Chapter 172 Bulan madu (Part 9)

Dan setelah sekian tahun mereka

tidak pernah sekalipun bertemu. Mereka dipertemukan dalam takdir  semacam ini. Daniah tidak pernah sedikitpun

mengingat nama Haksan, tapi sepertinya lain dengan laki-laki itu. Menghilangnya

dia dari kehidupan SMUnya dulu, sedikit banyak karena Daniah. Sehingga saat

mereka bertemu lagi, ego masa lalunya kembali bergejolak. Sampai membuatnya

lupa, kalau ini bukan kehidupan sekolahnya lagi. Kalau Daniah bukan lagi gadis

polos yang bisa dia ancam dan masuk dalam jeratannya dengan mudah.

Ketegangan tidak bisa di hindarkan

diantara mereka. Haksan merasa terusik harga dirinya, apalagi kafe ini

miliknya. Dia bos di tempat ini. Bahkan bukan hanya di kafe, daerah

perbelanjaan di pulau ini memang berada di bawah pengawasannya. Seperti dia

yang bertanggung jawab untuk menjaga keamanan. Kedekatan orang tuanya dengan

orang nomor satu kota XX, membuatnya jadi orang di takuti di pulau ini.

“ Hei siapa kalian?” menunjuk dua

pengawal laki-laki yang tiba-tiba muncul menjadi tameng hidup di depan Daniah.  Gadis itu bahkan tidak terlihat karena

tersembunyi  di balik punggung tinggi

kedua orang di depannya. Sepertinya dua laki-laki itu sengaja menghalangi

pandangannya. Karena Haksan bahkan tidak bisa melihat ujung rambut bergelombang

Daniah sedikutpun. “ Niah!” Panggilnya keras membuat Daniah tersentak di balik

punggung para pengawalnya. Di belakangnya Aran sudah maju ke samping. Tidak mau

berada di belakang punggung Daniah. Karena memang seharusnya dia yang

melindungi, bukan dilindungi.

“ Nona, jangan perdulikan dia. Ayo

kita pergi.” Keselamatan Daniah jauh lebih penting dari apapun, Aran menebak

laki-laki di hadapannya ini benar-benar bisa bersikap tidak waras. Walaupun dia

tidak tahu masa lalunya bersama nona bagaimana, tapi secara jelas bisa terbaca

dari reaksinya saat ia menyiramkan jus nanas ke wajahnya tadi.

“ Niah!” Haksan kembali berteriak

karena Daniah tidak memberikan reaksi pada teriakannya tadi. Panggilan kerasnya

membuat dua laki-laki di hadapannya menatapnya tajam.

“ Nona ayo kita pergi.” Aran sudah

meletakan tangannya menyentuh lengan Daniah. Bahkan kalau perlu dia ingin

menarik tangan itu. Semua dia serahkan pada kedua pengawal di depannya.

Keselamatan nona adalah kehidupan

kami selanjutnya.

Tapi Daniah menepuk punggung tangan

Aran yang masih menyentuh tangannya. Menenangkan kalau semua akan baik-baik

saja. Karena kalau Haksan yang dia kenal, walaupun pria ini gila, tapi kalau

dia bisa mengajaknya bicara baik-baik. Daniah masih merasa bisa memegang

sedikit kendali. Berkaca dari kenangan masa lalunya.

“ Akukan tadi sudah bilang aku

sudah menikah. Kau yang tidak percayakan. Mereka pasti teman-teman suamiku.

Mungkin mereka kebetulan melihatku kau ganggu jadi mereka datang menolongku.”

Jangan tanya ekspresi Daniah. Dia bisa berakting sangant baik di situasi

terdesak begini. Sudah dibuktikan banyak sekali ketika menghadapi Saga.

Ayolah percaya saja. Ini demi

keselamatan kita berdua. Demi aku yang tidak perlu repot menjawab semua

pertanyaan tuan Saga. Demi kamu yang terbebas dari semua bentuk kemarahan tuan

Saga.

