Chapter 174 Bulan Madu (Part 11)

Kesenjangan fasilitas sangat

mencolok di sini. Sebuah ruangan pemeriksaan lain, dengan luas dan fasilitas

yang berbeda jauh dari yang di tempati Daniah. Bagaikan bumi dan langit yang

terpisahkan jauh.  Hanya sebuah vas bunga

imitasi yang sedikit mencerahkan suasana muram di ruangan ini. Suara kipas

angin juga lirih berputar di atas ruangan. Memutar udara agar terasa sejuk bagi

siapa saja pasien yang di rawat di ruangan ini. Karena memang tempat ini

hanyalah klinik kesehatan kecil di lokasi perbelanjaan.

Aran sudah duduk  di tempat tidur. Tengelam dalam pikirannya

sendiri. Semua hal dari dampak sederhana sampai yang terburuk akan menimpanya  sudah dia persiapkan di hatinya. Dia duduk

diam di tempat tidur selama seorang dokter jaga klinik memeriksa dan mengobati

semua luka di tangan dan sikunya. Dia bahkan tidak merintih atau sekedar

mengaduh, karena banyaknya kekuatiran dalam pikirannya. Bertepatan dengan Han

masuk ke dalam ruangan. Gadis itu mendongak lalu menundukan kepalanya terkejut

ketika pandangan mereka bertemu. Untung saja dokter jaga tadi sudah selesai

mengoleskan obat memar di bahunya. Saat Han masuk ke dalam ruangan.

“ Sudah  selesai. Minum obat di atas meja itu, sebelum

nyerinya menjalar . Ada beberapa bagian yang robek di siku dan sudah saya jahit.

Semoga dalam beberapa hari semuanya bisa sembuh dan normal lagi.” Dokter itu

menarik sebuah nampan kecil mendekat ke tempat tidur. Obat dan juga sebotol

minuman. “Kalau ada apa-apa, panggil saja perawat jaga di luar.” Dokter itu

menunjuk pintu keluar.

“ Ia terimakasih.” Aran merapikan

pakaiannya. Menarik rambutnya yang terburai. Merogoh saku celananya, biasanya

dia selalu menyimpan ikat rambut cadangan di sana.

Dokter itu mengangukan kepalanya

sopan ketika melewati Han yang berdiri bersandar di dinding dekat dengan pintu

keluar. Han hanya membalas dengan anggukan kecil tanpa bersuara. Lalu dia

menutup pintu perlahan tanpa suara.

“ Apa yang kau lakukan dengan

tangan terluka begitu?” mendekat cepat dan merebut ikat rambut di tangan Aran.

Lalu cekatan tangannya mengikat rambut terburai itu.

Hah! Hal gila apa yang kulakukan

sekarang. Menyesali reaksi spontannya saat melihat Aran kesusahan merapikan

rambutnya. Tapi Han meneruskan saja apa yang sudah dia lakukan.

“ Tuan saya bisa sendiri.” Saat

tangannya menyentuh tangan laki-laki itu, Aran segera menariknya menjauh.

“ Diam, atau aku akan menarik

rambutmu.”

Patuh diam, meletakan tangan

dipangkuannya lagi. Wajah Aran sudah berubah merah. Malu.

Baiklah,  Lakukan saja apa yang ingin tuan lakukan. Asal

jangan bunuh saya saja.

“ Maaf tuan, saya tidak bisa

bekerja dengan baik.” Dia bangun dari tempat duduk setelah Han selesai mengikat

rambutnya. Dengan tangan kirinya dia meraba tengkuknya.

Sepertinya ikatannya normal.

“ Duduk!”

Aran tidak jadi meninggalkan

tempatnya. Dia duduk lagi sama persis di tempatnya tadi. Tempat tidur itu

berderik saat dia menjatuhkan tubuhnya. Walaupun dia merasa melakukannya pelan.

