Chapter 206 Persiapan Pesta

Terjawab sudah tanda tanya di

kepala Aran kenapa sampai dia menerima pesan ancaman dari sekertaris Han.

Ajakan menonton tapi sudah seperti mengiringnya ke ruang eksekusi. Nona Daniah

muncul di rumah belakang setelah makan malam. Membuat semua orang terkejut.

Daniah hanya tertawa lalu menaiki tangga seperti rumahnya sendiri menuju kamar

Aran. Daniah mencuri kesempatan setelah makan malam untuk bertemu Aran.

“ Nona, kalau sekertris Han mengajak

saya dan membuang saya ke laut bagaimana?” Gemetar Aran meggengam tangan

Daniah. Dia tidak tahu kalau prosesnya akan secepat ini. Pesan janjian di akhir

pekan sekarang tidak terlihat menyenangkan tapi sudah seperti jilatan api yang

siap membakarnya hidup-hidup.

Nona, apa yang sudah anda katakan

padanya?

“ Hei, dia tidak akan melakukan itu.

Dia sudah janji di depan tuan Saga.” Menepuk bahu Aran. “ Dia tidak akan

macam-macam padamu. Dia pasti akan mendengarkanmu. Aku belum pernah melihatnya

membantah tuan Saga sekalipun”

Semoga. Daniah menepuk dadanya

sendiri meyakinkan. Kalau Han tidak mungkin akan mengingkari janji yang sudah

dia buat di depan tuan Saga. Walaupun itu janji yang dia buat dengan penuh

keterpaksaan. Karena ulahnya.

Sepeninggal Daniah Aran mematut

dirinya di depan cermin.

Apa yang harus kulakukan sekarang!

Aku belum siap. Aku belum siap mati!

Aran sudah sering sekali latihan

minta maaf di depan cermin. Walaupun dia tidak punya kesempatan, tapi dia

selalu berdoa suatu hari nanti hubungannya dengan Han akan berjalan dengan

baik. Walaupun tidak meningkat menjadi hubungan asmara atau apapun di sebutnya,

paling tidak ia tidak akan dihantui rasa bersalah yang teramat sangat jika mata  mereka bersitatap. Diapun bisa bernafas

dengan tenang tanpa rasa takut walaupun Han meliriknya.

“ Pilih baju! Sekarang yang utama

itu.” Aran berlari cepat ke arah lemari pakaiannya. Membuka lebar kedua pintu

lemarinya. Pakaian yang ia beli dengan menggunakan kartu yang diberikan Han

saat pertama kali. “  Hah! Seharusnya aku

tidak hanya membeli baju kerja.” Duduk lagi di tempat tidur dengan depresi. “

Kenapa aku tidak membeli dress cantik seperti yang selalu di pakai nona si.”

Aaaaa, kalau begini aku harus pakai

yang mana ini.

Bangun dari duduk. Mengambil sebuah

setelan dengan warna cukup kalem. Mematut diri di cermin. Dia manyun, karena

benar-benar tidak terlihat ada yang spesial sama sekali. Mengambil lagi satu

stel, melemparkan ke tempat tidur karena tidak merasa cocok.

Baiklah Aran kamu memang hanya

punya wajah pas-pasan. Mau memakai apapun memang ini standar mu.

Pasrah. Akhirnya memutuskan memakai

setelan berwarna navy, terlihat agak gelap tapi cocok di kulitnya. Dia

merapikan pakaian yang berserak dan mengembalikannya ke dalam lemari. Lalu menjatuhkan

diri di tempat tidur. Menatap layar laptopnya yang masih menyala. Wajah dingin

dan tampan dengan berbagai pose itu seperti menatapnya.

Aran segera bangun dari tempat

tidur, karena foto-foto itu seperti hidup dan meneriakinya.

“ Selamat malam tuan jangan

memakiku sekarang, kau bisa berteriak padaku nanti setelah aku minta maaf.”

Bergegas mematikan laptop. Lalu berangkat ke tempat tidur menarik selimut. Dia

tidak akan menulis hari ini, dia akan mengumpulkan keberanian dan tenaga untuk

besok. Apapun yang akan terjadi nanti.