“ Haha, ayolah, kau mau aku

percaya. Baiklah, sekalian aku percaya pengakuan pertamamu, kalau kau istri

tuan Saga.” Tawanya berhenti saat melihat Aran di samping Daniah. “ Bawa gadis

yang menyiramku tadi!” Perintah Haksan pada anak buahnya yang jumlahnya tiga

orang. Yang muncul setelah adegan penyiraman.  Dan ntah muncul dari mana ada dua orang lagi

yang masuk ke dalam kafe. Melihat situasi yang sepertinya kurang terkendali

para pelanggan kafe yang tadinya berdiri menonton langsung angkat kaki segera.

Tidak mau terlibat lebih jauh. Mereka memprediksi situasi akan semakin genting.

Para pelayang wanita juga sudah terlihat panik. Mereka sedang ribut mau

bersikap bagaimana. Bertahan di kafe melihat boss mereka atau kabur dengan

segala resiko esok harinya.

“ Niah, kau tahu aku agak

pendendamkan. Kecuali padamu.” Tersenyum. “ Berikan dia padaku.” Menunjuk Aran.

“ Aku hanya akan memberinya sedikit pelajaran saja. Tidak akan sampai mati kok.

Hanya pembalasan setimpal, air dibalas dengar air.” Pandangannya menusuk tajam

saat menatap Aran.  Membuat gadis itu

sedikit bergetar tangannya.“Hanya terkadang pembalasan selalu lebih kejamkan.”

Daniah maju beberapa langkah. Tapi

tetap masih berdiri di belakang kedua pengawalnya.

“ Aku minta maaf atas nama temanku

kak. Aku yang salah, seharusnya aku bisa menenangkannya. Dia hanya perduli

padaku, dan tidak tahu siapa dirimu. Aku mohon maafkan kami.” Suara Daniah

jelas namun tidak terdengar dibuat-buat. Dia dengan tulus minta maaf. Agar

semua berakhir dengan cepat.

Ayolah terima saja maafku dan

sudahi ini semua.

Daniah sudah bisa melihat kedua

orang di depannya sudah mengepalkan tangan menahan geram. Mereka pasti sedang

menahan amarahnya. Terpancing sedikit saja, dia sudah bisa menebak kekacauan

seperti apa yang akan terjadi. Bukan hanya Haksan yang perlu di kendalikan,

tapi kedua orang di depannya inipun perlu ditenangkan.

Aku tahu kalian marah, tapi ku

mohon jangan sampai ada perkelahian. Karena semua pasti akan jadi rumit dan

panjang.

“ Haha, baiklah. Kau memang selalu

seperti ini ya, memasang badan untuk orang lain. “ Senyum dan tawanya. Kembali

mengingatkan kenangan buruk Daniah di SMU saat dia harus pergi berkencan dengan

Haksan karena dia menyakiti Ve.  “ Ayo

temani aku malam ini, maka semuanya aku anggap impas.” Dan kali ini Haksanpun

meminta syarat yang sama agar dia mau melepaskan Aran.

Buag! Satu tendangan keras tepat

mengenai perut Haksan, membuat laki-laki itu terjungkal keras ke belakang.  Dia menjerit kesakitan sambil memegangi perutnya.

“ Anda sudah melebihi batas anda

tuan!”Salah satu pengawal Daniah bicara saat  semua orang tersentak termasuk Daniah dan Aran.

Mereka bisa merasakan sakitnya tendangan itu. “ Beraninya anda bicara kata-kata

tidak pantas di hadapan nona muda kami.”

Sesaat Haksan binggung dengan

situasi yang terjadi. Sambil mengerang dan menahan sakit di ulu hatinya. Haksan

memaki keras. Sumpah serapah keluar dari mulutnya. Dibantu dengan anak buahnya

dia bangun. Melihat Daniah di balik punggung laki-laki yang menendangnya. Malu

bercampur kesal. Bagaimana dia bisa mendapat pukulan telak bahkan di depan mata

anak buahnya yang langsung terperangah kaget tadi. Harga dirinya semakin

terburai menjadi serpihan kecil. Berserak di lantai. Dia tidak pernah

dipermalukan seperti ini.

