Chapter 194 Hati Saga

Teriknya siang  menguapkan semangat para pekerja kantoran.

Lelah dan rasa lapar yang menyatu. Saat jam makan siang datang, sudah seperti obat penghilang dahaga.  Rutinitas

obrolan dengan teman sekerja saat makan siang,  bisa  dipakai menjadi sedikit  pelipur lelah. Apalagi untuk para pekerja yang

sedang main lirik-lirikan dengan teman sesama kantor. Curi-curi kesempatan. Sesederhana itulah siklus harian para pekerja

kantoran. Dan karena alasan pentingnya jam makan siang bagi para karyawan, Antarna Group memberikan fasilitas makanan yang

terbilang diatas rata-rata kafetaria kantor untuk para karyawannya. Baik di

gedung pusat ataupun setiap anak cabang perusahaan. Sapuan peluh dan

keringat yang sudah mereka berikan untuk perusahaan di bayar dengan baik selain

dengan gaji, bonus tahunan namun juga fasilitas yang memadai untuk para

karyawannya. Saga Rahardian tahu bagaimana membayar kerja keras karyawannya

dengan baik.

Diluar semua tuntutan kesempurnaan,

Saga selalu punya ruang untuk membalas kerja keras orang-orang yang bekerja

untuknya. Untuk itulah saat ini, dia ada di sini. Di sebuah restoran dengan

konsep keluarga. Dekorasi dan cat dinding yang  menonjolkan kehangatan sebuah rumah. Foto-foto

pemilik restoran beserta keceriaan keluarga menghiasi hampir seluruh dinding.  Memasak dengan cinta. Sebuah tulisan besar

yang tertulis di belakang meja kasir.  Begitulah

konsep yang ditawarkan restoran ini. Perindu masakan rumahan yang tidak

mempunyai waktu untuk memasaknya sendiri di rumah adalah target utama pemilik restoran.  Dengan model prasmanan seperti di jamuan dan

pesta, pelanggan dipersilahkan mengambil makanan mereka sendiri. Ada antrian

panjang pelanggan berderet di depan puluhan menu makanan, mereka dengan tertib

mengambil makanan yang hendak mereka makan. Lalu masih harus antri lagi

melakukan pembayaran. Perut-perut lapar rela menunggu demi sepiring lezatnya

makanan.

Sementara itu berjalan masuk ke

dalam area restoran, akan dijumpai bilik-bilik privat. Ruangan yang bisa di

sewa diluar menu makanan. Area yang bisa dipakai meeting atau sekedar keluarga

yang ingin mendapatkan area khusus. Dan di sebuah ruangan yang paling bagus,

atau mungkin saja khusus untuk hari ini ruangan itu di siapkan. Untuk tamu istimewa,

dia adalah presdir Antarna Group, Saga Rahardian Wijaya. Dia sedang menikmati

makan siangnya. Sekertaris Han juga sedang makan di meja yang sama. Sementara

itu di depan mereka seorang laki-laki yang terlihat sangat bahagia berada di

situasinya yang sekarang. Senyum cerah di wajahnya sudah memenuhi ruangan sedari tadi, melihat

orang di depannya menikmati makan siangnya.

“ Terimakasih tuan, sudah mau

memenuhi undangan kami. Istri saya sangat bahagia dan berterimakasih karena

kedatangan tuan.” Selepas pelayan datang membereskan meja, dia mulai bicara menunjukan rasa bahagianya. “ Apa tuan menikmati

makanannya?”

“ Apa makanan disini dibuat oleh

istrimu.” Menjawab dengan tanda tanya, tapi laki-laki itu terlihat sangat senang mendengar pertanyaan itu.

Istriku bisa pingsan kalau aku bilang tuan Saga makan makanannya dengan lahap.

“ Ia tuan, restoran ini adalah

impiannya, dia terlibat sendiri untuk urusan dapur. Dari pemilihan bahan sampai menu masakan.”

“ Pertahankan itu, aku cukup suka

makanan di sini. Niah juga pasti akan suka kalau aku mengajaknya kesini.”

Istriku! Tuan Saga akan mengajak nona Daniah suatu hari nanti. Girang sendiri dalam harinya.

“ Terimakasih tuan, terimakasih

atas semua kebaikan tuan pada keluarga saya.” Mata laki-laki itu mulai

berkaca. “ Semoga keluarga tuan dan Antarna Group selalu dilimpahi kebaikan.”

Ingin rasanya laki-laki berterimakasih lagi. Menggengam tangan bahkan ingin sekali dia memeluk tuan Saga, sebagai bukti terimakasihnya. Tapi dia cukup tahu, bahwa dia tidak diizinkan untuk melakukan itu. Ketika Saga

mulai meraih kertas-kertas di hadapannya, artinya kembali ke urusan pekerjaan sekarang.

