Chapter 198 Perjuangan Terakhir Helena

Di penghujung malam yang  sepi. Dingin yang sedikit mengigit tubuh. Di

saat orang-orang sudah mulai terlelap dalam hangatnya mimpi di ujung selimut.

Hanya para pekerja sift malam yang masih berjibaku dengan waktu untuk mengejar

mimpi dan rejeki. Ah, semua orang bekerja keras dengan caranya masing-masing

dalam hidup ini.

Dan di sebuah gedung, walaupun sepi dan senyap namun gedung terlihat terang. Lampu-lampu menyala di setiap sudut. Beberapa gambar besar dan juga nama gedung terlihat menonjol di sorot lampu. Sebuah galeri dengan logo perusahaan Antarna Group di ujung atasnya. Saat malam hanya sepi yang ada, dua penjaga malam sudah selesai melakukan pengecekan malam. Sekarang mereka sedang mengobrol sambil menyeduh kopi, sesekali melirik monitor CCTV di depan mereka. Melihat semuanya aman. Belum pernah terjadi kasus apapun di galery, baik pencurian atau hal yang mencurigakan. Membuat kedua pengawal itu terlihat santai menjalankan pekerjaannya.

Di sebuah ruangan yang masih menjadi bagian dari gedung galery. Sebuah Ruang nyaman, dimana kamar tidur serta ruang melukis tersedia. Di situlah Helen tinggal. Dia pindah dari rumah kedua orangtuanya dan memilih berada di galery selama seharian penuh. Sejak pristiwa itu, jarak jangkau peredarannya hanyalah lingkungan galery. Dia memutuskan menghilang dari dunia pergaulan atasnya. Tempat yang bisa saja

secara tidak sengaja dia menemui Noah ataupun Saga.

Dua buah koper besar sudah terisi dengan semua barang-barangnya. Gadis itu duduk di atas tempat tidur. Memandang lemari pakaian yang sudah kosong dengan tatapan nanar.

Apa aku benar-benar harus pergi meninggalkan semua ini.

Dia menjatuhkan tubuh semampainya ke atas tempat tidur. Rambut hitam lurusnya jatuh di antara seprei putih. Helena sang gadis pelukis itu menaikan tangannya ke udara. Menuliskan sebuah nama dengan jari-jarinya.

Saga, aku  harus menyerah sekarang

Noah, bahkan denganmupun aku sudah tidak ada harapann. Walaupun sekedar merajut persahabatan.

Tiba-tiba setelah dua nama itu, wajah dingin dengan senyum tipisnya yang menyebalkan muncul. Karena dialah Helen harus kehilangan harga diri sekaligus sandaran dalam hidupnya. Dia dengan tidak tahu malunya menerima selembar cek yang di sodorkan sekertrias Han, di hadapan Noah yang teryata sudah melihat semuanya. Laki-laki sekeras arca yang membuatnya kehilangan muka di depan Noah. Padahal jika dia

tidak berhasil mendapatkan Saga, Helen sudah berencana akan membuka hatinya untuk Noah. Mengemis cinta lelaki yang sudah sekian lama mencintainya itu.

Cih, tapi dia bahkan akan menikah sekarang. Bahkan sama sekali tidak memberitahuku.

Rasa sesak di dadanya membuncah. Namun anehnya tidak ada airmata yang menetes di pelupuk matanya. Saga sudah menjadi masa lalu yang tidak mungkin dia raih lagi. Noah, masihkah ada kesempatan. Dia menatap dua koper besarnya lagi. Mengedarkan pandangan ke dalam kamarnya. Sampai kapan Antarna Group akan menjadi sponsor galerynya. Dia bahkan tidak punya keberanian untuk sekedar bertanya pada perusahaan. Untuk itulah dia memilih untuk pergi. Tapi sebelumnya dia masih ingin melakukan sesuatu. Merajut benang kusut kembali, walaupun hanya kecil kemungkinannya tapi dia harus mencoba. Karena Helen tahu Noah berbeda dengan Saga. Mungkin airmatanya masih bisa mengetuk pintu hati laki-laki itu.

