51 Bab 51 : Profesor Sesua-tuya dan Eksperimen

Bimo terbangun dari koma-nya setelah menelan obat yang diberikan oleh sosok misterius tersebut.

Ia membuka matanya, melihat-lihat sekitarnya dan terkejut dengan ruangan serba putih tersebut. Sempat tersirat di dalam kepalanya kalau ini adalah alam setelah kematian. Namun, setelah mengingat-ingat sesaat sebelum ia pingsan, ia ingat bahwa ia memakan sebuah pil dan dibawa oleh sesosok orang misterius.

Kemudian, ia memeriksa tubuh-tubuhnya karena mengingat hal sebelum ia pingsan. Ia menggerakkan tangannya dan ia tak merasakan rasa sakit apapun. Setelah itu, ia melihat-lihat kondisi bagian tubuh yang lain dan semuanya sudah sembuh kembali ke sedia kala.

Ia bingung dengan pil yang ia makan. Pil apa sebenarnya yang kumakan ini? Bimo tercengang dengan efek pil yang ia makan.

Sambil terus berpikir tentang pil yang ia makan, seseorang membuka pintu.

"Oh, ternyata kau sudah bangun. Bagaimana kondisi tubuhmu?" tanya seorang pria bertubuh langsing dengan jas putihnya.

"Apakah kau yang membantuku sebelumnya? Jika itu benar-benar kamu, aku mengucapkan terima kasih banyak padamu."

Kemudian, Bimo menundukan kepalanya manandakan bahwa ia tulus berterima kasih pada pria yang ada di depannya.

Ada kejutan di mata pria langsing tersebut, ia berkata dengan sinis, "Oh, aku tak menyangka bahwa seorang mantan tentara bayaran akan berterima kasih seperti ini. Sepertinya ada sesuatu hal yang membuatmu berubah menjadi lebih lembut. Yah, aku tak memperdulikan itu. Karena kamu sudah sadar seperti biasanya, apa hal yang ingin kau lakukan?"

"Yang ingin kulakukan? Membalas dendam pada keluarga Wirawan!" jawab Bimo dengan mata merah yang menyeramkan.

Melihat ini, alih-alih ketakutan, pria langsing itu malah tersenyum. Ia berkata, "Karena kamu sangat bersemangat, ikutlah denganku. Seperti yang kubilang, jika kau ingin balas dendam, kau harus mengikuti apa yang kuperintahkan. Tak peduli apapun itu."

Bimo menjawab tanpa berpikir panjang, "Iya, aku setuju."

"Baiklah, ikuti aku."

Pria langsing itu memimpin Bimo keluar ruangan. Bimo megikutinya di belakang.

Setelah berjalan kaki agak lama, kedua orang tersebut sampai pada satu ruangan yang pintunya berlapis logam yang terlihat sangat kuat.

Pria langsing tersebut meletakan kartunya pada sensor di samping pintu. Setelah beberapa saat kemudian, pintu yang tebal terbuka.

"Ayo masuk," ajak pria langsing tersebut.

Bimo tak menjawab dan mengikutinya.

Setelah masuk beberapa meter, ia disambut dengan berbagai tabung transparan yang berisi organ manusia dan juga ada beberapa yang berisi tubuh manusia utuh dari tubuh bayi hingga manusia dewasa. Hal ini membuat Bimo terkejut dan juga sedikit merinding.

Apakah organku akan diambil?

Pertanyaan ini menggema di pikiran Bimo.

Bimo terus memperhatikan sekeliling dan melihat banyak orang berpakaian serba putih.

Pria langsing itu meninggalkan Bimo yang sedang meihat-lihat. Ia menghampiri seorang pria tua mungil berwajah licik.

Setelah beberapa menit mereka berbincang-bincang, Pria langsing tersebut memanggil Bimo, "Bimo, kemarilah!"

Mendengar seseorang memanggilnya, Bimo melihat ke arah sumber suara dan langsung menghampiri tanpa menjawab panggilan pria tersebut.

Pria langsing itu melihat Bimo, kemudian ia berkata, "Ikutilah pria tua bangsat ini. Jika kamu mengikutinya, kamu akan mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Tentu saja kamu harus membayar banyak harga untuk mendapatkan kekuatan tersebut."