“ Apa kau bisa menyelesaikan

desainnya dalam dua hari.” Setelah membaca semua laporan perusahaan Saga

mengatakan kalau dia menginginkan satu set perhiasan untuk hadiah ulangtahun

istrinya. Sesuatu yang spesial, yang berbeda dengan milik siapapun.

“ Kami akan melakukan yang terbaik

tuan.” Menjawab dengan semangat dan penuh keyakinan. Sebuah kebanggaan bagi dirinya dan karyawannya kalau bisa memberikan hasil bahkan diluar ekspektasi laki-laki di depannya. Karena ini untuk pertama kalinya tuan Saga meminta desain khusus perhiasan. Bahkan seingatnya waktu pernikahan, diapun tidak memesan secara khusus cincin pernikahannya.

" Han akan menghubungimu untuk detailnya."

" Baik tuan."

“ Baiklah, aku percaya padamu.”

Laki-laki yang merupakan CEO dari anak

perusahaan Antarna Group yang merupakan perusahaan  perhiasan berkelas dunia itu bangun saat Saga

menarik kursi dan bangun. Sekertaris Han juga mengambil sikap yang sama. Beberapa

kali sambil mengantarkan Saga keluar tidak henti dia mengucapkan terimakasih.

Istrinya yang sudah menunggu diluar ruangan juga mengambil sikap yang sama.

Selepas kepergian mobil tuan Saga, sepasang suami istri itu masih berdiri sampai mobil hanya menyisa setitik noda di kejauhan. Mereka saling berpandangan.

“ Sayang, apa tuan Saga suka dengan

makanan kita? Tidak!" Meralat sendiri pertanyaannya. " Apa dia makan sesuatu di dalam tadi.” Sang istri berharap

cemas sambil mencengram tangannya sendiri. Antara penasaran sekaligus takut. Baginya, jika hanya dicicipi saja dia sudah akan sangat bersyukur.

“ Dia makan istriku, dia makan

masakanmu, dan dia bilang menyukainya. Dia bilang ingin membawa nona Daniah

kemari untuk makan di sini.”

Seperti ada bintang berpijar di

siang hari, istri CEO itu berteriak girang sambil memeluk suaminya.

“ Dia benar-benar baik ya sayang. “

Tempat ini, impian masa kecilku ini tidak akan pernah terealisasi tanpa kebaikan darinya. Disudut mata wanita itu menitikan airmata bahagia. Dan mengucapkan doa-doa terbaik untuk Antarna Group.

Begitulah Saga. Bagi sebagian orang

yang tidak mengenalnya dia memang terlihat angkuh, dingin dan tidak tersentuh.

Tapi percayalah dia menghormati dan menghargai siapapun yang sudah bekerja

keras untuk dirinya. Dengan penghargaan  yang dia tunjukan melalui sikap hangatnya yang

tidak pernah nampak di media.

Kembali ke kantor, melewati jalanan

padat. Selain jam berangkat dan pulang kerja, jalanan juga cukup ramai di jam

makan siang. Mungkin banyak dari perusahaan yang tidak menyediakan kafetaria

atau kantin kantor. Membuat para karyawannya harus keluar untuk sekedar makan

siang. Siang yang terik tidak menyurutkan para pejuang keluarga berjibaku di

jalanan yang padat. Terdengar bunyi klakson dan makian saat ada pengendara

motor tak tahu aturan. Main salip sana sini di antara kemacetan.

Saga masih tampak tenang di kursi belakang. Menyandarkan kepala.

“ Han mana hp?” Katanya kemudian,

menatap lampu merah yang belum berganti. Sekertaris Han sigap mengelurkan benda

kecil di saku bajunya.

Anda mau menghubungi siapa tuan?

“ Dimana?” setelah terdengar

nada sambung dalam dua kali dering.

Nona Daniah rupanya. Ia juga, siapa yang akan anda terfon selain nona. Kembali fokus menatap mobi-mobil di depannya. Melirik lampu yang belum berganti.

“ Di rumah sayang.” Memang aku mau

dimana lagi, yang menjawab di sana membatin keras. Sambil merengut.

“ Sudah makan?” Bertanya lagi.

Sambil melihat lampu sudah berganti. Bunyi klakson sudah sahut-sahutan. Wahai

pengendara budiman, kalau habis lampu hijau tidak usahlah main klakson hanya

memerahkan hati dan membuat emosi saja. Han keluar dari kepadatan lampu merah.

“ Baru selesai makan sayang, kamu

sudah makan juga?” Daniah di sana menunjukan perhatiannya.

