Chapter 245 Ketahuan

Jam istirahat makan siang. waktu rehat yang dinantikan semua orang yang ada di dalam gedung megah ini. Siang ini suasana kantin kantor tidak berbeda dengan hari biasanya. Ramai obrolan para pekerja yang sudah mengambil makanan dan duduk. Antrian orang-orang yang baru mengambil piring, mendekap piring di tangan kanan mereka, sambil tangan kiri sibuk memeriksa hp. Mengecek sosial media masing-masing tentunya.

Raksa dan Jen sudah selesai mengantri makanan mereka, Membawa piring di tangan masing-masing, berjalan mengedarkan pandangan

mencari tempat kosong. Mata mereka menemukan tempat yang sama, saling sengol dan tertawa

lalu berjalan cepat menuju meja kosong.

" Raksa." Seorang senior memanggil saat keduanya hampir sampai di dekat meja. Jen lebih dulu menuju meja kosong yang mereka temukan karena takut diambil orang. "Ambilah" Senior wanita itu menyodorkan tangannya. " kamu suka jus sirsakkan? aku sengaja membelinya untukmu." Ucapnya malu-malu sambil melirik teman-temannya yang lain.

" Eh terimakasih." Agak ragu namun diambilnya juga sekotak jus yang mengantung di depannya.

" Nanti mau minum kopi? Kamu bisa ajak Jen juga sekalian." Raksa hanya menjawab basa basi tanpa memberi kepastian. Lalu menunjuk piring di tangannya. " Baiklah, makanlah dulu. Nanti bicara lagi ya."

Menolak secara langsung akan menimbulkan ketidaknyamanan kerja, akhirnya seperti itulah Raksa. Dia selalu tidak enakaan jika menolak secara tegas.

“ Kenapa si senior itu tidak mau menyerah juga." Jen merengut saat Raksa sudah duduk di depannya.

meja mereka di samping jendela kaca, mereka bisa melihat awan berserak cerah di

langit luar. Karena kantin kantor ada di lantai yang cukup tinggi.

“ Sudahlah.” Raksa mulai makan makan

siangnya tidak mau membahas perihal senior wanita tadi. " Hemm." Gumamnya ragu. Ada yang mengantung di matanya. Keraguan. Tapi dia sudah tidak bisa

berkompromi dengan pikirannya untuk tetap menduga dan berprasangka baik “ Jen, boleh aku bertanya.” Akhirnya terlepas juga pertanyaan itu.

Eh, kenapa Raksa tiba-tiba serius

begini.

Jen bahkan meletakan sendoknya demi

fokus pada wajah Raksa.

Sial! Kenapa aku masih saja

deg-degakan begini si kalau melihat matanya langsung.

“ Kenapa?” Meraih sendoknya lagi setelah berhasil meredam debaran hati.

Mengambil makanan sedikit-sedikit. “ Mau tanya apa? tanya aja.” ucapnya tidak mendongakan kepala. Fokus melihat makanan di piringnya.

Apa dia tahu aku suka padanya? Hei,

tapi dari siapa. Tidak mungkin kakak ipar ceritakan. Atau si mulut cerewet Sofi, ah

dia juga tidak mungkin.

Masih terus menduga karena

sepertinya Raksa masih tengelam dengan keraguan dan makan makan siangnya. Membuatnya belum meneruskan apa yang sudah dia mulai tadi. Jantung Jen kembali berdegub, karena pikirannya berlarian menduga.

“ Hemmm.” Diam lagi sebentar. “

Tapi tolong jawab dengan jujur ya.”

Haaaaa, kenapa kau membuatku tambah

berdebar-debar. Sebenarnya kau mau tanya apa?

“ Ia, katakan saja. Jangan

membuatku penasaran begini!” Jen tertawa di buat-buat. Lalu meneruskan makannya.

“ Apa kak Niah baik-baik saja?” Mendengar pertanyaan Raksa, Jen

langsung membenturkan kepalanya ke meja. “ Hei kenapa Jen.” Raksa panik saking terkejutnya.

Memang apa yang aku pikirkan si. Pasti yang ditanyakannya tentang kakak ipar.

“ Kepalaku tiba-tiba gatal.”

Mendongak lalu mengusap keningnya yang nyeri. Sepertinya cukup keras dia membenturkan kepalanya tadi “ Kenapa memang? Kakak ipar baik-baik saja.” Memang ada yang terjadi si guman Jen, tapi semua masih baik-baik saja.