Dengan wajah penuh tekad, Bimo berkata, "Baik, aku akan menyanggupi apa yang diinginkan oleh pria tua bangsat ini."

Mendengar panggilan dari kedua orang tersebut, pria tua licik protes.

"Hei, beraninya kalian memanggilku bangsat, dasar bajingan," ucap pria tua licik dengan kesal.

"Panggil aku profesor super duper cetar membahana ulalala khatulistiwa sesuatu syantik, atau disingkat mejandi Profesor Sesua-tuya," lanjutnya sambil tersenyum bangga.

Pria langsing itu memutar matanya. Ia berkata, "Lihat bagaimana pria tua bangsat ini memilih nama. Karena itulah aku memanggilnya pria tua bangsat yang bajingan. Sebaiknya kau memanggilnya profesor Sesua-tuya."

"Dasar laki-laki banci!" kata pria membalas dengan kesal.

"Lihat? Penamaannya buruk sekali. Baiklah, bersenang-senanglah dengan pria tua bangsat yang bajingan ini." Pria langsing itu tertawa sambil meninggalkan ruanga itu.

Profesor Seasu-tuya mendengkus napas dingin. Ia kemudian menatap Bimo yang tersenyum canggung dari tadi. Ia berkata, "Nak, kalau kau berani memanggilku pria tua bangsat lagi, aku akan mengambil matamu, gigimu, bahkan 'bolamu' juga akan kuambil."

"Ahshiap, profesor Sesua-tuya!" kata Bimo spontan.

"Ahshiap? Kata-kata yang bagus," profesor Sesua-tuya berkata dengan mata berbinar. Ia kemudian tertawa dan berkata, "nak, kau benar-benar jenius sastra. Ahshiap! Aku akan memberikanmu bonus nantinya!"

Bimo tersenyum canggung melihat perilaku profesor Sesua-tuya ini. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil mengikuti profesor Sesua-tuya.

....

Profesor Sesua-tuya membawa Bimo masuk ke ruangan yang ada di dalam ruangan tadi. Di ruangan ini cukup kecil, namun banyak barang yang terlihat canggih bagi Bimo.

"Prof, kita akan melakukan apa?" tanya Bimo sedikit gugup.

"Tidak banyak yang dilakukan. Hanya memeriksa kondisi tubuhmu. Pekan depan baru kita akan memulai eksperimen," jawab profesor Sesua-tuya dengan santai sambil mengenakan sarung tangan.

"Kamu ke sana, aku akan memeriksa kondisi fisikmu. Cukup berbaring saja dan jangan memberontak," lanjutnya.

Bimo menuruti semua apa yang diinginkan oleh profesor Sesua-tuya. Ia berbaring di atas satu-satunya ranjang di ruangan kecil itu.

Setelah itu, profesor Sesua-tuya  memasang berbagai instrumen pada tubuh Bimo.

Kemudian, profesor Sesua-tuya kembali ke depan komputer dan mulai menjalankan sebuah program khusus yang sudah di desainnya. Setelah beberapa saat, berbagai angka di muncul di layar komputer yang digunakan profesor Sesua-tuya.

Angka-angka itu mewakili berbagai hal mengenai tubuh Bimo.

Sementara itu, Bimo merasakan rasa sakit pada seluruh tubuhnya.

Profesor Sesua-tuya tersenyum gembira melihat angka-angka yang ada di layar komputer. Ia berkata, "Tak kusangka kau akan sekuat ini. Kekuatanmu 3 kali lebih besar dari manusia biasa. Tetapi, daya tahan dan kecepatanmu 3,5 kali lebih kuat dari pada manusia biasa. Bagaimana bisa kau babak belur ketika sampai ke sini sepekan yag lalu?"

Bimo terkejut dengan apa yang dikatakan oleh sang profesor. Benarkah aku tiga kali lebih kuat daripada manusia biasa?

Bimo bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan professor Sesua-tuya. "Itu ... aku tak merasakan tiga kali lebih kuat daripada manusia biasa. Sebelum aku babak belur, kekuatanku hanya sedikit lebih kuat daripada manusia biasa karena terlalu banyak mengkonsumsi minuman keras dan juga sering banyak bermain dengan wanita. Aku tak yakin kekuatanku sebanyak itu...."

