…." Randika tertawa kecil dan menjulurkan tangannya.

Deviana yang melihatnya segera mengambil langkah mundur. "Tapi yang menjadi perjanjian kita adalah ketika aku meminta pertolonganmu. Kali ini aku tidak minta pertolonganmu jadi bisa dikatakan yang barusan tidak dihitung."

Randika tertawa pahit, dia dari awal sudah tahu trik semacam ini yang akan digunakan Deviana.

Melihat wajah Randika yang kecewa itu, Deviana tertawa dalam hatinya. "Lain kali kalau ada kejadian seperti ini kau bisa bekerja keras lagi."

Dengan adanya Randika menjaga kota ini, Deviana bisa bernapas sedikit lega karena ada orang yang bisa diandalkannya.

Kedua orang ini terlihat sangat dekat di mata orang-orang. Semua orang yang hadir mencium bau-bau romantisme di antara mereka berdua.

Hal ini cukup menciptakan gelombang tersendiri di kalangan para polisi ini, khususnya bagi para polisi muda yang menganggap Deviana sebagai Dewi di antara mereka.

Hal ini dianggap Kenny sebagai hinaan, kenapa pria itu bisa bermesra-mesraan dengan pujaan hatinya?

Kenny menggertakan giginya dan berjalan mendekati mereka berdua.

"Dev, kita perlu menyelesaikan pekerjaan kita secepat mungkin." Kata Kenny pada Deviana.

"Baiklah."

Ketika Deviana pergi meninggalkan Randika, dalam sekejap senyuman Kenny berubah menjadi wajah yang dingin.

"Siapa kamu?" Tanya Kenny pada Randika dengan muka masam.

Namun, Randika tidak mempedulikannya dan pergi meninggalkannya. Orang itu datang-datang sudah berwajah dingin dan arogan seperti itu, memangnya aku hutang uang sama kamu?

"Hei berhenti!" Kenny langsung berteriak.

Meskipun dia baru bergabung di kepolisian, atasannya memuji kinerjanya dan promosi hanyalah masalah waktu bagi dirinya. Semua polisi perempuan menyukai dirinya karena wajahnya yang tampan.

Dengan kemampuannya yang luar biasa dan penampilannya yang tampan membuat Kenny yakin pada masa depannya. Namun, semua itu tidak terasa lengkap apabila tidak ada pasangan hidup. Dia menyukai Deviana namun, Deviana selalu dingin padanya dan menjaga jarak. Kenny tidak mau menyerah dan menganggap keuletan adalah kunci meluluhkan hati Deviana.

Tapi hari ini dia melihat pujaan hatinya tersenyum di depan pria lain, mana mungkin hal ini tidak membuatnya cemburu dan marah?

Tangan kanan Kenny hendak meraih pundak Randika tetapi dengan cepat Randika meraihnya dan memutar tangan Kenny dengan kuat.

Ketika Kenny ingin melepaskan diri, Randika semakin keras memutarnya dan Kenny hanya bisa meringis kesakitan.

"Sebagai polisi, keselamatan warga adalah yang terpenting." Sesaat setelah Randika melepaskan tangannya, Kenny dengan cepat mengambil langkah mundur. Randika lalu berkata padanya dengan nada dingin. "Jika polisi bertindak atas kepentingan pribadi, aku bisa melaporkanmu!"

"Kau!" Kenny benar-benar marah. "Mana mungkin kau bisa disebut warga biasa? Sebagai polisi aku berhak memeriksa identitasmu, sekarang ikut aku ke kantor!"

"Apa salahnya warga biasa mempunyai keahlian mempertahankan dirinya sendiri?" Randika menggelengkan kepalanya. "Kalian punya senjata, jadi wajar kan kalau aku bisa berkelahi?"

"Aku omongin ya, jangan salahkan orang lain jika kau tidak mampu mendapatkan perempuan yang kau mau. Mencuri hatinya itu tergantung pada sikap kita padanya." Randika segera pergi meninggalkannya.

Mendengar ceramah Randika justru membuat Kenny semakin kesal dan marah. Dia menghentakan kakinya dengan keras. "Berhenti!"

Teriakan dan hentakan kakinya itu mengundang perhatian semua orang termasuk Deviana.

Kenny mengeluarkan borgol miliknya dan menghampiri Randika. Tetapi, yang Kenny tidak tahu adalah sosok Randika sudah tidak ada di depannya. Ketika dia kebingungan mencari Randika, ternyata pergelangan tangannya sudah dicengkeram erat oleh Randika. Kemudian Randika mengambil borgol tersebut dan memborgol kedua tangan Kenny di belakang punggungnya.

"Bajingan!" Kenny benar-benar terkejut dan lengah, dia tidak menyangka orang ini sangat cepat.

"Sepertinya kamu cocok menjadi polisi di belakang meja deh." Randika tersenyum. "Sayang jika wajah putihmu itu terkena debu dan terlebih lagi kau tidak punya kemampuan fisik yang bagus. Bagaimana rasanya tidak menjadi nomor 1 lagi?"

"Cepat lepaskan aku!"

"Hah? Buat apa aku melakukannya?" Randika menghela napas. "Apakah kau merasa bahwa jika borgol itu terlepas kau bisa mengalahkanku? Di depan seekor singa, semut sepertimu bukanlah apa-apa."

"HEI! Apa yang kalian berdua lakukan?" Deviana berlari menghampiri mereka. Dia lalu menatap tajam Kenny. "Kau ingin mempermalukan pekerjaan kita?"

Kenny hampir muntah darah mendengarnya. Jelas aku yang sedang dipermalukan dan bukannya mendukungku yang merupakan rekan seprofesi, kau justru membela orang luar ini?

"Randika, kau baik-baik saja?" Tanya Deviana dengan cemas.

Randika terkejut karena tangan Deviana sudah menyeka keringat di wajahnya.

Ah… perempuan ini rupanya sudah jatuh pada pesonaku!

Randika tersenyum melihat Deviana yang penuh perhatian ini. Dia lalu melepas Kenny dan mengatakan. "Aku tidak apa-apa, cuma temanmu ini kurang sopan."

"Kenny! Kenapa kau terus mencari gara-gara sama orang lain?" Deviana menjadi marah melihat tingkah laku Kenny yang kekanak-kanakan ini. Setiap kali dirinya berbicara dengan orang, Kenny selalu saja nimbrung.

"Ah! Maksudku…. Maksudku bukan begitu." Kenny ingin menjelaskan tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Randika lalu mengatakan. "Dia barusan mengancamku karena aku terlihat dekat denganmu. Bahkan dia mengancam akan membawaku ke kantor polisi."

Kali ini hati Kenny benar-benar hancur. Penjelasan macam apa yang bisa dia jelaskan?

"Anu… itu…" Kenny benar-benar tidak bisa berkata-kata.

Deviana menatapnya dengan dingin. "Bukan urusanmu aku dekat dengan siapa. Jangan pernah mengajakku ngomong lagi!"

Setelah berkata seperti itu, Deviana sudah malas melihat wajah Kenny dan meninggalkannya. Hati Kenny benar-benar hancur sementara Randika hanya menggelengkan kepalanya dan ikut pergi.

Kenny yang masih terborgol itu hanya bisa jatuh berlutut dan menangis.