Selembar cek di atas meja terlihat jelas nominalnya di matanya.

Hanya itu yang kudapatkan dari Saga.

Keraguan Helen turun dari mobilnya, semua yang melintas dipikirannya semalam berkelebat lagi. Bahkan dia masih berdiri di depan pintu walaupun sudah turun dari mobil beberapa menit yang lalu. Menatap pintu kafe yang ada di kejauhan. Menyiapkan hati sudah dia lakukan dari galery dan sepanjang perjalanan tadi. Tapi kenapa setelah sampai di tempat ini keraguan menyusup hatinya. Hembusan angin lembut membelai rambutnya semakin membuatnya getir.

Ada dua kemungkinan yang terjadi, dimaafkan atau dia hanya akan semakin malu. Dan bahkan kelak di masa depan tidak akan mungkin punya keberanian lagi menampakan wajahnya. Terdengar dia menghembuskan nafas dalam. Mengatur emosinya. Berbicara dengan isi kepalanya sendiri untuk maju.

Ayolah Helen, ini kesempatan terakhirmu. Noah bukanlah Saga.

Bayangan dua koper, tiket dan paspor yang sudah ia siapkan semalam. Kalaupun hari ini semuanyaa gagal, dia tahu harus melakukan apa. Menyerah karena kekalahan menyedihkan.

Gadis cantik itu meraih kacamata dari dalam tasnya, mengibaskan rambut dan degan penuh tekad melangkah. Jika di hadapan Saga saja dia bisa tidak tahu malu, kenapa dia harus bimbang ketika bertemu Noah. Toh dia sendiri yang paling tahu, bagaimana karakter Noah. Dia lelaki baik yang hangat hatinya. Jauh berbeda dengan Saga.

Ahhh, Helen kau sudah lupa ternyata bagaimana caranya Saga mencintaimu. Diapun punya tatapan hangat sebelum kau kabur darinya. Namun sepertinya Helen lupa apa kesalahannya, hingga ia hanya bisa menyalahkan Saga yang berubah padanya.

Dengan diantar seorang pelayan Helen menuju sebuah meja. Di sana Noah sudah duduk dengan segelas kopi di depannya. Sedang menatap tidak tahu ke mana. Yang pasti laki-laki itu tidak menyadari kedatangannya.

“ Noah.” Helen mendekat ke meja.

“ Kau sudah datang, duduklah."

Benarkan, dia bersikap biasa. Kenapa aku takut sekali tadi. Diakan bukan Saga, terlebih lagi tidak ada

makhluk menakutkan di belakangnya seperti si gila Han.

“ Maaf, aku datang terlambat.”

“ Tidak, aku yang sengaja datang lebih dulu untuk menyiapkan hatiku.” Tersenyum. “ Mau minum sesuatu?”

Benar, dia memang Noah.

Seorang pelayan membawakan segelas es kopi. Lalu pergi diantara keheningan dua pelanggannya. Noah belum bicara, sementara Helen berharap kalau laki-laki di depannya yang akan memulai pembicaraan duluan. Tapi sepertinya harapan gadis itu sia-sia. Sampai dia menghabiskan setengah gelas kopinya karena canggung, Noah bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun.

“ Noah.” Akhirnya Helenlah yang harus memulai. Gadis itu meraih tangan Noah yang ada di atas meja. Terlihat

Noah tidak suka dan terkejut saat melihat tangan Helen meraih tangannya. Tapi dia diam, menunggu Helen mau mengatakan apa. “ Maaf. Maafkan aku.”

Perlahan Noah melepaskan tangannya, menariknya ke bawah. Airmuka kecewa terlihat jelas di wajah Helen. Tapi gadis itu menyadari, dia bahkan tidak bisa protes. Suasana canggung benar-benar tercipta. Apalagi saat Noah hanya memalingkan wajah.