Setelah beberapa saat menggali ingatannya, pikiran Bimo terfokus pada sebuah pil yang diberikan oleh pria langsing itu. Ia bergumam, "Pil itu...."

Mendengar gumaman Bimo, profesor Sesua-tuya membelalakkan matanya. Ia dengan buru-buru mendekat pada Bimo dan bertanya, "Pil, Pil apa yang kamu makan? Siapa yang memberikan pil itu padamu?"

"Itu ... pria langsing itu yang memberikan pil itu padaku."

Mendengar jawaban dari Bimo, profesor Sesua-tuya membuang langsung membuang muka. Ia berkata, "Cih, ternyata si banci yang memberikannya padamu. Pantasan saja kekuatanmu meningkat jauh. Yah, ini akan memberikanku kemudahan untuk bereksperimen dengan tubuhmu."

Setelah satu jam selesai pemeriksaan kondisi tubuh Bimo, keduanya keluar dari ruangan kecil.

"Tubuhmu benar-benar akan membantuku dalam bereksperimen nantinya. Sepekan lagi kau akan datang ke ruangan ini lagi. Selama sepekan kedepan, kau boleh melakukan apa saja yang kau inginkan termasuk bermain dengab wanita, meminta uang ataupun hal lainnya. Aku akan memberikanmu seorang pelayan yang bisa kau suruh-suruh."

Setelah mengatakan itu, profesor Sesua-tuya meninggalkan Bimo sendirian di luar ruangan kecil, sementara dia masuk ke ruangan kecil itu.

Tak lama kemudian, seorang wanita datang menghampiri Bimo.

Bimo tertegun dengan apa yang dilihatnya. Wanita ini sangatlah cantik. Dengan rambut panjang bergelombang, wajah bulat, mata yang mempesona, dan bibir yang seksi membuat Bimo terpesona dengan kecantikan ini. Selain itu, lekuk tubuh wanita ini juga sangat seksi, dada yang berukuran Cup-D, dan juga kaki yang panjang.

Bimo menjadi tak berkedip dan menelan ludahnya.

"Tuan Bimo, mari ikuti saya untuk pergi ke kamar Tuan," dengan suara yang lembut itu, wanita cantik itu menggengam tangan Bimo.

Bimo tertegun. Ia dengan buru-buru melepaskan tangannya dari wanita canrik tersebut dan berkata, "Ah, terima kasih. Aku akan mengikutimu. Maafkan perlakuan kasarku."

Wanita cantik itu tersenyum. Ia berkata, "Tidak apa-apa, Tuan. Sebelum itu, saya adalah pelayan Tuan. Nama saya adalah IER-43, Tuan bisa memanggil saya dengan nama apapun yang Tuan inginkan."

Bimo agak terkejut dengan nama wanita cantik di depannya ini. Ia berkata, "Aku akan memanggilmu Maya dan juga jangan memanggilku Tuan. Aku tak menyukai panggilan itu, pangil saja dengan namaku."

"Baiklah, Bimo. Sekarang namaku adalah Maya," kata Maya sambil menundukan kepalanya.

Setelah itu mereka berdua pergi ke kamar.

....

Sepekan telah berlalu.

Apa yang dilakukan Bimo selama sepekan tak jauh dari berolahraga dan melakukan latihan bertempur dengan pembunuh-pembunuh yang ada di tempat itu.

Bimo mengetahui hal itu dari pelayannya yang cantik. Meski tak semua hal dijelaskan oleh Maya, Bimo mendapatkan banyak informasi mengenai tempat ini.

Bimo juga sesekali membaca buku mengenai bela diri dan teknik bertempur.

Sisa waktunya dihabiskan untuk istirahat dan makan.

Bermain dengan wanita? Bimo tak mempunyai waktu untuk melakukan hal itu. Ia juga sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak bermain dengan wanita lain dan ingin menghormati istrinya yang belum sempat ia hormati selama hidupnya.

Pria langsing dan juga profesor Sesua-tuya sesekali berbincang dengannya mengenai eksperimen yang akan dilakukan nanti.

Hari ini adalah hari dimana dia akan menjalani eksperimen dengan profesor Sesua-tuya. Ia sudah berada di sebuah ruangan kecil profesor Sesua-tuya.

"Apakah kamu siap?" tanya profesor Sesua-tuya.

"Aku siap!" jawab Bimo dengan penuh tekad.