Chapter 151 BAB 148

Name:Di Paksa Menikah Author:Sifa
Malam hari sekitar pukul satu pagi, Intan tiba – tiba terbangun. Ia merasa perutnya sangat lapar karena sekarang makanan yang ia makan harus dimakan bertiga dengan janin kembar yang ada di dalam rahimnya. Ia pun membangunkan Ricko yang tidur di sampingnya.

“Mas … “ panggil Intan sambil menggoyang – goyang tubuh Ricko, tapi Ricko tidak bangun juga.

“Mas!” panggil Intan dengan sedikit meninggikan suaranya agar Ricko segera bangun. Ricko pun segera membuka matanya.

“Ada apa, sayang?” tanya Ricko dengan lembut sambil mengerjapkan matanya.

“Aku lapar … “ jawab Intan dengan manja sambil membelai perutnya.

“Mau makan?” tanya Ricko sambil bangkit dari tidurnya lalu membelai kepala Intan dengan lembut. Intan menganggukkan kepalanya.

“Sebentar, aku akan menyuruh Susi atau Bi Ani membuatkan makanan untukmu,” ucap Ricko sambil turun dari tempat tidur.

“Mas … “ panggil Intan dengan manja. Ricko pun menghentikan langkahnya dan menoleh pada Intan.

“Iya?” balas Ricko.

“Aku … aku mau gado – gado,” ucap Intan malu – malu. Ricko pun menghampiri Intan dan duduk di tepi tempat tidur.

“Sekarang?” tanya Ricko sambil melihat jam di dinding kamarnya. Lagi – lagi Intan menganggukkan kepalanya. Ricko pun menghembuskan nafasnya dengan kasar melalui hidungnya lalu tersenyum pada Intan. Setelah itu ia mengambil ponselnya yang ada di nakas dan melakukan panggilan.

“Buatkan gado – gado sekarang juga! Setelah itu antar ke rumahku secepatnya!” perintah Ricko pada seseorang di seberang telepon. Setelah mendapatkan jawaban, Ricko pun memutuskan sambungan teleponnya.

“Mas Ricko menghubungi siapa?” tanya Intan penasaran.

“Chef di restoran hotelku,” jawab Ricko lalu naik ke atas tempat tidur dan bersandar pada sandaran tempat tidur.

“Wah beneran aku bisa makan gado – gado malam ini, Mas?”tanya Intan tidak percaya, matanya berbinar – binar saking senangnya. Ricko menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Intan pun bergegas memeluk Ricko dengan erat.

Satu jam kemudian gado – gado yang dipesan Ricko datang. Ricko menerimanya lalu membawanya ke meja makan. Di sana Intan sudah menunggunya dengan piring, sendok, dan garpu di depannya.

Setelah memindahkan gado – gado itu ke atas piring, Intan menyantapnya dengan semangat karena dia memang sudah sangat kelaparan. Ricko melihat Intan yang makan dengan lahap, hanya geleng – geleng kepala.

“Bagaimana rasanya?” tanya Ricko pada Intan yang sedang asyik menikmati gado – gadonya.

“Enak banget Mas. Mas Ricko harus mencobanya,” jawab Intan lalu menyendok gado – gado itu dan menyodorkannya pada mulut Ricko. Ricko pun membuka mulutnya dan Intan memasukkan sesendok gado – gado itu ke dalam mulut Ricko. Ricko mengunyah gado – gado itu sambil merasakannya di dalam mulutnya. Tentu saja gado – gado itu sangat enak karena di buat oleh chef handal andalan hotel milik Ricko, harganya pun tidak murah jika dibandingkan dengan gado – gado warung kali lima.

Setelah makan, mereka bersantai di ruang keluarga sambil menonton televisi. Intan dan Ricko duduk di sofa, tiba – tiba Ricko mendekati perut Intan dan membelainya.

“Sudah kenyang anak – anak papa?” tanya Ricko pada calon anaknya yang masih di dalam kandungan Intan. Intan tersenyum melihat kelakuan Ricko yang mengajak bicara janin kembarnya.

“Sudah Papa,” jawab Intan mewakili anaknya sambil membelai kepala Ricko dengan lembut. Ricko menatap Intan dengan tersenyum.

Setengah jam kemudian, Ricko dan Intan kembali ke kamar mereka di lantai atas untuk tidur karena paginya Ricko harus pergi bekerja.