Chapter 159 BAB 156

Name:Di Paksa Menikah Author:Sifa
Sementara itu Intan di atas tempat tidurnya sedang mencoba berbagai macam fitur yang ada di ponsel barunya. Ia harus belajar mulai dari awal dengan ponsel barunya karena banyak fitur asing yang belum pernah ada di ponsel lamanya.

Ricko masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas susu hangat di tangan kanannya. Ia duduk di tepi tempat tidur sambil menyerahkan segelas susu pada Intan.

“Minumlah susumu dulu,” ucap Ricko.

“Sebentar Mas … “ sahut Intan masih fokus dengan ponsel barunya. Ricko pun merebut ponsel itu dari tangan Intan.

“Mas … “ rengek Intan dengan cemberut.

“Minum susu dulu, nanti main ponsel lagi,” ujar Ricko seraya menyerahkan segelas susu hangat pada Intan. Intan pun menerimanya lalu meminumnya.

Setelah Intan menghabiskan susunya dan memberikan gelas kosong pada Ricko, Intan meminta ponselnya kembali, tapi Ricko tidak memberikannya.

“Ini sudah malam, kamu harus tidur,” ucap Ricko dengan lembut.

“Tapi aku masih penasaran dengan isi ponselnya Mas … “ ujar Intan menolak untuk tidur.

“Ingat, kamu sedang hamil, harus banyak istirahat,” balas Ricko. Intan pun patuh. Ia turun dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka menggosok giginya sebelum tidur.

Ketika Intan keluar dari dalam kamar mandi, ia berharap Ricko sudah tidur sehingga ia bisa memainkan ponsel barunya lagi, tapi nyatanya Ricko masih menunggunya di atas tempat tidur.

“Kok Mas Ricko belum tidur?” tanya Intan sambil berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

“Aku menunggumu … ” jawab Ricko sambil mendekat ke arah Intan.

“Mau apa?” tanya Intan sambil mengernyitkan dahinya.

“Apa kamu tidak mau membayar ponsel barumu?” tanya Ricko dengan senyum nakal.

“Mas Ricko kan sudah punya banyak uang? Kenapa masih minta bayaran juga sih?” tanya Intan tidak mengerti maksud Ricko.

“Aku ingin minta bayaran seperti yang kuucapkan tadi siang, apa kamu sudah   lupa?” tanya Ricko sedikit kecewa.

“Oh itu … “ Intan manggut-manggut tanda mengerti.

“Jadi?” tanya Ricko senang Intan akan memberinya jatah.

“Ayo kita tidur, ini sudah malam Mas. Tadi kamu sendiri kan yang menyuruhku tidur?” jawab Intan lalu berbaring dan menarik selimut hingga ke dadanya.

“Oke … oke … “ balas Ricko lalu menghembuskan nafasnya dengan kasar karena gagal menenangkan juniornya yang sudah meronta-ronta minta masuk ke dalam sarangnya.

Keesokan harinya sebelum sampai ke perusahaan, Romi mampir ke kampus sebelah perusahaanya untuk mengambil formulir di pos satpam. Saat ia akan melajukan motornya pergi, ia bertemu dengan Dina.

“Kakak tampan?” sapa Dina dengan lantangnya. Romi pun menoleh dan mengernyitka dahinya.

“Saya?” tanya Romi menunjuk pada dirinya sendiri.

“Iya, siapa lagi?” balas Dina dengan ramahnya.

“Kamu siapa?” tanya Romi karena sudah lupa dengan Dina.

“Ah Kakak sudah lupa ya? Beberapa waktu yang lalu kita pernah bertemu di area parkir kampus saat Kakak mengantar formulir,” balas Dina mengingatkan Romi.

“Oh iya … maaf ya aku sudah lupa,” balas Romi sambil tersenyum.

“Iya, enggak apa-apa Kak,” ucap Dina sambil tersenyum juga.

“Ya sudah saya pergi dulu karena harus bekerja,” balas Romi pamit pada Dina.

“Iya, hati-hati ya Kakak tampan … “ ucap Dina dengan pedenya.

Setelah itu Romi melajukan motornya pergi. Hari ini ia bangun sedikit kesiangan karena tadi malam tidak bisa tidur setelah berkirim pesan dengan Sita. Sehingga ia berangkat bekerja menggunakan motor supaya lebih cepat sampai.