Saat ini semua hal yang dia takutkan kembali berkelebat cepat. Mungkin ini

adalah akhir hayat dari pekerjaannya. Asalkan dia tidak di suruh berenang ke

luar pulau dan kembali ke ibukota sendirian, itu sudah lebih dari cukup

baginya. Menebus semua kesalahannya hari ini. Masih tercipta kebisuan. Membuat

Aran semakin tegang karena banyaknya prasangka yang muncul di kepalanya.

Habislah aku. Tuan aku terluka

begini apa tidak ada belas kasihmu sama sekali.

Han menarik kursi yang tadi di

duduki dokter untuk merawat Aran. Membuat gadis itu mengeser sedikit duduknya.

Tapi tangan Han mencegahnya untuk menjauh  lagi. Laki-laki di depannya ini memegang tangannya. Aran langsung panik,

tapi saat ternyata Han hanya melihat luka di tangannya. Dia merasa bisa

bernafas lega. Han memeriksa siku yang robek dan mendapat beberapa jahitan.

“ Bagaimana kau bisa seceroboh

ini.” Tidak seperti biasanya Han meletakan tangan Aran dengan cukup hati-hati

ke pangkuan gadis itu lagi. Seperti tahu kalau luka itu cukup membuat Aran kesakitan,

walaupun gadis itu tidak menunjukannya.

Eh, kenapa dia sopan begini.

“ Minum obatmu sekarang!”

Mengangkat nampan dan meletakannya di pangkuan Aran.

“ Ia tuan. Terimakasih.”

Dia tidak baik lalu melemparkukan?

Saat Han kembali diam Aran mulai tenang. Dengan hati-hati mengambil obat dan

meminumnya.

“ Maafkan saya tuan.” Minta maaf

dulu saja, begitu strategi Aran yang sudah dia pikirkan untuk menyelamatkan

dirinya. Ini  kesalahan fatal. Dia

melihat langsung marahnya tuan Saga yang selama ini tidak pernah tertangkap

media. Lebih-lebih sikap Han yang mengila untuk mengantikan kemarahan tuan

Saga. Aran bisa membayangkan bagaimana kondisi laki-laki itu. Teman SMU nona.

Dia masih hidupkan? Penasaran itu

luntur saat memikirkan nasibnya sendiri.

“ Tapi nona Daniah tidak terluka. Tergores

sedikitpun tidak, saya bersumpah.” Aran mengangkat kedua jarinya bersumpah.

Aku sudah melakukan yang terbaik

tuan. Percayalah padaku.

“ Bodoh!” Satu kata yang keluar

dari mulut Han sudah membuat Aran kehilangan kepercayaan diri untuk melakukan

pembelaan.  “ Menjaga nona adalah

kewajibanmu.” Aran langsung menundukan kepala. Ya, ini memang sedikit banyak

akibat ulahnya menyiram minuman dingin ke wajah laki-laki berandalan itu. “Dan

menjaga tubuhmu untuk tidak terluka juga adalah tanggungjawabmu.” Han

melanjutkan kalimatnya.

Apa si maksudnya? Maksudnya dia

perduli padaku dan tidak mau aku terluka?

“ Dimana keahlian bela diri yang

kau bangga-ganggakan di depan tuan muda waktu itu? Gayanya sudah seperti jagoan

wanita tidak terkalahkan saja.  Menghadapi berandalan seperti mereka saja sampai lenganmu robek begitu.”

Mengangkat tangan Aran lagi. Tapi gadis itu bisa merasakan kehati-hatian ketika

Han menyentuh tangannya.

Untunglah dia manusia kalau

menghadapi anak buahnya yang terluka.

“ Merekakan main keroyokan tuan.”

Mencari celah pertama sedikit pembelaan diri. “ Saya sudah termasuk hebatkan?”

Tersisa ruang tidak tahu malu di hatinya ingin dipuji.

Tunggu, pengawal-pengawal itu tidak

mungkin tidak cerita bagaimana perjuangankukan! Ya mereka memang dua lawan

satu. Aku saja yang adu jotos sendirian. Tapikan lawanku laki-laki!

