Chapter 317 - Rencana Ibu-Ibu

"Eh, Nak Karan, mau kemana? Sini dulu." panggil ibu Adith menghentikan langkah kaki Karan yang sedang menuju ke arah Alisya.

Karan tersenyum lebar dan segera mengikuti panggilan ibu Adith saat melihat nenek Alisya juga ikut memanggil dirinya.

"Halo nek, hai tante. Karan masih punya banyak pasien tadi makanya telat." sapa Karan dengan begitu ramah kepada kedua wanita tersebut.

"Tak apa, duduklah dulu temani dua wanita tua yang sedang menjomblo ini." ucapan ibu Adith membuat Karan tertawa pelan.

"Tante bisa aja yah!" ucap Karan memandang mereka dengan penuh perhatian.

"Karan, apa kamu tidak ada niat untuk nikah? umur kamu sekarang sudah sangat mapan. 25 tahun itu usia yang cukup untuk nikah." tanya nenek Alisya dengan maksud untuk mengingatkan yang bisa dipahami oleh Karan.

"Ada kok nek, cuman sekarang Karan belum nemu calon yang tepat. Karan juga masih sibuk ngurusin rumah sakit jadi itu yang jadi penghambat buat Karan nemu calon." Karan mengambil segelas minuman yang di bawa pelayan untuknya.

"Emang calon seperti apa yang kamu ingin temukan?" tanya ibu Adith penasaran sembari melirik ke arah ibu Karan yang sudah menari Akiko bersamanya.

"Jadi ternyata belum nemu? nenek pikir kamu sukanya sama Akiko. Nenek salah tanggap rupanya?" pancing nenek Alisya yang membuat Karan tersedak dari minumannya.

"Loh kalau sama Akiko saya dukung loh, dia anaknya manis. Rajin dan ceria lagi. Dia anak yang tulus dan sangat perhatian terhadap orang tua. Apalagi dia juga cantik dan cerdas, tante rasa kalian cocok." ucap Ibu Adith bukan bermaksud untuk melebih-lebihkan tapi memang itu yang ia rasakan ketika berhadapan dengan anak manis itu.

"Tante sama nenek mau ngomporin saya sama Akiko nih? Berniat ngejodohin yah?" Karan tersenyum menyadari maksud dari percakapan mereka.

"Iya, soalnya kami lihat kalian berdua cocok. Kalau kau suka padanya maka dia bisa menetap disini dan menemani nenek. Tapi jika tidak, maka tahun berikutnya Akiko akan kembali ke Jepang." nenek Alisya mengeluarkan informasi yang sangat penting yang bahkan Alisya tidak mengetahui hal tersebut.

"Akiko akan kembali ke Jepang? Alisya dan Karin tahu tidak tentang ini? Apa Ryu juga sama?" tanya Karan dengan ekspresi kaget. Meski di hatinya terasa sedikit percikan api kepahitan, Karan lebih memikirkan bagaimana perasaan Adiknya dan Alisya ketika mendengar hal tersebut.

"Mereka berdua tidak mengetahuinya, makanya tante sama nenek mau ngomongin masalah ini sama kamu. Kami harap kamu bisa nahan Akiko untuk balik ke Jepang, kami sudah terlanjur sayang sama dia." Ibu Adith menatap penuh harap kepada Karan.

Karan hanya terdiam karena tak tahu apa yang harus ia katakan. Karan masih belum yakin akan apa yang ia pikirkan dan rasakan mengenai Akiko. Meski ia sedikit merasa simpati, Karan tetap masih belum bisa melepaskan perasaanya dari Alisya. Butuh waktu baginya untuk bisa membuang perasaan itu.

"Kamu suka sama Akiko tidak?" Ibu Adith penasaran dengan tanggapan Karan mengenai Akiko.

"Aku, Aku masih tidak yakin dengan perasaanku tante." ucap Karan gugup mendapat pertanyaan seperti itu dari Ibu Adith.

"Nenek tau kamu masih menyukai Alisya, itulah kenapa kamu tidak yakin dengan perasaanmu sekarang!" nenek Alisya sengaja berkata seperti itu saat melihat Ibu Karan sudah mendekat ke arah mereka.