“ Hemm. Bagaimana perutmu?” Masih

cemas urusan datang bulan, tidak ada habisnya anda tuan muda. " Sudah membaik? atau?"

“ Sudah tidak apa-apa. Aku

benar-benar sehat.” Berusaha bicara dengan lancar, agar tidak mengandung kecurigaan. Sudah mau mengucapkan salam perpisahan. Daripada berbuntut panjang dan pertanyaan melebar kemana-mana. Tapi baru mau mengatakan sudah ya sayang. Saga masih memberi pertanyaan.

“ Apa yang kau lakukan sekarang?”

“ Membongkar oleh-oleh. Raksa

bilang kau menyapanya tadi ya, bilang padanya kalau dia boleh mengunjungiku

setelah bekerja.” kata-kata ceria itu bahkan bisa terlihat jelas di pelupuk

mata Saga. Kalau istrinya sedang sangat senang sekarang. Hanya karena hal sepele seperti menemui adiknya.

“ Cepat sekali dia sudah

menghubungimu.”

“ Haha.” Menjawab dengan tawa biar tidak melebar kemana-mana.

“ Aku tidak sengaja bertemu

dengannya tadi pagi. Kau bersama siapa sekarang?” Jangan berharap aku bisa dekat dengan adikmu ya, mungkin begitu yang ingin dikatakan Saga.

“ Aku bersama Aran dan Maya, pak

Mun bilang aku bisa minta bantuan mereka.”

“ Baiklah, bersenang-senanglah.”

“ Terimakasih sayang.”

“ Jaga sikapmu pada Raksa.” Ultimatum utama yang sedari tadi ingin di berikan Saga.

“ Baiklah Sayang.” Daniah menjawab lemas. Belum juga ketemu, batinnya protes.

" Kau tidak mau mengatakan sesuatu?" Tuan muda belum berniat mengakhiri panggilan. Dia ingin mendengar sesuatu, tapi tidak mau mengatakan apa yang mau dia dengar seperti biasanya.

Apa! kau mau mendengar apa? akukan sudah bilang terimakasih tadi. Daniah binggung mereka-reka. Jangan bilang kau mau mendengar kata-kata seperti aku merindukanmu. Aku tidak mau mengatakannya ya.

" Cepat katakan!"

Apa si gila ya, kamu saja yang bilang kalau mau.

" Niah." Sudah tidak sabar. Tahu kalau istrinya sudah paham apa yang dia mau.

" Sayang aku merindukanmu, cepat pulang ya." Puas!

" Kau sedang menggodaku sekarang? "

Cih, bukannya anda yang minta tadi. Dasar! Han ikut tidak habis pikir kalau tuannya sudah bersikap aneh begitu.

Setelah mobil memasuki area parkir. Saga baru mengakhiri panggilan telfonnya. Dia tersenyun bahkan sampai berada di dalam lift. Wajah Daniah yang malu-malu masih menari-nari di matanya.

Staff sekertaris yang tadi masih

duduk langsung bangun saat melihat presdir dan sekertarisnya keluar dari lift.

Dia beranjak meninggalkan kursinya.

“ Kenapa?” Han yang bertanya.

“ Maaf tuan, tuan Noah sudah

menunggu di ruang tunggu.”

“ Biarkan dia masuk.”

“ Baik tuan.”

Noah berjalan menghampiri Saga yang

sedang duduk di sofa. Langsung menjatuhkan tubuhnya tanpa diminta. Wajah cerah, senyum bahagia. Sejuta kali dari biasanya. Laki-laki itu memang memiliki paras wajah ramah, apalagi sekarang saat debaran jantungnya sekuat remaja yang sedang jatuh cinta.

“ Kau sudah lama?”

Cih, mau pamer kalau kau mau menikah. Wajahmu saja sudah menunjukan pada dunia kalau kau sedang bahagia sekarang.

“ Tidak lebih dari setengah jam. Apa kabar Daniah? Apa dia

baik-baik saja.” Menyambar dengan isu paling sensitif, melebihi isu gejolak saham anak perusahaan Antarna Group.

“ Apa kau mau mengajakku berperang.

Seharusnya yang kau tanya itu aku buah Niahku.” Tuhkan, lihat, sudah berkobar apinya. Noah tertawa. Padahal tadi dia mau iseng memanggil Daniah dengan sebutan nona matahariku.

Kalau aku memanggil Daniah begitu, dia pasti menyuruh Han menyeretku keluar.

“ Haha, akukan sudah melihatmu

baik-baik saja.” Masih tertawa renyah. Lalu dengan senyum malu-malu mengeluarkan selembar undangan dari saku jasnya. " Aku mau menikah."

Bersambung