Pagi yang penuh kesibukan di rumah

utama. Para pelayan keluar masuk melakukan pekerjaan mereka. Para koki memasak

hidangan sudah dari pagi buta tadi. Pak Mun memberikan instruksi di sana sini.

Aranpun demikian , sejenak dia lupa dengan semua kegelisahannya semalam.

Wajahnya ikut tegang dengan suasana pagi ini. Persiapan pesta ulang tahun nona

Daniah.

Kenapa nona tidak bilang kalau

ulang tahun si, seharusnya akukan menyiapkan kado ulang tahun.

Agak depresi dia saat apel pagi

tadi dan baru mengetahuinya. Dia melakukan pekerjaan menghias ruangan utama,

tempat nanti akan diadakan jamuan makan keluarga. Dia melirik ke arah tangga,

tapi penghuni rumah ini belum ada yang terlihat batang hidungnya. Baik nyonya

atau pun adik-adik tuan Saga. Kalau tuan Saga dan nona jangan ditanya, mereka

tidak akan mungkin muncul karena infonya ini adalah pesta kejutan untuk nona.

Aku harus membeli kado saat pergi

dengan sekertaris Han nanti, ah, ia kalau suasana hatinya baik. Tidak, aku

tetap harus membeli kado nanti, bagaimanapun suasana hati sekertaris Han.

Sepanjang dia melakukan

pekerjaannya bersama para pelayan yang lain pikirannya sibuk mencari-cari.

Kira-kira hadiah apa yang pantas dia berikan untuk nona. Paling tidak menunjukan

ketulusannya berterimakasih atas kesempatan yang sudah dia buat.

Huh! Apa yang bisa kuberikan

untuknya ya. Dia bahkan punya semuanya. Tuan Saga bisa memberikan semua benda

yang dia inginkan dimuka bumi ini. Lantas apa artinya hadiah dari butiran debu

sepertiku ini. Hiks.

“ Aran, apa kau bisa membantuku

meletakan semua bunga-bunga ini di meja.”

“ Ia kak.” Aran selesai merapikan

penutup meja berlari menuju senior yang memanggilnya. Di depannya sudah ada

troli berisi bunga-bunga segar yang menebarkan aroma semerbak.

Waahhh, ini bunga asli.

“ Apa semuanya sudah siap?”

Mendengar suara itu di radius

beberapa meter membuat kepala Aran mendongak cepat. Suara Han sedang bicara

dengan Pak Mun.

“ Kumpulkan semua hp mereka. Tidak

ada yang boleh mengambil foto atau apapun saat pesta nanti.”

“ Baik.”

Dari tempatnya Aran meletakan semua

vas bunga dia masih mendengar perintah-perintah yang diberikan Han pada Mun. Memastikan

semua acara berlangsung dengan sempurna seperti biasanya.

Sial! Pandangan kami bertemu.

Bagaimana ini, seharusnya aku menghindarinya sekarang. Aku harus bicara apa

padanya.

Setelah memalingkan muka dan

pura-pura tidak melihat, Aran mendorong troli kosong dengan cepat. Dia sudah

memindahkan dan meletakan semua bunga di tempatnya.

“ Ikut aku.” Han sudah mendejajari

langkah Aran.

Habislah aku!

“ Baik tuan.”

Mengikuti langkah kaki Han sambil mendorong troli dengan berat hati. Tangannya mencengkram troli kosong itu dengan erat. Bibirnya sedang komat-kamit menerka, apa yang akan di bicarakan Han.

" Maaf tuan!" Berteriak kaget karena Han tiba-tiba berhenti, jadi troli yang dia dorong membentur tubuhnya. "Saya tidak sengaja."

" Huh!" Menarik troli di tangan Aran dan mendorongnya menjauh. Suasana yang sepi, karena tempat mereka berdiri bukan tempat lalu lalang para pelayan. Aran semakin menciut, dia mundur beberapa langkah berada di jarak aman jangkauan tangan.

