Chapter 116 - A Chan.

"huuuhhhh,,, sepertinya aku harus terbiasa dengan panggilan itu!" desah Alisya memakai helem ninja yang menutupi seluruh kepalanya yang membuatnya tampak seperti seorang laki-laki sekarang. "Sampai jumpa di rumah!" Alisya melambaikan tangannya memacu kencang motornya.

"Kamu tau jalan pulang???" teriak Akiko mengingat Alisya belum tau betul mengenai seluk beluk jalanan kota tokyo.

Alisya hanya melambai membuat Akiko jadi bingung dengan arti lambaiannya itu. Dengan pasrah Akiko masuk kedalam mobil dan diantar oleh rombongan anggota dari paman Yoshio kerumah kakek pertama namun Alisya masih belum sampai disana.

Beberapa saat kemudian Suara motor yang terhenti di depan rumah membuat neneknya keluar dengan terburu-buru.

"Plakkkk!!!" pukul neneknya dipundak Alisya membuat Alisya meringis kesakitan sekaligus bingung dengan sikap mendadak neneknya.

"Aduh,, sakit nek... kenapa sih? aku baru tiba sudah dapat tabokan cinta dari nenek?" Alisya mengeluh dengan suara yang tenggelam dibalik helem ninjanya yang belum sempat dilepasnya.

"Kamu kemana saja sih? Akiko dari tadi menangis mengkhawatirkanmu!!! Kau sudah membuatnya menangis selama beberapa jam tau nggak!!!" nenek Alisya mengomel dengan keras karena Alisya tidak kembali selama hampir 3 jam.

"Maaf nek,, tapi lihat ini??? ini motor kesayangan ibu! motor ini sangat...." Alisya penuh semangat menjelaskan mengenai motor yang baru saja dinaikinya itu namun belum selesai ia bersuara neneknya sudah menjewer telinga Alisya dengan sangat keras.

"Aku tau segala hal tentang motor ini dibanding dirimu, tapi sebelum itu kau harus meminta maaf kepada seseorang terlebih dahulu!" nenek Alisya menarik Alisya masuk kedalam rumahnyan tanpa melepas tangannya dari telinga Alisya.

"Iya, iya aku masuk nek sakiiittt!" neneknya dengan cepat melepas cubitannya pada telinga Alisya setelah memperhatikan kalau telinga Alisya tidak terpasang alat peredam.

"Kamu melepas alatmu? sejak kapan? kenapa nenek tidak menyadarinya? apa yang kamu lakukan dengan melepas alat peredammu?? kamu sudah bisa mendengar suara sekarang?" kali ini suara nenek Alisya terdengar bersalah dan sangat khawatir. ia tak menyangka kalau Alisya akan dengan percaya diri melepas alat peredam dari telinganya.

"Nanti aku jelaskan yah, sekarang aku harus menenangkan Akiko dulu! Suara tangisannya sangat keras membuat telingaku cukup sakit sekarang!" Alisya menuntun neneknya masuk kedalam rumah.

"Tidak, kamu harus menjelaskannya dulu kepada nenek! apa yang sedang kamu lakukan sebenarnya?" neneknya masih belum bisa menghilangkan rasa khawatirnya.

"Nek, aku baik-baik saja! jangan khawatir, jika tidak aku mana mungkin berani melepaskannya!" Alisya berusaha menjelaskan dengan lembut.

"Apa ini ada hubungannya dengan Adith? kau bahkan tak memberitahu Karin saat kemari!!!" terka nenek Alisya memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi.

Alisya hanya tersenyum memeluk neneknya. Dengan pasrah neneknya mengikuti langkah Alisya tanpa menanyakan alasan Alisya lebih lanjut.

"A channn..." Akiko menghambur kearah Alisya begitu melihat Alisya masuk sedang ia sudah cukup lama menangis.

Alisya bukannya menenangkan Akiko dengan memeluknya, namun malah langsung memelintir lehernya dan menjepitnya dilengan kirinya.

"Siapa yang menyuruhmu menangis ha??? bukankah aku menyuruhmu untuk tidak perlu menghawatirkan aku?" Alisya memarahinya menggunakan bahasa jepang dengan suara yang dingin.

"Maaf, maaf,, tapi aku sangat khawatir!" Akiko bersuara serak dalam kuncian lengan Alisya.

"Kenapa kau harus menyiksa setiap orang yang menyayangimu sih!" pukul nenek Alisya gemas dengan sikap yang dilakukan Alisya.

Pukulan nenek Alisya yang dijatuhkan secara beruntun di atas tubuh Alisya membuat Alisya melepaskan kunciannya dari leher Akiko. Akiko yang sebelumnya menangis tersedu-sedu akhirnya tertawa melihat keakraban Alisya dan neneknya. Bahkan kakeknya yang baru datang pun ikut tertawa melihat tingkah nenek dan cucu yang seperti kucing dan tikus itu.

"Alisya..." suara kakeknya terdengar berat menghentikan langkah Alisya yang berlari menghindari neneknya yang sudah terjatuh di atas sofa karena kelelahan.

Alisya memandang wajah serius kakeknya sedangkan Akiko dengan cekatan mengambilkan nenek Alisya air minum untuk melepaskan lelahnya yang sudah terbatu-batuk pelan karena mengejar kelincahan Alisya.

"Ikutlah keruangan denganku, ada yang harus aku bicarakan denganmu!" ajak kakek Alisya menuju ke ruangan kerjanya.

Alisya memandang lekat ke arah neneknya dan mengikuti langlah kakeknya setelah mendapatkan anggukan persetujuan dari neneknya.

"Kau tahu apa resiko yang sudab kau lakukan malam ini kan?" Kakeknya membuka suara saat mereka sudah berada didalam ruang kerjanya. Alisya hanya mengangguk pelan memahami arah pembicaraan yang dimaksudkan oleh kakeknya.

"Dengan kehadiranmu di jepang serta kemunculanmu hari ini sudah mendapat perhatian yang sangat mencolok di semua organisasi dan tentu saja selain karena wajahmu yang sangat mirip ibumu, kehadiranmu juga telah lama membuat mereka menaikkan waspada sejak pertama kali ibumu mengirim fotomu dulu!" jelas Kakeknya lagi setelah melihat ekspresi Alisya yang sudah siap untuk mendengarkan semuanya.

"Tapi aku baru naik kelas 3 SMA kek? mana mungkin aku bisa memimpin seperti Ibu? kakek bermaksud untuk segera mengumumkan kehadiranku kan?" Alisya sudah mengetahui mengenai hal ini saat ia mencari tahu banyak hal tentang ibunya. Setelah melihat reaski paman Yoshio, Alisya paham betul mengenai apa yang akan terjadi kedepannya.

"Aku tau, tapi apa yang kamu lakukan hari adalah sebuah ledakan besar yang dapat membuat seluruh organisasi dalam kepanikan! Yoshio sudah mengatur beberapa hal namun sepertinya itu akan sulit baginya jika kau tak membantunya dengan menghadapinya secara langsung!" ucap kakeknya lagi dengan penuh kelembutan dan pertimbangan.

"Baiklah, aku akan mempertanggung jawabkan apa yang sudah aku lakukan! tapi aku tak ingin terlibat terlalu dalam dengan organisasi ini, biarlah paman Yoshio yang menangani semua ini. paman Yoshio lebih berpengalaman dibanding diriku!" Alisya yakin betul bahwa dia belum dan tidak mampu berurusan dengn organisasi seperti apa yang sudah dilakukan ibunya.