“ Ah.” Menyentuh leher. “ Beberapa

hari ini aku mencoba menghubungi kak Niah, tapi hpnya tapi tidak aktif.” Ada kelegaan di hati Raksa saat mendengah kakak perempuannya baik-baik saja.

“ Aaa itu, hp kakak ipar memang

sedang rusak. Tapi sepertinya memang sedang terjadi sedikit perang dingin

antara kak Saga dan kakak ipar, karena kakak ipar tidak boleh keluar dari rumah.”

“ Kenapa? Apa Kak Niah.” Wajah

panik Raksa langsung muncul lagi. Bahkan beberapa pikiran liar dan tidak masuk akal mulai bermunculan di kepalanya.

“ Hei, tenang dulu, tidak seperti

itu. Mereka baik-baik saja. Sungguh, mereka masih mesra seperti yang pernah

kamu lihat. Tidak ada yang berubah. Tapi sepertinya kakak ipar melakukan

sedikit kesalahan jadi dia tidak dibolehkan keluar rumah.”

Hah, ternyata masih seperti itu ya.

Kak Niah tetap masih harus berada pada garis batas tuan Saga yang sangat jelas.

“ Tapi kak Niah benar baik-baik

sajakan?” Meyakinkan hatinya lagi.

“ Ia Raksa, kakak ipar baik-baik

saja. Aku akan menyampaikan salammu nanti kalau pulang ya.” Jen membereskan piring dan gelasnya. Suapan terakhir sudah kandas.

“ Ia sebenarnya ada berita yang mau

aku sampaikan juga padanya.” Raksapun sudah membereskan piringnya. Minum jus buah yang diberikan senior padanya tadi.

“ Apa?”

“ Berita pernikahan.”

Brak! Reflek karena terkejut Jen memukul meja sampai sendok jatuh berdenting. Wajahnya campur aduk.

Pernikahan! Pernikahan!

“ Pernikahan! Tidak boleh!" Terdengar sangat marah daripada hanya sekedar terkejut. " Memang

kamu sudah seyakin itu mau menikah?" Memukul meja lagi. " Raksa kita bahkan belum lulus kuliah.

Status magang kita saja belum final, bagaimana kamu bisa berfikir tentang

pernikahan.” Suara Jen sepertinya bukan hanya bisa di dengar keduanya, tapi

hampir meja di sekitar mereka menoleh dan ikut mendengar. Senior wanita yang memberinya jus buah dan teman-temannya juga bisa mendengar dengan jelas. Sudah tercipta keributan di meja mereka. Makanan yang belum mereka habiskan tidak lagi mereka sentuh. "Aku tahu pacarmu itu keren, tapi apa harus secepat ini?" Masih bicara mengebu-gebu dengan nafas terengah.

“ Apa, Raksa mau menikah?”

“ Anak magang of the year kita mau menikah?”

“ Aaaaaa, aku bahkan baru follow

media sosialnya dan mau tebar pesona padanya.”

“ Raksa! Tidak mungkin.”

" Raksa sudah punya pacar!" terdengar sekali nada penuh emosi dalam pengucapannnya.

Langsung terdengar suara kumbang

dimana-mana.

“ Hei Jen kenapa kau teriak-teriakan

begitu.” Menepuk tangan Jen di atas meja yang terkepal. " Dengarkan aku dulu."

“ Kenapa aku berteriak? karena kamu mau menikah!” masih

berteriak tidak kalah keras. Lalu menjatuhkan kepala di meja. Mendongak pelan, menatap mata Raksa. Lalu keluarlah kata-kata yang akan dia sesali seumur hidupnya. “ Paling tidak biarkan aku move on dulu darimu

baru kau menikah. Mungkin aku tidak akan terlalu sakit hati. Kenapa? Kenapa

sekarang kau menikahnya si!” Berbisik pelan, hanya Raksa yang bisa mendengar kalimat terakhir Jen.

Raksa yang tidak bisa menutupi rasa terkejutnya mendengar pengakuan Jen. Terduduk diam dengan pikiran kosong.

Apa maksudnya? Jen suka padaku? suka? sebagai laki-laki?

Walaupun Raksa berusaha mengusir pikiran tidak masuk akal itu, tapi ketika mata mereka bersitatap, dia berhasil menemukan jawabannya.

Jadi Jen benar-benar suka padaku?

Bersambung