Aran sedikit kesal, kalau dia

sebenarnya sudah mempertaruhkan nyawanya dengan serius dalam perkelahian tadi.

Walaupun dia diposisi kalah mengenaskan dengan memar dan luka dimana-mana. Tapi

demi mengingat kata-kata terakhir para pengawal sebelum terjadi baku hantam

tadi, nyalinya menciut. Untuk pamer kekuatan.

Sekertaris Han ingin melihat

bagaimana hasil kerjamu. Tapi sepertinya kau tidak berguna sama sekali.

Aaaa, sial. Siapa si mereka, sudah

seperti pengawal level tinggi saja gayanya. Kalau mereka sehebat itu kenapa

masih membutuhkanku di samping nona.

“ Tuan.”

“ Hemm.” Han sudah bangun. Membuat

Aran juga bangun dari tempat tidur dan mengikutinya.

“ Apa tuan akan memecat saya?” Aran

menghentikan langkah saat Han berhenti. Tangannya yang sudah memegang handle

pintu terhenti. Seringai tipis muncul di bibirnya.

Apa itu? Kenapa dia terlihat

seperti tersenyum tipis tadi.

“ Tidak, aku tidak akan memecatmu.” Meneruskan

membuka pintu dan berjalan cepat keluar ruangan perawatan. Seorang perawat jaga

mengangukan kepala dan tersenyum. Tapi Han hanya melewatinya saja. Aran yang

membalas senyuman itu dan mengikuti langkah kaki cepat Han.

“ Benarkah tuan, terimakasih banyak.

Tuan memang berhati mulia.” Mengelus dadanya bersyukur. Berarti dia selamat dan

bisa tetap bekerja. Tuan Han juga manusiakan, hatinya mungkin saja tersentuh

oleh usaha Aran.Begitu yang gadis itu pikirkan.

“ Kau bahkan belum membayar

setimpal kerugianku karena bertemu denganmu. Kenapa aku harus memecatmu.”

Aku cabut kata-kata baik yang

tertuju untukmu tadi. Siku Aran langsung berdenyut.

“ Cepat! Apa kakimu terluka juga.

Mau kusuruh perawat mendorongmu dengan kursi roda.”

Cih. Dia memang sekertaris Han.

“ Tidak tuan terimakasih. Tapi kita

mau kemana?” Masih saja banyak bicara.

“ Keruangan nona. Ada yang mau di

urus tuan muda. Kau jaga nona di ruang perawatannya.”

“ Ada apa lagi? Apa yang.” Tidak

meneruskan pertanyaannya karena Han berhenti melangkahkan kaki.

“ Hei, kau lupa aku pernah bilang.

Terlalu banyak bicara dan mencari tahu itu bisa memperpendek umurmu.”

“ Maafkan saya tuan. Mari lekas ke

kamar nona.”

Harimau gila tetaplah harimau gila.

Berada di depan ruang perawatan VVIP tempat Daniah di

periksa. Dua pengawal yang sedang duduk berjaga langsung berdiri. Han mendekat

dan mengetuk pintu.

“ Tuan muda, apa saya boleh masuk.” Tidak ada sahutan dari

dalam. Tapi sebentar kemudian terdengar suara Daniah. Bukan mempersilahkan Han

untuk masuk.  Suara nona mudanya kembali terdengar. “ Tutup telinga kalian!” Han menoleh pada kedua orang yang sedari tadi duduk di depan ruangan.

Polusi udara semacam apa yang sudah kalian dengar dari tadi. Han

“ Baik tuan.

Sudah sedari tadi kami menutup telinga kami. Ujar dua pengawal

itu menjawab bersamaan dalam hati. Mereka hanya bersitatap tanpa bersuara saat

mendengar suara dari dalam ruang perawatan.

“ Tuan kenapa? Apa nona baik-baik saja.”

Apa! Kenapa semua orang memelototiku? Apa salahku?

bersambung