Chapter 4 BAB 4

Name:Di Paksa Menikah Author:Sifa
Intan dan kedua orang tuanya sudah sampai di ruangan Pak Bambang. Intan menghampiri Pak Bambang dan Bu Sofi istri Pak Bambang lalu mencium punggung tangan mereka bergantian. Tukang rias sudah menunggu sejak beberapa menit yang lalu sebelum Intan datang. Setelah Intan datang, ia pun segera dirias sebelum akad nikah dilakukan.

Saat dirias Intan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, tapi sayangnya air mata itu mengalir tanpa bisa dicegah. Tukang riasnya pun kewalahan menyeka air mata Intan.

"Dek, jangan menangis terus dong, make up-nya nanti jadi luntur loh," ucap tukang riasnya.

"Maaf Mbak," jawab Intan sambil terisak.

Intan pun berusaha menenangkan perasaanya dan berusaha untuk lapang dada menerima pernikahan ini. Ia menghirup nafas dalam - dalam lalu menghembuskannya lewat mulut dengan kasar.

Setelah dirias Intan pun duduk bersama kedua orang tuanya di dalam ruangan Pak Bambang. Pak penghulu sudah datang saat Intan dirias tadi, namun calon mempelai prianya belum datang juga. Sudah satu jam Pak penghulu menunggu. Pak Bambang pun mulai gelisah, ia mencoba menelepon Ricko, tapi ponselnya tidak bisa dihubungi. Akhirnya ia menelepon Lia sekretaris Ricko.

Pak Bambang bertanya, "Di mana Ricko?"

Lia menjawab, "Sedang rapat bersama klien Pak."

Pak Bambang berkata, "Cepat suruh dia ke rumah sakit sekarang! Kalau tidak, katakan padanya jangan pernah menemuiku lagi."

Lia membalas, "Tapi Pak ..."

Belum sempat Lia melanjutkan kata – katanya, Pak Bambang sudah memutuskan sambungan teleponnya.

"Bagaimana Pak, ini jadi apa tidak akad nikahnya?" tanya Pak penghulu.

"Tolong tunggu satu jam lagi ya Pak," balas Pak Bambang memohon, Pak penghulu pun menyetujuinya.

Semoga laki - laki itu tidak datang dan pernikahan ini batal, batin Intan berharap.

Sementara itu di perusahaan, Ricko sedang rapat di ruang rapat. Tiba - tiba Lia masuk lalu membisikkan sesuatu di

telingan Ricko. Ricko pun mengangguk mengerti.

Papa benar - benar serius dengan ucapannya?, batin Ricko. Ia pun memanggil asistennya si Romi untuk melanjutkan rapatnya.

Setelah Ricko pamit undur diri dari rapat, ia segera melajukan mobilnya ke rumah sakit dengan kecepatan penuh.

Setengah jam berlalu Ricko belum juga menunjukkan batang hidungnya, Intan pun semakin senang, hatinya berbunga - bunga. Ia menunggu sambil memainkan ponsel di tangannya.

Sudah 45 menit berlalu, dan belum ada tanda - tanda kedatangan Ricko. Senyum Intan pun semakin mengembang. Ia izin untuk ke toilet sebentar karena dari tadi ia menahan keinginannya untuk buang air kecil karena terlalu gugup.

Saat Intan keluar dari toilet, ia merasa bahwa jumlah orang di ruangan itu bertambah. Ia melihat orang di ruangan itu satu - persatu dan pandangan Intan jatuh pada laki - laki berumur nan tampan memakai setelan Jas hitam di samping Pak Bambang. Intan pun tertegun di depan pintu toilet. Ia mendengar laki - laki itu memohon pada Pak Bambang supaya membatalkan pernikahan ini.

"Pa, Ricko enggak bisa melakukan pernikahan ini Pa. Pernikahan bukan hal untuk main – main," ucap Ricko pada Pak Bambang.

"Siapa yang main - main Rick? Cepat lakukan pernikahan ini sekarang atau pergi dan jangan pernah temui Papa

lagi sekalipun Papa sudah terkubur di dalam tanah," ucap Pak Bambang memalingkan mukanya dari Ricko. Ricko pun tampak berpikir sejenak lalu mengangguk dengan mantab.

"Baiklah, kalau itu bisa membuat papa senang, Ricko akan menikah sekarang," ucap Ricko tiba - tiba. Ia pun berdiri dan bergegas mengambil wudlu ke toilet melewati Intan yang dari tadi berdiri di sana. Intan lalu beranjak dari depan toilet dan duduk di samping ibunya.

Setelah berwudlu Ricko duduk di depan Pak penghulu. Sebelum akad nikah dimulai, Pak penghulu menanyakan maharnya. Karena memang tidak ada persiapan, Ricko pun mengeluarkan uang dari dompetnya 10 lembar uang 100 ribuan sejumlah satu juta rupiah.

Setelah itu Pak penghulu dan Ricko berjabat tangan dan memulai akad nikah.

"Qobiltu nikahaha watajwijaha bil mahril madzkur," ucap Ricko dengan lantang.

Kata "SAH" pun terdengar dari semua orang yang hadir di dalam ruangan itu. Intan hanya bisa menunduk dan memejamkan matanya, tubuhnya merasa gemetar. Ibunya pun menuntunnya duduk di samping Ricko dan menyuruhnya mencium punggung tangan Ricko. Pak Bambang merasa lega dan bahagia, ia pun berpelukan dengan pak Ramli.