" Hebat sekali kamu ya." Aran tahu maksud kata-kata itu. Menggunakan perantara nona Daniah. " Apa yang kau katakan pada nona Daniah?"

Bagaimana ini? Aku harus jawab apa?

" Jawab selagi aku bicara baik-baik." Aran langsung mundur dua langkah lagi. Kata-katanya sudah bermuatan ancaman membuat nyalinya benar-benar menciut. Laki-laki di hadapannya bisa melakukan apapun yang dia rasa di perlukan. Menghukum secara fisik sekalipun.

" Nona tidak sengaja melihat layar depan laptop saya kemarin." pelan-pelan menjelaskan. Sudah terdengar makian dari mulut Han " Saya benar-benar tidak sengaja menunjukannya tuan." Mencengkram tangannya sendiri. Agar tidak terlihat bergetar karena takut.

" Bukannya aku sudah memperingatkanmu." Han mendekat, Aran mengeser kakinya mundur. " Kalau cuma kamu yang boleh melihatnya."

Jangan memukulku!

" Maaf tuan, nona tidak sengaja melihatnya saat masuk ke kamar saya kemarin."

" Kau yang ceroboh kenapa menyalahkan nona. Seharusnya kau matikan laptop milikmu kalau sedang tidak kau pakai kan." Masih melangkah mendekat, Aran merasakan bahaya. Hatinya berdegup kencang. Dia menyeret kakinya mundur lagi. Sialnya tubuhnya sudah membentur dinding dan dia terperangkap.

" Maafkan saya tuan. Jangan pukul saya! Tuan sudah berjanji tidak akan memukul sayakan." Memejamkan mata dengan posisi agak membungkuk, sambil kedua tangan terangkat ke atas melindungi wajahnya. Senyap.

Eh, kenapa? Tidak terjadi apa-apa.

Hanya ikat rambut Aran yang terjatuh karena Han menariknya. Laki-laki itu sedang memandangi rambut Aran yang tersibak. Menarik ujungnya. Gadis itu merinding, takut dan penuh tanda tanya.

Apa yang mau dia lakukan dengan rambutku?

Tapi Aran tidak berani bergerak atau bereaksi sedikitpun. Dia membiarkan Han mengulung rambut ditangannya itu.

Apa serunya ini, kenapa tuan muda senang sekali bermain dengan rambut nona. Cih, tidak ada serunya sama sekali. Tapi tunggu, apa dia ini tidak pernah mencuci rambutnya.

Menjatuhkan rambut yang baru saja dia gulung-gulung ditangannya, memandang tangannya sebentar, lalu mengusapkan tangan itu di bahu Aran.

" Aku akan membiarkanmu bicara hari ini, karena ini hadiah ulang tahun nona." Masih menatap Aran yang wajahnya masih binggung. " Kalau kau terlambat sedetik saja tidak akan pernah ada kesempatan kedua untukmu."

" Ba, baik tuan."

" Minggir, kau menghalangi jalan."

" Maaf!" beringsut mengeser tubuhnya. " Tapi tuan, kitakan bisa berangkat bersama dari sini setelah pesta nona selesaikan?" Iakan jadi aku tidak perlu terlambat kalau kita pergi bersama. Begitu ide cemerlang yang tiba-tiba muncul dipikiran Aran. Tapi Saat melihat Han memberi sorot mata jengah membuat Aran tersadar. " Saya tidak akan terlambat tuan. Kita bertemu di bioskopXX nanti."

Huh! memang aku berharap apa. Hari inipun terjadi karena nona yang meminta bukan atas kemauannya.

Han yang sudah melangkah berbalik lagi, membuat jantung Aran kembali berdegup kencang. menebak apa yang akan di katakan oleh Han lagi.

" Aran."

" Ia tuan!" Apa dia akan memberi aku tumpangan, sudah mau bersuka cita Aran.

" Cuci rambutmu!"

Apa!

Wajah Aran langsung berubah merah karena malu. Han langsung berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Aran yang sepertinya ingin meleleh menjadi tetesan air saja.

Aaaaaaaa, kenapa dia menyentuh rambutku saat aku tidak sempat mencucinya si!

Bersambung