" Maafkan aku." Lirih Helen kembali bersuara. Kalau dulu mendengar suara Helen yang bergetar Noah akan langsung memeluk dan meraih tangan gadis itu dan mengatakan, semua akan baik-baik saja. Tapi sekarang, sepertinya semua sudah sangat terlambat. Tidak tersisa simpati di mata Noah. Pandangan lembutnya hanya sekedar simpati sesama manusia. " Noah, tidak bisakah kita mulai semua dari awal."

Ntah kenapa Noah merasa tidak senang mendengar kalimat Helen. Berita pernikahannya pasti sudah menyebar, dan gadis di depannya ini pasti sudah tahu. Tapi, kenapa bisa dia mengatakan hal semacam itu dari bibirnya. Apa dia berharap kalau dirinya akan seperti dulu. Tertawa bahagia menyambutnya walaupun tahu hatinya sudah dia berikan pada Saga.

" Helen, aku mau menikah."

" Noah." ujung kristal bening di mata Helen pecah.

" Aku mencintai Tamara melebihi perasaanku padamu dulu." Helen mengigit bibirnya. Dua kali dia mendapat serangan telak ini. Saat Saga membela Daniah. Dan sekarang,  walaupun diucapkan dengan lembut tapi sakitnya jauh lebih mengiris hatinya. Kali ini airmata kekalahan yang tumpah tanpa dia rencanakan.

" Hah! Selamat ya." Mencoba bersandiwara, sambil menyeka airmatanya. " Semoga kau bahagia, apa aku boleh datang ke pernikahanmu." Noah meraih gelas kopinya. Belum menjawab. " Apa Saga dan istrinya akan datang?" Noah masih diam. " Sudahlah, aku tahu, kau akan memilih Saga dari pada aku."

Helen meraih kacamata di atas meja, memakainya, menutupi tetesan sembab airmatanya. Noah bahkan belum mengucapkan sepatah katapun. Bahkan ketika Helen mendorong kursinya dan mengambil tasnya di atas meja.

" Hubungan kita sepertinya tidak pernah akan bisa kembali ya."

" Helen." Saat gadis itu sudah mau beranjak pergi Noah bersuara. " Hiduplah dengan baik, bertemulah dengan laki-laki sebaik Saga dan jangan pernah melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Jangan menghianati dan melepaskannya lagi, karena Tuhan sangat jarang memberikan kesempatan kedua."

Tangan helen terlihat bergetar, tapi dia tidak punya jawaban atau sanggahan dari kalimat Noah. Hingga akhirnya dia hanya berbalik dan pergi. Tidak ingin menoleh kebelakang lagi, karena airmata di bawah kacamatanya benar-benar sudah berjatuhan.

Epilog

Noah menjatuhkan kepalanya di pangkuan Tamara, gadis itu membelai lemput rambut Noah. Sudah lima belas menit waktu berlalu dan belum ada kata-kata apapun yang diucapkan Noah. Tamara tau kalau laki-laki di pangkuannya baru saja bertemu dengan Helen. Karena semalam dia sudah mendengar cerita Noah. tepukan lembut di bahu Noah.

" Maaf." lirih Noah mengatakan, seperti berkata aku sudah menghianatimu karena kembali ingat dengan cinta masa laluku.

" Sayang, saat kita berjanji menikah, bukankah kita sudah berjanji untuk hanya melihat ke depan. Helen adalah masa lalumu. Seperti aku yang juga punya masa lalu."

Mendengar itu ntah kenapa rasanya Noah ingin menangis, betapa beruntungnya dia mendapatkan Tamara di hidupnya yang selama ini menyedihkan.

" Maaf."

Tamara tahu, dia hanya perlu menepuk bahu lembut Noah. Bahkan tanpa mengucapkan apapun. Cintanya sudah tersalurkan dengan baik.

Bersambung