"Aku memang masih memiliki perasaan kepada Alisya, tapi bukan karena itu aku tidak menemukan seseorang saat ini atau tidak menyukai Akiko. Aku hanya tidak memiliki perasaan lebih kepadanya." ucap Karan yang tak mengetahui kalau Akiko sudah berada dibelakangnya.

Karan merasa lehernya cukup kering sehingga dengan cepat ia mengambil minumannya dan meneguknya pelan.

"Karan, mama mau ngenalin seseorang sama kamu." Ibu Karan memanggil Karan cepat sehingga Karan bangkit dari duduknya saat ia menyeruput habis minumannya.

Ketika karan berbalik badan, betapa kagetnya dia saat melihat kalau orang yang di bawa oleh ibunya itu adalah Akiko sehingga minuman yang belum sempat di telannya dengan baik tersebut menyembur keluar.

Melihat Karan yang terlihat kaget dan ingin menyemburkan sesuatu dari mulutnya, Akiko dengan cepat bediri dihadapan ibu Karan untuk melindungi ibu Karan dari semburan tersebut.

"Tante nggak apa-apa? Nggak basah kan?" tanya Akiko cepat saat semburan syahdu Karan telah habis.

"Loh, kan kamu yang kena semburannya. Rambut dan belakang kamu jadi basah semua tuh." Ibu Karan terlihat panik atas perlakuan Karan kepada Akiko.

"Ah.. Maafkan aku, aku tidak sengaja." Karan dengan cepat membuka Jasnya untuk diberikan kepada Akiko. Aku menolak dengan sopan sambil tersenyum pahit yang membuat Karan bingung karenanya.

Nenek Alisya dan ibu Adith tertawa pelan menyaksikan ke konyolan Karan. Mereka sengaja duduk manis dan diam untuk terus melihat apa yang akan dilakukan Karan selanjutnya kepada Akiko.

"Aku baik-baik saja, maaf tante aku ke tolilet dulu untuk membersihkan diri." Akiko memberi hormat cepat dan berlalu pergi dari sana tanpa menoleh sedikitpun.

"Sejak kapan mama dan Akiko berada dibelakangku?" tanya Karan merasa curiga dengan Akiko yang melarikan diri darinya tersebut.

"Cukup lama, sejak Kau menyukai Alisya dan tidak menyukai Akiko." ucap ibunya dengan santai dan jujur.

Karan memijit kepalanya dengan kuat paham kenapa ia melihat setitik bening mengalir jatuh dari pipinya saat Akiko berlari pergi. Meski apa yang dikatakannya benar, Karan hanya tak ingin melihat seorang wanita menangis karena dirinya.

"Ma, aku nyusul Akiko dulu yah." ucap Karan dengan cepat berlalu pergi dari sana mengejar Akiko.

Ibu Karan langsung duduk menaik turunkan keningnya kepada nenek Alisya dan Ibu Adith yang sudah senyum-senyum ketika Karan pergi mengejar Akiko.

"Agak kejam sih memang, tapi tahap keberhasilan dari Rencana ini cukup tinggi." Ibu Adith merasa kasian kepada Akiko atas rencana mereka tapi ia menganggap cara itu bisa membuat mereka jadi mengetahui isi hati satu sama lain.

"Berapa persen?" tanya Ibu Karan dengan penuh antusias.

"30 persen melihat dari rasa bersalah Karan." ucap ibu Adith dengan penuh keyakinan.

"Rasa bersalah seseorang kadang bisa menimbulkan cinta. Meski awalnya cukup sulit, tapi mereka akan saling memberika kekuatan satu sama lainnya." terang nenek Alisya memandang Karan yang sudah menghilang dari ruangan tersebut.

"Ya kau benar, untuk saat ini kita hanya bisa membantu mereka sebatas ini saja. Sampai disini biar mereka yang mengurus dan mennyelesaikannya sendiri." tambah Ibu Adith mengambil minumannya.

"Aku harap Karan bisa membuka diri. Aku tidak tahan melihatnya selalu sibuk dengan pekerjaannya tanpa memikirkan diri sendiri." ucap Ibu Karan dengan desahan yang sangat kuat memikirkan Karan.