Sialan! Apa lagi ini, nona muda?

“ Niah!” berteriak dengan tingkat

kesal yang semakin meningkat. Lebih-lebih ketika dia tidak bisa melihat wajah

gadis itu. “ Sepertinya batas kesabaranku sudah habis sekarang. Hajar mereka. “

Membalikan badan menghadap anak buahnya. “ Kecuali Daniah, jangan menyentuhnya

sedikitpun.” Haksan mencengkram ujung baju anak buahnya. Yang menatap arah

telunjuk bossnya. Menunjuk gadis bernama Daniah yang tidak boleh mereka sentuh

sedikitpun.

“ Ba, baik boss.”

Sesuai dengan instruksi  perkelahian benar-benar tidak terhindarkan.

Haksan tidak bisa diremehkan, seperti itulah perangainya sejak SMU. Waktu yang

bergulir yang seharusnya mendewasakan seseorang sepertinya tidak menempanya

sama sekali. Dia selalu seenaknya dan merasa semua hal harus berputar di

sekelilingnya.  Sekali lagi dia melihat

Daniah yang berdiri di ujung meja. Melihat semua perkelahian dengan wajah

paniknya.

Huh! Persetan siapa suamimu. Asalkan

bukan tuan Saga, aku masih bisa bersaing dengannya.

Ini bukanlah perasaan cinta, Haksan

tidak mengenal itu dulu ataupun sekarang. Ini hanya sebatas sesuatu yang

diinginkan dimiliki orang lain dan itu membuatnya geram. Dia menarik kursi dan

duduk melihat Daniah. Dari ujung kepala sampai kakinya.

Cih, kenapa aku tidak menyadari

kalau penampilannya benar-benar berubah. Semua benda yang menempel di tubuhnya

jelas-jelas barang bermerek.

Haksan tahu, karena dia sering

membelikan teman kencannya barang-barang bermerek itu.

“ Hentikan! Aku akan menelfon

polisi.” Teriakan Daniah tidak terdengar di tengah keributan. Sementara matanya

berkeliling, mencari dimana Haksan berada. Tatapan kesalnya ketika melihat

laki-laki itu duduk tenang sambil tersenyum padanya. Sementara itu perkelahian

terbagi menjadi tiga kubu.  Empat orang

menghadapi dua pengawal Daniah. Dan satu lagi berusaha menjatuhkan Aran. Gadis

itu terlihat semakin terpojok.“ Aran!” Daniah terkejut dan berlari mendekat.

Gadis itu sudah terjungkal ke belakang.

Membentur meja lalu terduduk di lantai. Dia terlihat kesakitan tapi berhasil

bangun. Tapi sepertinya dia kehabisan energi.

“ Kak Haksan ku mohon hentikan

ini.” Berdiri di depan Aran. Laki-laki yang ingin memukul untuk kedua kalinya

itu mundur.  Daniah menoleh pada Haksan

yang tidak bergeming. “Ku mohon hentikan semua ini. Mereka tidak salah

apa-apa.” Suara Daniah gemetar karena melihat Aran menahan sakit, terduduk di

lantai. Diapun melihat darah menetes di sikunya. “Aku mohon.”

“ Hah! Akhirnya, kau tahukan, kalau

aku selalu mendapatkan apa yang ku mau. Baik dulu ataupun sekarang.”

Laki-laki itu mendekat. Senyum

menjijikan terlihat jelas dibibirnya.

Tuan Saga tolong kami!

Daniah mundur beberapa langkah,

sampai tubuhnya membentur meja.

Sayang, datanglah!

Untuk pertama kalinya Daniah benar-benar

merindukan tuan Saga.

Bersambung